Perselihan pendapat antara Lurah Penanae dan Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM) kelurahan setempat mendapat respon Dewan Pengurus Daerah (DPD) LPM Kota Bima.
Perselihan pendapat antara Lurah Penanae dan Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM) kelurahan setempat mendapat respon Dewan Pengurus Daerah (DPD) LPM Kota Bima. Lurah didesak meminta maaf secara terbuka melalui media massa karena dianggap telah mendiskreditkan LPM dengan menyebut kepanjangan lembaga itu sebagai Lembaga Provokator Masyarakat.
Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM)
“Saya minta Lurah Penanae segera minta maaf kepada LPM secara terbuka dan mencabut kembali pernyataannya 3 kali 24 jam. Jika tidak, kami akan menempuh langkah-langkah hukum kepada yang bersangkutan,” ancam Ketua DPD LPM Kota Bima, Gufran, SH kepada koran ini, Selasa (10/3) pagi.
Gufran yang juga Pengacara muda ini menyesalkan pernyataan Lurah Penanae kalau memang benar dan didengar banyak masyarakat. Sebab, pernyataan itu dinilai telah melecehkan dan meruntuhkan wibawa LPM sebagai lembaga resmi yang dibentuk pemerintah. Apalagi, Lurah merupakan pejabat negara di tingkat bawah dan merupakan contoh bagi masyarakat.
“Kalau memang benar itu disampaikan kepada masyarakat, maka Lurah lah yang provakator bukan LPM. Saya minta pernyataannya itu diluruskan agar tidak merusak citra LPM. Saya juga minta Walikota dan Wakil Walikota memanggil Lurah tersebut agar bisa dibina,” tegasnya.
Menurutnya, LPM merupakan mitra pemerintah dalam mengontrol, mengawasi dan bekerjasama memajukan daerah. Ketika ada kritik dan masukan dari LPM, maka merupakan hal wajar sebagai mitra. Karenanya, Lurah diminta tidak alergi terhadap kritikan tersebut selama dalam konteks wajar dan konstruktif. Apalagi, sampai menganggap LPM sebagai musuh.
“Lurah tidak bisa sendiri dalam menjalankan tugas, program dan kegiatan. Semua komponen masyarakat terutama LPM harus dilibatkan agar tujuan itu maksimal dan dapat terwujud,” ujarnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM) Kelurahan Penanae kini ikut mengkritisi kebijakan Lurah setempat. Menyusul persoalan pertanggungjawaban anggaran Seleksi Tilawatil Qur’an (STQ) tingkat Kelurahan Penanae. Menurut LPM, Lurah setempat tidak transparan terkait segala macam program pemerintahan, apalagi terkait anggaran.
Selain itu, pihak kelurahan selama ini dituding tidak pernah melibatkan LPM pada sejumlah kegiatan. “Menurut saya pribadi tidak ada untungnya Musrenbang yang digelar di bawah kepemimpinan Iskandar selama dia memimpin kelurahan sejak 2013 silam, hanya menghabiskan anggaran dan dinikmati oleh diri oknum Lurah saja,” tuding Ketua LPM Penanae, Wahyudin, kemarin.
Ia juga menyesalkan, pernyataan Lurah setempat yang menyebut LPM sebagai Lembaga Provokator Masyarakat. Menurutnya, pernyataan itu telah melecehkan lembaga resmi yang dibentuk pemerintah. “Saya sudah merekam pernyataan resmi oknum lurah itu yang mengatakan lembaga ini adalah Lembaga Provokator pada MTQ tingkat kecamatan belum lama ini. Dan yang terpenting pelecehan lembaga ini sudah dilaporkan pada LPM tingkat propinsi NTB dan tingkat pusat,” ungkapnya. (KS-13)
Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM)
“Saya minta Lurah Penanae segera minta maaf kepada LPM secara terbuka dan mencabut kembali pernyataannya 3 kali 24 jam. Jika tidak, kami akan menempuh langkah-langkah hukum kepada yang bersangkutan,” ancam Ketua DPD LPM Kota Bima, Gufran, SH kepada koran ini, Selasa (10/3) pagi.
Gufran yang juga Pengacara muda ini menyesalkan pernyataan Lurah Penanae kalau memang benar dan didengar banyak masyarakat. Sebab, pernyataan itu dinilai telah melecehkan dan meruntuhkan wibawa LPM sebagai lembaga resmi yang dibentuk pemerintah. Apalagi, Lurah merupakan pejabat negara di tingkat bawah dan merupakan contoh bagi masyarakat.
“Kalau memang benar itu disampaikan kepada masyarakat, maka Lurah lah yang provakator bukan LPM. Saya minta pernyataannya itu diluruskan agar tidak merusak citra LPM. Saya juga minta Walikota dan Wakil Walikota memanggil Lurah tersebut agar bisa dibina,” tegasnya.
Menurutnya, LPM merupakan mitra pemerintah dalam mengontrol, mengawasi dan bekerjasama memajukan daerah. Ketika ada kritik dan masukan dari LPM, maka merupakan hal wajar sebagai mitra. Karenanya, Lurah diminta tidak alergi terhadap kritikan tersebut selama dalam konteks wajar dan konstruktif. Apalagi, sampai menganggap LPM sebagai musuh.
“Lurah tidak bisa sendiri dalam menjalankan tugas, program dan kegiatan. Semua komponen masyarakat terutama LPM harus dilibatkan agar tujuan itu maksimal dan dapat terwujud,” ujarnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM) Kelurahan Penanae kini ikut mengkritisi kebijakan Lurah setempat. Menyusul persoalan pertanggungjawaban anggaran Seleksi Tilawatil Qur’an (STQ) tingkat Kelurahan Penanae. Menurut LPM, Lurah setempat tidak transparan terkait segala macam program pemerintahan, apalagi terkait anggaran.
Selain itu, pihak kelurahan selama ini dituding tidak pernah melibatkan LPM pada sejumlah kegiatan. “Menurut saya pribadi tidak ada untungnya Musrenbang yang digelar di bawah kepemimpinan Iskandar selama dia memimpin kelurahan sejak 2013 silam, hanya menghabiskan anggaran dan dinikmati oleh diri oknum Lurah saja,” tuding Ketua LPM Penanae, Wahyudin, kemarin.
Ia juga menyesalkan, pernyataan Lurah setempat yang menyebut LPM sebagai Lembaga Provokator Masyarakat. Menurutnya, pernyataan itu telah melecehkan lembaga resmi yang dibentuk pemerintah. “Saya sudah merekam pernyataan resmi oknum lurah itu yang mengatakan lembaga ini adalah Lembaga Provokator pada MTQ tingkat kecamatan belum lama ini. Dan yang terpenting pelecehan lembaga ini sudah dilaporkan pada LPM tingkat propinsi NTB dan tingkat pusat,” ungkapnya. (KS-13)
COMMENTS