Lantaran sakit, dirinya tidak lagi dipekerjakan oleh pihak Manajemen SPBU Amahami. Parahnya, Arifudin dipecat tanpa ada pemberitahuan secara tertulis.
Sudah Jatuh ditimpa tangga, kata pepatah itu pantas ditujukan kepada Karyawan SPBU Amahami, Arifudin. Lantaran sakit, dirinya tidak lagi dipekerjakan oleh pihak Manajemen SPBU Amahami. Parahnya, Arifudin dipecat tanpa ada pemberitahuan secara tertulis.
Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU)
Sembilan tahun bekerja di SPBU Amahami membuat Arifudin bingung dengan statusnya sebagai karyawan di SPBU Amahami. Setelah sembuh dari sakit yang ia derita sejak bulan November 2014 lalu, ia ingin kembali bekerja seperti sediakala. Namun niatnya tersebut tidak diterima baik oleh piha SPBU Amahami, dengan alasan dirinya sudah tidak lagi menjadi karyawan.
Mendapatkan jawaban seperti dari pihak SPBU, ia mempertanyakan kembali alasan atas pemecatan yang dilakukan, namun oleh anak pemilik SPBU tersebut tidak bisa memberikan jawaban pasti. Bahkan anak pemilik SPBU itu menyarankan kepada dirinya untuk mendatangi Kantor Disnakertrans Kota Bima. ”Saya belum mendapatkan jawaban yang pasti terkait pemecatan saya,” ujarnya dengan nada kesal.
Dirinya tidak masuk kerja sudah jelas karena alasan sakit sinusitis kronis. Penyakit itu membuat Ia tidak bisa mencium aroma yang tajam seperti gas maupun parfum. Dirinya disarankan oleh dokter untuk istrahat bekerja selama 6 bulan untuk pemulihan dari sakitbnya. Namun saat itu dirinya tidak memberikan keterangan sakit kepada pihak SPBU karena selama ini, surat keterangan sakit tidak berlaku di SPBU Amahami. Sakit maupun alasan yang lain imbasnya tetap akan dipotong gaji sebanyak Rp.50 ribu perhari. ”Semua teman saya tahu kalau saya sakit, namun saya tidak memberikan keterangan sakit dikarenakan keterangan sakit tidak lagi berfungsi di SPBU Amahami, kami tetap dipotong gaji kok,” jelasnya.
Selama dirinya sakit, Ia tidak pernah mendapatkan bantuan pengobatan dari pihak SPBU. Semua biaya berobat, Ia tanggung sendiri. Padahal SPBU Amahami merupakan usaha yang sudah menggunakan PT dan harus dengan manajemen yang teratur mengenai status karyawan. Apalagi dirinya sudah bekerja selama sembilan tahun. ”Manajemen perusahaan SPBU Amahami sangat amburadul, mereka kelola seperti bisnis rumahan, padahal usaha tersebut sudah menggunakan PT,” ujarnya.
Atas pemecatan itu, dirinya mendesak agar diberikan uang pesangon. Karena dirinya sudah mengabdi selama sembilan tahun di SPBU itu. Tidak hanya itu, kasus yang menimpanya saat ini akan Ia adukan ke DPRD Kota Bima, karena pemecatan sepihak yang dilakukan pihak SPBU sangat merugikan diri dan keluarganya. Apalagi saat ini Ia merupakan tulang punggung keluarga. ”Saya akan mengadukan hal ini ke Disnakertrans dan DPRD Kota Bima,” ancamnya.
Sementara itu, pihak SPBU Amahami yang berusaha dimintai tanggapan terkait pemecatan tersebut tidak berhasil ditemui. (KS-17)
Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU)
Sembilan tahun bekerja di SPBU Amahami membuat Arifudin bingung dengan statusnya sebagai karyawan di SPBU Amahami. Setelah sembuh dari sakit yang ia derita sejak bulan November 2014 lalu, ia ingin kembali bekerja seperti sediakala. Namun niatnya tersebut tidak diterima baik oleh piha SPBU Amahami, dengan alasan dirinya sudah tidak lagi menjadi karyawan.
Mendapatkan jawaban seperti dari pihak SPBU, ia mempertanyakan kembali alasan atas pemecatan yang dilakukan, namun oleh anak pemilik SPBU tersebut tidak bisa memberikan jawaban pasti. Bahkan anak pemilik SPBU itu menyarankan kepada dirinya untuk mendatangi Kantor Disnakertrans Kota Bima. ”Saya belum mendapatkan jawaban yang pasti terkait pemecatan saya,” ujarnya dengan nada kesal.
Dirinya tidak masuk kerja sudah jelas karena alasan sakit sinusitis kronis. Penyakit itu membuat Ia tidak bisa mencium aroma yang tajam seperti gas maupun parfum. Dirinya disarankan oleh dokter untuk istrahat bekerja selama 6 bulan untuk pemulihan dari sakitbnya. Namun saat itu dirinya tidak memberikan keterangan sakit kepada pihak SPBU karena selama ini, surat keterangan sakit tidak berlaku di SPBU Amahami. Sakit maupun alasan yang lain imbasnya tetap akan dipotong gaji sebanyak Rp.50 ribu perhari. ”Semua teman saya tahu kalau saya sakit, namun saya tidak memberikan keterangan sakit dikarenakan keterangan sakit tidak lagi berfungsi di SPBU Amahami, kami tetap dipotong gaji kok,” jelasnya.
Selama dirinya sakit, Ia tidak pernah mendapatkan bantuan pengobatan dari pihak SPBU. Semua biaya berobat, Ia tanggung sendiri. Padahal SPBU Amahami merupakan usaha yang sudah menggunakan PT dan harus dengan manajemen yang teratur mengenai status karyawan. Apalagi dirinya sudah bekerja selama sembilan tahun. ”Manajemen perusahaan SPBU Amahami sangat amburadul, mereka kelola seperti bisnis rumahan, padahal usaha tersebut sudah menggunakan PT,” ujarnya.
Atas pemecatan itu, dirinya mendesak agar diberikan uang pesangon. Karena dirinya sudah mengabdi selama sembilan tahun di SPBU itu. Tidak hanya itu, kasus yang menimpanya saat ini akan Ia adukan ke DPRD Kota Bima, karena pemecatan sepihak yang dilakukan pihak SPBU sangat merugikan diri dan keluarganya. Apalagi saat ini Ia merupakan tulang punggung keluarga. ”Saya akan mengadukan hal ini ke Disnakertrans dan DPRD Kota Bima,” ancamnya.
Sementara itu, pihak SPBU Amahami yang berusaha dimintai tanggapan terkait pemecatan tersebut tidak berhasil ditemui. (KS-17)
COMMENTS