Mandeknya proses hukum terhadap H Syahrulah, tersangka kasus pengadaan tanah Pemerintah Kota (Pemkot) Bima kian mendapat sorotan dari publik
Kota Bima, KS.- Mandeknya proses hukum terhadap H Syahrulah, tersangka kasus pengadaan tanah Pemerintah Kota (Pemkot) Bima kian mendapat sorotan dari publik. Kini, giliran Anggota DPRD Kota Bima kembali berkicau soal penanganan kasus tersebut. Seperti penilaian yang disampaikan Anggota Komisi III, Sudirman DJ, SH.

Ilustrasi
Mantan Advokat ini berpendapat, bahwa penegak hukum sudah “masuk angin” dalam proses hukum kasus pengadaan tanah itu. Bahkan, Ia mencium ada indikasi permainan Jaksa sehingga kasus tersebut tak kunjung mendapat kepastian hukum. Pernyataan itu didasari menyusul keluarnya pernyataan Jaksa yang meragukan perhitungan BPKP sebagai lembaga resmi yang menghitung kerugian negara.
“Kalau ada pernyataan Jaksa meragukan perhitungan BPKP saya menduga ada indikasi permainan Jaksa entah karena ada tekanan atau intervensi pihak lain bisa saja terjadi. Karena BPKP lembaga audit resmi pemerintah. Jangankan BPKP, tenaga ahli pun yang melakukan perhitungan kerugian negara itu boleh. Keliru kalau Jaksa meragukan perhitungan BPKP,” kata Sudirman di ruang kerjanya kemarin.
Menurutnya, Kejaksaan tidak berwenang menilai hasil perhitungan BPKP, apalagi sampai meragukannya. Sebab nanti akan ada pembuktian oleh Majelis Hakim di dalam sidang di Pengadilan. “Ini jelas ada indikasi permainan Jaksa, bila perlu laporkan Jaksa itu ke Komisi Kejaksaan. Karena aneh, baru sekarang ada Jaksa yang meragukan perhitungan BPKP,” sorotnya.
Kata dia, dalam perhitungan kerugian negara, lembaga resmi yang diakui lembaga hukum yang bisa menghitung kerugian negara yakni BPK dan BPKP. Kalau keduanya tidak bisa, maka perhitungan bisa menggunakan Tim Ahli. Lantaran tak kunjung berujungnya proses hukum kasus itu, wajar menurutnya, ketika mahasiswa menyorot Kejaksaan karena terkesan tidak serius memproses kasus tersebut.
“Saya melihat Kepolisian sudah melengkapi berkas dan memenuhi unsur untuk menaikkan kasus itu. Tapi justru saat naik ke Kejaksaan perkara ini di ping pong dan dibolak balik. Sementara perkara kecil cepat sekali di P21,” kritiknya.
Politisi Partai Gerindra kembali menambahkan, Tim Independen bisa melakukan perhitungkan, apabila kedua lembaga yakni BPK dan BPKP tidak bisa, itupun harus dari Tim Ahli. Sementara disinggung soal pernyataan Sukirman Azis, Kuasa Hukum H Syahrullah bahwa kerugian negara hasil perhitungan BPKP tidak masuk akal karena terlalu besar, Ia berpendapat, kalau Jaksa menilai memang tidak ada masalah dan tidak ada kerugian kasus itu harusnya di SP3 saja daripada dipingpong kiri kanan.
“Status tersangka harus jelas, tidak digantung seperti ini. Karena dalam hukum harus ada kepastian, kalau lanjut ya dinaikkan, kalau tidak ya di SP3 saja. Kalau memang seperti ini proses hukumnya, Jaksa yang menangani lebih baik dilaporkan ke Komisi Kejaksaan saja,” tegasnya.
Secara terpisah, Kapolres Bima Kota melalui Kasat Reskrim, IPTU Yerry T putra yang dikonfirmasi belum mengetahui berkas kasus H Syahrullah sudah dikembalikan atau belum. Sebab saat ini dirinya sedang berada di luar daerah dalam rangka tugas Dinas. “Coba hungi BKO Reskrim, maaf saya masih di luar daerah,” ujarnya singkat melalui handphone.
Kajari Raba Bima melalui Dipo Iqbal SH yang dihubungi sejak Rabu (26/8) sampai Jum'at (28/8) belum memberikan tanggapan tentang kepastian resmi dikembalikannya kasus yang menyita perhatian publik itu. Termasuk soal alasan pengembalian lantaran belum ada saksi independen yang menguatkan hasil audit BPKP Mataram.
Sebelumnya, Dipo juga menegaskan berkas Syahrullah dalam pekan ini pasti dikembalikan ke penyidik. Pengembalian ini, karena petunjuk Jaksa seperti melengkapi saksi ahli yang dapat menghitung nilai tanah. “Sebenarnya petunjuk ini tidak dapat dibeberkan karena kuatirnya akan dimanfaatkan bagi tersangka untuk mencari celah langkah hukum. Mau bagaimana, terpaksa kami beberkan petunjuk ini demi tranparansi dalam penegakan hukum. Termasuk agar tidak ada isu miring dalam pengembalian berkas ke penyidik,” tegasnya di Kantor, Senin (24/8).
