Puluhanya mahasiswa baik yang belum maupun yang sudah melaksanakan wisuda Senin (30/06) mendatangi kediaman Ketua Yayasan Sekolah Tinggi Agama Islam Sultan Abdul Kahir (Stais), Hj Ferra Amalia, SE
Puluhanya mahasiswa baik yang belum maupun yang sudah melaksanakan wisuda Senin (30/06) mendatangi kediaman Ketua Yayasan Sekolah Tinggi Agama Islam Sultan Abdul Kahir (Stais), Hj Ferra Amalia, SE yang berlokasi di Jalan Soekarno Hatta Kota Bima. Kedatangan mereka, yakni mempertanyakan sekaligus menyampaikan beberapa tuntutan.
Tuntutan itu diantaranya menuntut pengembalian segala kerugian mulai dari uang administrasi pendaftaran, SPP, KRS hingga mengganti pengeluaran biaya selama melaksanakan perkuliahan selama 5 Tahun lebih. Tak hanya itu, mereka juga menuntut kepada Stais untuk memberikan ijazah kepada sejumlah mahasiswa yang telah mengikuti wisuda. Bahkan, mereka meminta kepada pihak Kepolisian agar melakukan proses hukum sesuai pelanggaran dugaan Tindak Pidana Penipuan dan asa pemanfaatan yang telah dilakukan oleh pengurus Yayasan Stais dibawah pimpinan Hj.Ferra Amalia, SE.
Setelah berorasi untuk menyampaikan tuntutan, Ketua Yayasan sekaligus Ketua DPRD Kota Bima itu menerima beberapa perwakilan massa aksi. Namun, wartawan tidak diijinkan untuk meliput. Entah apa alasan dibalik tidak diijinkan wartawan untuk meliput, hingga kini belum diketahui jawabanya. Ditengah berlangsungnya, pertemuan yang terkesan tertutup dalam kaitan itu, tiba-tiba keluar salah seorang aparat Kepolisian Polres Bima Kota yang meminta kepada massa aksi lain untuk tidak memberikan keterangan kepada wartawan. Massa yang sudah terlanjur emosi atas persoalan yang sedang dan sudah lama dialami, dengan enteng menjawab larangan Polisi tersebut. Masalahnya,jawaban karena ada pertanyaan. “Kami menjawab karena ada pertanyaan, lagipula kami sudah emosi atas persoalan ini, “kata, Firawati salah seorang mahasiswi yang sudah diwisuda tapi belum menerima ijazah.
Mendengar jawaban itu, aparat Kepolisian meminta kepada massa aksi untuk menghargai pihaknya. Karena, upaya untuk memediasi massa aksi dengan pihak Yayasan Stais telah dilakukan semaksimal mungkin. “Hargai kami, karena kami sudah berupaya untuk memediasi antara kalian dengan pihak yayasan. Jika tidak, kami akan mengusir kalian, termasuk wartawan, “tutur salah seorang aparat Kepolisian yang memimpin pengamanan jalannya aksi tersebut.
Firawati bersama rekan-rekanya, mengaku sudah berupaya untuk untuk melakukan komunikasi secara baik-baik atas persoalan tersebut. Namun, usaha untuk mencarikan solusi terbaik atas masalah tersebut praktis tidak membuahkan hasil. “Upaya baik-baik sudah sering kami lakukan, salah satunya yakni dengan melakukan komunikasi dengan adiknya yakni Ferdiansyah Fajar Islam (Dae Ade). Tapi, kami tidak memperoleh hasil maksimal. Makanya, cara seperti ini (Demo) kami lakukan, “tandasnya ketika perwakilan massa menggelar pertemuan dengan pihak Yayasan di ruang tamu Dae Ferra.
Masalah yang sudah dan sedang dihadapi mahasiswa saat ini lanjutnya, yakni persoalan ijazah dan nasib sejumlah mahasiswa yang belum diwisuda. Termasuk, masalah keuangan mulai dari awal hingga akhir kuliah. Masalahnya, legalitas mahasiswa mulai dari angkatan pertama hingga keempat belum jelas. “Kami telah diwisuda di IKIP Jember pada 1 Juni 2013 lalu. Tapi, sampai saat ini kami belum mendapat ijazah. Lantas bagaiamana nasib mahasiswa lain yang belum diwisuda,kami khawatir mereka juga akan mengalami nasib yang sama dengan kami. Diwisuda tapi hanya menghabiskan uang saja, sementara ijazah yang diharapkan tidak kunjung ada, “terangnya.
