Menariknya, kegiatan itu digelar tepat pada saat perayaan Hari Valentine.
Komunitas Sarangge Mbojo (KSM) Bima, Sabtu (14/2) malam menggelar kegiatan bertajuk parade puisi. Dilaksanakan secara sederhana di bundaran Taman Ria Kota Bima. Melibatkan pelajar, mahasiswa, komunitas seni, teater dan budaya. Menariknya, kegiatan itu digelar tepat pada saat perayaan Hari Valentine. Tujuannya, adalah untuk mengeliminir kaum muda tidak merayakan hari kasih sayang tersebut dan mengarahkan melalui kegiatan positif.
“Kita memang sengaja mengadakan tepat pada Hari Valentine, supaya para kaum muda kita arahkan untuk hal positif bukan berhura-hura merayakan peringatan yang tidak jelas asal usulnya,” kata Ketua KSM Bima, Bayu Sodikin.
Menurut Bayu, Hari Valentine yang jatuh pada Tanggal 14 Februari menjadi momen yang kerap diabadikan remaja dan kaum muda sebagai ekspresi saling meyayangi. Namun, ekspresi tersebut kerap kebablasan dan menjurus ke hal negatif. Terlebih asal usul hari Valentine tak semua diketahui para remaja siapa yang memulainya.
Valentine day kata dia, merupakan istilah yang sangat akrab dan suatu momentum yang sangat dinanti-nantikan oleh para remaja dan pemuda-pemudi untuk mengekspresikan hasrat kasih sayang mereka. Hari yang diabadikan setiap 14 Februari ini, senantiasa disambut dan dirayakan oleh kawula muda sebagai bagian dari bentuk manifestasi rasa cinta dan kasih sayang.
Padahal lanjutnya, kalau dilacak atau ditelusuri akar historis valentine day ini, maka akan tanpak secara jelas, betapa gelar dan hari yang diabadikan sebagai simbol keagungan dan kesucian cinta ini, sangat paradoks dalam pemaknaan cinta yang sesungguhnya.
Terlebih lagi kata Bayu, kalau dihubungkan dengan konsep ajaran Islam. Sulit memang untuk kita bayangkan, jika bangsa yang berpenduduk mayoritas umat Islam ini, kalau kemudian Valentine day ini begitu semarak dirayakan, khususnya oleh kalangan remaja-remaja kita, baik secara terbuka (terang-terangan) maupun secara terselubung.
“Jika saja mereka yang merayakannya, adalah yang belum mengenal atau mengetahui tentang bagaimana akar sejarah Valentine day ini, sedikit masih dapat ditolerir akan kekeliruannya yang membuatnya berdosa dengan turut merayakannya,” ujar dia.
Lanjutnya, meskipun itu tidak seharusnya dilakukan karena Islam sangat menegur bagi orang-orang yang melaksanakan suatu tindakan yang belum tahu dasar hukumnya secara jelas. Tetapi yang paling sangat ironis, jika para remaja-pemuda muslim yang turut serta merayakannya padahal ia sudah tahu secara jelas, tentang bagaimana asal-usul pengabdian fragmen sejarah Valentine day ini.
“Sebagai seorang remaja dan pemuda Muslim yang tumbuh dengan baik, sejatinya harus benar-benar melihat, mencermati dan menyeleksi secara ketat tentang sesuatu hal yang dapat menghambat, menghalangi apalagi mencelakakan dari proses pembentukan jati dirinya,” tutur Bayu.
Karena itu, kegiatan bertajuk parade puisi diharapkannya menjadi ikhtiar untuk merangsang para remaja, kaum muda dan mahasiswa berkreasi ke arah yang positif. Tidak terlena dengan budaya hedonis, tetapi mencari alternatif lain untuk mengekspresikan diri dengan berkarya. “Alhamdulillah, respon terhadap kegiatan ini sangat baik. Terbukti dengan hadirnya teman-teman dari berbagai komunitas seni, teater dan budaya untuk memeriahkan,” tandasnya. (KS-13)
Parade Puisi KSM |
Menurut Bayu, Hari Valentine yang jatuh pada Tanggal 14 Februari menjadi momen yang kerap diabadikan remaja dan kaum muda sebagai ekspresi saling meyayangi. Namun, ekspresi tersebut kerap kebablasan dan menjurus ke hal negatif. Terlebih asal usul hari Valentine tak semua diketahui para remaja siapa yang memulainya.
Valentine day kata dia, merupakan istilah yang sangat akrab dan suatu momentum yang sangat dinanti-nantikan oleh para remaja dan pemuda-pemudi untuk mengekspresikan hasrat kasih sayang mereka. Hari yang diabadikan setiap 14 Februari ini, senantiasa disambut dan dirayakan oleh kawula muda sebagai bagian dari bentuk manifestasi rasa cinta dan kasih sayang.
Padahal lanjutnya, kalau dilacak atau ditelusuri akar historis valentine day ini, maka akan tanpak secara jelas, betapa gelar dan hari yang diabadikan sebagai simbol keagungan dan kesucian cinta ini, sangat paradoks dalam pemaknaan cinta yang sesungguhnya.
Terlebih lagi kata Bayu, kalau dihubungkan dengan konsep ajaran Islam. Sulit memang untuk kita bayangkan, jika bangsa yang berpenduduk mayoritas umat Islam ini, kalau kemudian Valentine day ini begitu semarak dirayakan, khususnya oleh kalangan remaja-remaja kita, baik secara terbuka (terang-terangan) maupun secara terselubung.
“Jika saja mereka yang merayakannya, adalah yang belum mengenal atau mengetahui tentang bagaimana akar sejarah Valentine day ini, sedikit masih dapat ditolerir akan kekeliruannya yang membuatnya berdosa dengan turut merayakannya,” ujar dia.
Lanjutnya, meskipun itu tidak seharusnya dilakukan karena Islam sangat menegur bagi orang-orang yang melaksanakan suatu tindakan yang belum tahu dasar hukumnya secara jelas. Tetapi yang paling sangat ironis, jika para remaja-pemuda muslim yang turut serta merayakannya padahal ia sudah tahu secara jelas, tentang bagaimana asal-usul pengabdian fragmen sejarah Valentine day ini.
“Sebagai seorang remaja dan pemuda Muslim yang tumbuh dengan baik, sejatinya harus benar-benar melihat, mencermati dan menyeleksi secara ketat tentang sesuatu hal yang dapat menghambat, menghalangi apalagi mencelakakan dari proses pembentukan jati dirinya,” tutur Bayu.
Karena itu, kegiatan bertajuk parade puisi diharapkannya menjadi ikhtiar untuk merangsang para remaja, kaum muda dan mahasiswa berkreasi ke arah yang positif. Tidak terlena dengan budaya hedonis, tetapi mencari alternatif lain untuk mengekspresikan diri dengan berkarya. “Alhamdulillah, respon terhadap kegiatan ini sangat baik. Terbukti dengan hadirnya teman-teman dari berbagai komunitas seni, teater dan budaya untuk memeriahkan,” tandasnya. (KS-13)
COMMENTS