Tewasnya Kapolsek Ambawali Kabupaten Bima, Iptu Abdul Salam karena dugaan penembakan menambah daftar korban Anggota Polri yang tewas di Bima.
Tewasnya Kapolsek Ambawali Kabupaten Bima, Iptu Abdul Salam karena dugaan penembakan menambah daftar korban Anggota Polri yang tewas di Bima. Setidaknya sudah tiga Polisi di Bima yang menjadi korban penembakan. Namun, hingga kini tak satupun pelaku kejahatan tersebut berhasil diungkap Kepolisian. Karenanya, kinerja institusi penegak hukum itu mendapat sorotan tajam.
Imbas tak terungkapnya para pelaku, menyebabkan masyarakat sipil kian terusik keamananya karena merasa terteror dengan munculnya kasus penembakan. Sehingga muncul asumsi masyarakat Kepolisian tak mampu menjadi pelindung masyarakat.
“Jangankan melindugi kita, melindungi dirinya sendiri saja pihak Kepolisian tidak mampu. Bagaimana mereka mau melindungi dan mengayomi masyarakat, sementara mereka sendiri menjadi korban penembakan itu,” kata Pengamat Sosial dan Politik, Syarif Ahmad, M.Si saat dihubungi wartawan kemarin.
Menurut Syarif, masyarakat kini bingung kepada siapa mereka meminta perlindungan. Dia kuatir dampak dari kondisi itu, masayarakat akhirnya melindungi dirinya masing-masing. Itu berarti bisa saja masyarakat mempersenjatai diri. “Karena itu, beberapa penembakan yang terjadi harus menjadi catatan Kapolda NTB untuk segera menuntaskannya agar masyarakat merasa nyaman,” desaknya.
Dia mengingatkan kepada pihak Kepolisian tidak berspekulasi terkait kasus dugaan penembakan yang menewaskan Kapolsek Ambawali, Iptu Abdul Salam beberapa hari lalu. Apalagi terlalu dini menyimpulkan dugaan pelaku dari jaringan terorisme atau kelompok Islam tertentu. Sebab tudingan yang diarahkan tersebut mesti disertai dengan bukti-bukti kuat. “Seharusnya rekonstruksi dulu, temukan dulu pelakunya baru bisa berspekulasi. Ini spekulasi dulu baru pelakunya belakangan ditemukan,” tutur Syarif.
Dia berpandangan, bahwa kegagalan mengungkap aksi teror tersebut akan melahirkan persepsi dari masyarakat sehingga orang menarik kesimpulan masing-masing. Celakanya kata dia, kesimpulan yang diambil itu tergantung dari perspektif masing-masing orang dalam melihat kasus tersebut. Ditambah lagi, Kepolisian juga tidak pernah mengungkap perkembangan penanganan kasus penembakan sebelumnya.
“Misalnya dari kasus penembakan Ipda Hanafi, Bripka M. Yamin, kemudian yang baru ini Kapolsek Ambalawi, Iptu Abdul Salam dan juga tewasnya Anggota Polisi di Tanjung, Hendra. Ini kan yang tidak diungkapkan oleh Kepolisian ke publik,” ujarnya.
Syarif mendesak Kapolda NTB hingga jajaran Kepolisian ditingkat daerah mesti mangatensi serius peredaran senjata api (senpi) di Bima. Sebab peredaran senpi menjadi salah satu penyebab terjadinya penembakan. “Masyarakat sangat resah dengan senpi, seakan-akan Bima ini kaya Texas juga jadinya. Mau kemana-mana selalu dihantui perasaan takut karena sekarang orang sudah main tembak,” ungkapnya.
Upaya yang harus dilakukan Kepolisian menurutnya, tidak melakukan sweeping senpi hanya pada saat kejadian. Itu menjadi kelemahan karena selalu berulang-ulang kali. Seharusnya sudah menjadi kewajiban Kepolisian tidak mengijinkan masyarakat sipil memegang senjata api. Celakanya, selalu saja ketika ada masalah baru bertindak. Mestinya langkah dan tindak prefentif tersebut bisa dilakukan sebagai pencegahan agar tidak beredar senpi ke tangan yang tidak semestinya.