Tak lama kemudian, pihak yayasan Stais mengijinkan kepada seluruh massa aksi untuk mendengar hasil pertemuan dengan perwakilan massa aksi. Pada pertemuan itu, pihak Yayasan melalui Hj.Ferra Amalia, SE membuat surat perjanjian dan pernyataan akan menyelesaikan dan memperjuangkan ijazah mahasiswa yang sudah diwisuda bagi yang lunas sesuai kesepakatan paling lambat 30 Juli 2014. Sementara, yang belum diwisuda akan diperjuangkan untuk diwisudakan di Jember sesuai kalender akademik Ikip Jember yakni bulan November 2014. Bahkan, pihak yayasan juga bersedia mengembalikan uang mahasiswa, jika hal itu tidak berhasil dilakukan. “Bila hal itu tidak berhasil dilakukan sesuai batas waktu yang telah ditentukan, maka kami siap diproses sesuai aturan hukum yang berlaku, “tegas Hj Ferra Amalia, SE didepan massa aksi. (KS-09)
Setelah berorasi untuk menyampaikan tuntutan, Ketua Yayasan sekaligus Ketua DPRD Kota Bima itu menerima beberapa perwakilan massa aksi. Namun, wartawan tidak diijinkan untuk meliput. Entah apa alasan dibalik tidak diijinkan wartawan untuk meliput, hingga kini belum diketahui jawabanya. Ditengah berlangsungnya, pertemuan yang terkesan tertutup dalam kaitan itu, tiba-tiba keluar salah seorang aparat Kepolisian Polres Bima Kota yang meminta kepada massa aksi lain untuk tidak memberikan keterangan kepada wartawan. Massa yang sudah terlanjur emosi atas persoalan yang sedang dan sudah lama dialami, dengan enteng menjawab larangan Polisi tersebut. Masalahnya,jawaban karena ada pertanyaan. “Kami menjawab karena ada pertanyaan, lagipula kami sudah emosi atas persoalan ini, “kata, Firawati salah seorang mahasiswi yang sudah diwisuda tapi belum menerima ijazah.
Mendengar jawaban itu, aparat Kepolisian meminta kepada massa aksi untuk menghargai pihaknya. Karena, upaya untuk memediasi massa aksi dengan pihak Yayasan Stais telah dilakukan semaksimal mungkin. “Hargai kami, karena kami sudah berupaya untuk memediasi antara kalian dengan pihak yayasan. Jika tidak, kami akan mengusir kalian, termasuk wartawan, “tutur salah seorang aparat Kepolisian yang memimpin pengamanan jalannya aksi tersebut.
Firawati bersama rekan-rekanya, mengaku sudah berupaya untuk untuk melakukan komunikasi secara baik-baik atas persoalan tersebut. Namun, usaha untuk mencarikan solusi terbaik atas masalah tersebut praktis tidak membuahkan hasil. “Upaya baik-baik sudah sering kami lakukan, salah satunya yakni dengan melakukan komunikasi dengan adiknya yakni Ferdiansyah Fajar Islam (Dae Ade). Tapi, kami tidak memperoleh hasil maksimal. Makanya, cara seperti ini (Demo) kami lakukan, “tandasnya ketika perwakilan massa menggelar pertemuan dengan pihak Yayasan di ruang tamu Dae Ferra.
Masalah yang sudah dan sedang dihadapi mahasiswa saat ini lanjutnya, yakni persoalan ijazah dan nasib sejumlah mahasiswa yang belum diwisuda. Termasuk, masalah keuangan mulai dari awal hingga akhir kuliah. Masalahnya, legalitas mahasiswa mulai dari angkatan pertama hingga keempat belum jelas. “Kami telah diwisuda di IKIP Jember pada 1 Juni 2013 lalu. Tapi, sampai saat ini kami belum mendapat ijazah. Lantas bagaiamana nasib mahasiswa lain yang belum diwisuda,kami khawatir mereka juga akan mengalami nasib yang sama dengan kami. Diwisuda tapi hanya menghabiskan uang saja, sementara ijazah yang diharapkan tidak kunjung ada, “terangnya.
Tak lama kemudian, pihak yayasan Stais mengijinkan kepada seluruh massa aksi untuk mendengar hasil pertemuan dengan perwakilan massa aksi. Pada pertemuan itu, pihak Yayasan melalui Hj.Ferra Amalia, SE membuat surat perjanjian dan pernyataan akan menyelesaikan dan memperjuangkan ijazah mahasiswa yang sudah diwisuda bagi yang lunas sesuai kesepakatan paling lambat 30 Juli 2014. Sementara, yang belum diwisuda akan diperjuangkan untuk diwisudakan di Jember sesuai kalender akademik Ikip Jember yakni bulan November 2014. Bahkan, pihak yayasan juga bersedia mengembalikan uang mahasiswa, jika hal itu tidak berhasil dilakukan. “Bila hal itu tidak berhasil dilakukan sesuai batas waktu yang telah ditentukan, maka kami siap diproses sesuai aturan hukum yang berlaku, “tegas Hj Ferra Amalia, SE didepan massa aksi. (KS-09)
COMMENTS