Memang benar kenyataanya lanjut Dipo, berkas dikembalikan lebih dari dua kali. Hal ini dilakukan secara professional seperti diatur oleh undang-undang. Pengembalian tersebut lantaran sebagian petunjuk memang belum dilengapi oleh Penyidik Tipikor Polres Bima Kota. “Kasus ini merupakan kasus dugaan mark up harga tanah. Negara kelebihan membayar. Saksi ahli untuk menghitung harga tanah itu belum dilengkapi,” sebutnya. (KS-13/KS-17)

Ilustrasi
Mantan Advokat ini berpendapat, bahwa penegak hukum sudah “masuk angin” dalam proses hukum kasus pengadaan tanah itu. Bahkan, Ia mencium ada indikasi permainan Jaksa sehingga kasus tersebut tak kunjung mendapat kepastian hukum. Pernyataan itu didasari menyusul keluarnya pernyataan Jaksa yang meragukan perhitungan BPKP sebagai lembaga resmi yang menghitung kerugian negara.
“Kalau ada pernyataan Jaksa meragukan perhitungan BPKP saya menduga ada indikasi permainan Jaksa entah karena ada tekanan atau intervensi pihak lain bisa saja terjadi. Karena BPKP lembaga audit resmi pemerintah. Jangankan BPKP, tenaga ahli pun yang melakukan perhitungan kerugian negara itu boleh. Keliru kalau Jaksa meragukan perhitungan BPKP,” kata Sudirman di ruang kerjanya kemarin.
Menurutnya, Kejaksaan tidak berwenang menilai hasil perhitungan BPKP, apalagi sampai meragukannya. Sebab nanti akan ada pembuktian oleh Majelis Hakim di dalam sidang di Pengadilan. “Ini jelas ada indikasi permainan Jaksa, bila perlu laporkan Jaksa itu ke Komisi Kejaksaan. Karena aneh, baru sekarang ada Jaksa yang meragukan perhitungan BPKP,” sorotnya.
Kata dia, dalam perhitungan kerugian negara, lembaga resmi yang diakui lembaga hukum yang bisa menghitung kerugian negara yakni BPK dan BPKP. Kalau keduanya tidak bisa, maka perhitungan bisa menggunakan Tim Ahli. Lantaran tak kunjung berujungnya proses hukum kasus itu, wajar menurutnya, ketika mahasiswa menyorot Kejaksaan karena terkesan tidak serius memproses kasus tersebut.
“Saya melihat Kepolisian sudah melengkapi berkas dan memenuhi unsur untuk menaikkan kasus itu. Tapi justru saat naik ke Kejaksaan perkara ini di ping pong dan dibolak balik. Sementara perkara kecil cepat sekali di P21,” kritiknya.
Politisi Partai Gerindra kembali menambahkan, Tim Independen bisa melakukan perhitungkan, apabila kedua lembaga yakni BPK dan BPKP tidak bisa, itupun harus dari Tim Ahli. Sementara disinggung soal pernyataan Sukirman Azis, Kuasa Hukum H Syahrullah bahwa kerugian negara hasil perhitungan BPKP tidak masuk akal karena terlalu besar, Ia berpendapat, kalau Jaksa menilai memang tidak ada masalah dan tidak ada kerugian kasus itu harusnya di SP3 saja daripada dipingpong kiri kanan.
“Status tersangka harus jelas, tidak digantung seperti ini. Karena dalam hukum harus ada kepastian, kalau lanjut ya dinaikkan, kalau tidak ya di SP3 saja. Kalau memang seperti ini proses hukumnya, Jaksa yang menangani lebih baik dilaporkan ke Komisi Kejaksaan saja,” tegasnya.
Secara terpisah, Kapolres Bima Kota melalui Kasat Reskrim, IPTU Yerry T putra yang dikonfirmasi belum mengetahui berkas kasus H Syahrullah sudah dikembalikan atau belum. Sebab saat ini dirinya sedang berada di luar daerah dalam rangka tugas Dinas. “Coba hungi BKO Reskrim, maaf saya masih di luar daerah,” ujarnya singkat melalui handphone.
Kajari Raba Bima melalui Dipo Iqbal SH yang dihubungi sejak Rabu (26/8) sampai Jum'at (28/8) belum memberikan tanggapan tentang kepastian resmi dikembalikannya kasus yang menyita perhatian publik itu. Termasuk soal alasan pengembalian lantaran belum ada saksi independen yang menguatkan hasil audit BPKP Mataram.
Sebelumnya, Dipo juga menegaskan berkas Syahrullah dalam pekan ini pasti dikembalikan ke penyidik. Pengembalian ini, karena petunjuk Jaksa seperti melengkapi saksi ahli yang dapat menghitung nilai tanah. “Sebenarnya petunjuk ini tidak dapat dibeberkan karena kuatirnya akan dimanfaatkan bagi tersangka untuk mencari celah langkah hukum. Mau bagaimana, terpaksa kami beberkan petunjuk ini demi tranparansi dalam penegakan hukum. Termasuk agar tidak ada isu miring dalam pengembalian berkas ke penyidik,” tegasnya di Kantor, Senin (24/8).
Memang benar kenyataanya lanjut Dipo, berkas dikembalikan lebih dari dua kali. Hal ini dilakukan secara professional seperti diatur oleh undang-undang. Pengembalian tersebut lantaran sebagian petunjuk memang belum dilengapi oleh Penyidik Tipikor Polres Bima Kota. “Kasus ini merupakan kasus dugaan mark up harga tanah. Negara kelebihan membayar. Saksi ahli untuk menghitung harga tanah itu belum dilengkapi,” sebutnya. (KS-13/KS-17)
COMMENTS