Selain itu, dalam memproses setiap kasus Kepolisian harus obyektif, transparan, jujur dan professional. “Masyarakat juga perlu tahu kalau proses hukum dijalankan perkembangannya sudah sejauh mana. Agar tidak muncul persepsi buruk masyarakat dan tidak menarik kesimpulan masing-masing,” pungkasnya. (KS-13)
Imbas tak terungkapnya para pelaku, menyebabkan masyarakat sipil kian terusik keamananya karena merasa terteror dengan munculnya kasus penembakan. Sehingga muncul asumsi masyarakat Kepolisian tak mampu menjadi pelindung masyarakat.
“Jangankan melindugi kita, melindungi dirinya sendiri saja pihak Kepolisian tidak mampu. Bagaimana mereka mau melindungi dan mengayomi masyarakat, sementara mereka sendiri menjadi korban penembakan itu,” kata Pengamat Sosial dan Politik, Syarif Ahmad, M.Si saat dihubungi wartawan kemarin.
Menurut Syarif, masyarakat kini bingung kepada siapa mereka meminta perlindungan. Dia kuatir dampak dari kondisi itu, masayarakat akhirnya melindungi dirinya masing-masing. Itu berarti bisa saja masyarakat mempersenjatai diri. “Karena itu, beberapa penembakan yang terjadi harus menjadi catatan Kapolda NTB untuk segera menuntaskannya agar masyarakat merasa nyaman,” desaknya.
Dia mengingatkan kepada pihak Kepolisian tidak berspekulasi terkait kasus dugaan penembakan yang menewaskan Kapolsek Ambawali, Iptu Abdul Salam beberapa hari lalu. Apalagi terlalu dini menyimpulkan dugaan pelaku dari jaringan terorisme atau kelompok Islam tertentu. Sebab tudingan yang diarahkan tersebut mesti disertai dengan bukti-bukti kuat. “Seharusnya rekonstruksi dulu, temukan dulu pelakunya baru bisa berspekulasi. Ini spekulasi dulu baru pelakunya belakangan ditemukan,” tutur Syarif.
Dia berpandangan, bahwa kegagalan mengungkap aksi teror tersebut akan melahirkan persepsi dari masyarakat sehingga orang menarik kesimpulan masing-masing. Celakanya kata dia, kesimpulan yang diambil itu tergantung dari perspektif masing-masing orang dalam melihat kasus tersebut. Ditambah lagi, Kepolisian juga tidak pernah mengungkap perkembangan penanganan kasus penembakan sebelumnya.
“Misalnya dari kasus penembakan Ipda Hanafi, Bripka M. Yamin, kemudian yang baru ini Kapolsek Ambalawi, Iptu Abdul Salam dan juga tewasnya Anggota Polisi di Tanjung, Hendra. Ini kan yang tidak diungkapkan oleh Kepolisian ke publik,” ujarnya.
Syarif mendesak Kapolda NTB hingga jajaran Kepolisian ditingkat daerah mesti mangatensi serius peredaran senjata api (senpi) di Bima. Sebab peredaran senpi menjadi salah satu penyebab terjadinya penembakan. “Masyarakat sangat resah dengan senpi, seakan-akan Bima ini kaya Texas juga jadinya. Mau kemana-mana selalu dihantui perasaan takut karena sekarang orang sudah main tembak,” ungkapnya.
Upaya yang harus dilakukan Kepolisian menurutnya, tidak melakukan sweeping senpi hanya pada saat kejadian. Itu menjadi kelemahan karena selalu berulang-ulang kali. Seharusnya sudah menjadi kewajiban Kepolisian tidak mengijinkan masyarakat sipil memegang senjata api. Celakanya, selalu saja ketika ada masalah baru bertindak. Mestinya langkah dan tindak prefentif tersebut bisa dilakukan sebagai pencegahan agar tidak beredar senpi ke tangan yang tidak semestinya.
Selain itu, dalam memproses setiap kasus Kepolisian harus obyektif, transparan, jujur dan professional. “Masyarakat juga perlu tahu kalau proses hukum dijalankan perkembangannya sudah sejauh mana. Agar tidak muncul persepsi buruk masyarakat dan tidak menarik kesimpulan masing-masing,” pungkasnya. (KS-13)
COMMENTS