Harusnya lembaga pendidikan itu tempat menanamkan ahlak mulia atau kejujuran. Namun apa jadinya jika tenaga pengajar saja melakukan hal yang tidak jujur
Dugaan Penggelapan BSM di SMPN 03 Soromandi
Harusnya lembaga pendidikan itu tempat menanamkan ahlak mulia atau kejujuran. Namun apa jadinya jika tenaga pengajar saja melakukan hal yang tidak jujur. Seperti yang terjadi di SMPN 3 Desa Sampungu, Kecamatan Soromandi yang diduga melakukan penggelapan dana BSM siswa setempat. Sehingga siswa hanya mendapatkan ampasnya saja.
Dugaan pengelapan dana ini pun dilaporkan salah satu wali Murid, Agani Yusuf kepada Dinas Dikpora Kabupaten Bima. Karena pembangian dana BSM tahap kedua ini ditemuai sejumlah kejanggalan.
Dihadapan Sekretaris Dinas Dikpora Kabupaten Bima, Drsw H Abdul Muis, Agani mengaku dari jumlah dana BSM yang keluar hanya diterima Rp 200 ribu saja. Padahal informasi yang dia peroleh dari sekolah lain, jumlah dana BSM tersebut adalah Rp 700 ribu.
Awalnya, siswa hanya diberikan Rp 50 ribu saja. Uang itu dibagikan langsung ke rumah masing-masing siswa oleh salah seorang guru honorer yang bernama Syarif. Karena tidak sesuai dengan jumlah BSM di sekolah lain, sejumlah wali murid langsung protes ke pihak sekolah. “Setelah kami protes hari Selasa (8/7) lalu, pihak sekolah akhirnya menambahkan Rp 150 ribu. Jadinya kami anak kami terima Rp 200 ribu,” ceritanya.
Kejadian ini kata Agani, kejadian pemotongan dana BSM ini bukan kali ini saja. Pada tahap pertaman, setiap siswa dipotong Rp 200 ribu. Namun saat itu, wali murid tidak protes, karena pemotongan Rp 200 ribu itu masih dianggap wajar. “Kalau sekarang ini sudah sangat keterlaluan,” tandasnya.
Parahnya lagi lanjut dia, pihak sekolah diduga ingin menyembunyikan jumlah BSM tersebut. Dengan cara merobek halaman rekening yang mencantumkkan saldo tabungan.
Karena yang terlihat pada rekening yang ditunjukan pada Sekretaris Dikpora tersebut hanya tertera nama, nomor rekening, dan beberapa lembaran kosong tanpa ada halaman yang mencantumkan saldo tabungan. “Saya pernah tanyakan, mana saldo rekening. Tapi pihak sekolah hanya menjawab tidak tahu karena begitu kondisi yang diberikan pegawai bank,” tambahnya.
Padahal menurut pengakuan dia, rekening itu dibuat saat penerimaan BSM sebelumnya dengan memotong uang BSM tahap pertama. Menurut pengalaman dia sebelumnya, berapapun sisa saldo pasti akan dicantumkan. Namun pada pencairan sekarang malah tidak ada sama sekali.
Rencananya, Agani akan melaporkan kepolisian juga terkait hal itu. Karena dianggap telah menggelapkan dana bantuan siswa miskin yang berjumlah 24 siswa tersebut.
Menanggapi laporan Itu, H Abdul Mu’is berjanji akan memanggil segera oknum kepala sekolah setempat. Untuk dimintai keterangan dan klarifikasi atas laporan tersebu. “Kami akan panggil pihak terlapor dalam waktu dekat,” jelasnya.
Mengawali panggilan itu, H Muis langsung menelpon kepala UPT Dikpora Kecamatan Soromandi. Agar dilakukan pemeriksaan terhadap siswa kepala sekolah tersebut.
Terkait hal itu kata dia, akan dilakukan pemerikasaan. Tidak hanya dilakukan Internal Dikpora, namuan juga akan dilibatkan pihak Inpektorat. Jika terbukti, yang bersangkuatan akan dikenakan sanksi. “Jika ada indikasi ada pidana, maka akan diproses huku,” jelasnya.
Jika hanya terbukti melakukan pelanggaran disiplin, maka akan diberikan sanksi serupa. Hanya saja, untuk profesi guru mendapatkan sanksi yang lain dengan profesi yang lain. “Jika dia melanggar disiplin profesi, maka status dia sebagai guru bisa dicabut. Artinya yang bersangkutan akan dipindahkan menjadi pegawai biasa saja,” tandasnya.
Dugaan pemotongan ini bukan kali ini saja terjadi didunia pendidikan. Hampir terjadi setiap ada keluar bantuan. Memang sangat ironis ini terjadi di dunia pendidikan. Jika dunia pendidikan sudah terjadi praktek seperti ini, lantas bagaiaman manusia yang dilahirkan dari lembaga seperti ini. (KS-06)
COMMENTS