Masalahnya, semenjak dinikahi hingga dikarunia seorang bayi yang kini baru berusia 4 bulan, wanita malang itu nyaris tidak pernah dinafkahi. Justru, yang didapat bukan kebahagiaan, melainkan penghinaan, dihina lalu kemudian diceraikan secara sepihak.
Kota Bima, KS.– Allah SWT menciptakan manusia dengan ciri, profesi, dan rezeki masing-masing. Suka duka, susah senang, bahagia atau terkadang harus mengalami penderitaan berkepanjangan sesungguhnya bukanlah sesuatu yang tabu. Tapi, lumrah terjadi dan dialami oleh setiap manusia tanpa memandang siapa juga status sosialnya. Demikian halnya dialami, Bunga (bukan nama sebenarnya),salah seorang wanita asal Kota Bima. Kisah hidup ibu satu anak itu tergolong tragis dan teramat menyedihkan, penderitaanya seolah tak pernah kunjung berakhir. Saking lamanya, hingga nyaris tidak pernah merasakan kebahagiaan selama lima Tahun menjalani hubungan suami istri dengan Dd, salah seorang Pegawai Negeri Sipil (PNS) Pemerintah Kota (Pemkot) Bima.
Ilustrasi
Duka istri kedua PNS itu bertambah parah, bahkan harus mengalami penderitaan secara lahir maupun bathin. Masalahnya, semenjak dinikahi hingga dikarunia seorang bayi yang kini baru berusia 4 bulan, wanita malang itu nyaris tidak pernah dinafkahi. Justru, yang didapat bukan kebahagiaan, melainkan penghinaan, dihina lalu kemudian diceraikan secara sepihak.”Bukan bahagia yang kudapatkan,malah kesengsaraan,tersiksa secara lahir dan bathin. Derita yang saya alami, bukan hanya karena tak dinafkahi. Tapi, lantaran prilakunya yang terkesan tak manusiawi, saya dihina lalu diceraikan sepihak,” ungkapnya.
Ironisnya, keberadaan mantan suaminya yang seakan-akan melupakan tanggungjawabnya sebagai Kepala Keluarga (KK) tidak dipersoalkan. Bahkan, tidak pernah mengeluh apalagi sampai harus menekan agar dinafkahi. Sebab, beban tanggungjawab untuk biaya hidup sehari-hari masih sanggup ia pikul. Walaupun, harus berperan ganda menjadi ibu dari anak sekaligus tulang punggung keluarga demi menggantikan kewajiban mantan suaminya tersebut. Bagi wanita yang diketahui sangat tertutup terutama menyangkut urusan pribadi itu, yang dibutuhkan dari PNS dimaksud hanya tanggungjawab dalam bentuk perhatian.
”Saya cuman butuh perhatian, suami menegur ketika istri melakukan kesalahan. Soal uang, ada tidak, dikasih atau tidak olehnya, nggak saya pikirkan. Uang dapat dicari, meski tanpa bantuan suami. Faktanya, saya sanggup membiayai kebutuhan hidup selama tinggal bersamanya. Jadi bukan soal fulus, hanya perhatian darinya. Perhatian agar mantan suami saya menyadari dengan statusnya,” ujar wanita itu.
Celakanya yang diharapkan justru berbanding terbalik dengan kenyataan sesungguhnya, kebahagiaan ibarat harapan hampa tanpa makna. Diakuinya, jangankan tanggungjawab sebagai kepala rumah tangga atau kebahagiaan yang ia rasakan selama hidup bersamanya. Sedikit perhatian dalam bentuk teguran saja nyaris bahkan tak pernah ia dapatkan. Meski demikian, tapi beragam atau sebesar apapun masalah yang dialaminya dijadikan semangat, ujian dari Allah SWT untuk mengukur keikhlasan sekaligus seberapa kuat hambanya menghadapi tantangan hidup. Prinsipnya, Tuhan tidak akan memberi ujian diluar batas kemampuan hambanya.”Saya tak terbebani, walaupun kerap kali dicaci maki dan dihina. Malah, saya semakin bersemangat, masalah bukan hambatan tapi tantangan hidup. Saya sadar, Allah SWT tengah menguji kesabaran dan keikhlasan. Termasuk, kesanggupan saya menjalani hidup bersama si bayi ini. Terbukti, tahap demi tahap ujian mampu dilewati. Semenjak pisah denganya (eks suami), saya dan si buah hati merasa nyaman, jiwa saya tenang,” akunya.
Tak bisa dipungkiri, tak satupun manusia yang luput dari khilaf juga kesalahan. Pun, dalam diri setiap manusia terdapat kelebihan dan kekurangan, ada nilai positif juga negatifnya. Menanggapi hal itu, ia tak menampik kelebihan mantan suaminya tersebut. Kelebihanya, tidak pernah melakukan kekerasan fisik atau yang lebih dikenal Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT). Tapi, yang paling menyakitkan hatinya yakni soal perceraian. “Perceraian sepihak itu sangat menyakitkan. Tapi, saya ikhlaskan, lagi pula itu sudah berlalu. Yakin saja, semua yang kita lakukan pasti ada ganjaranya. Cerita itu masa lalu, cukup jadi pelajaran. Saat ini,masa depan saya dan si buah hati ini jauh lebih penting ketimbang memikirkan yang sudah berlalu,” pungkasnya. (KS-03)
Ilustrasi
Duka istri kedua PNS itu bertambah parah, bahkan harus mengalami penderitaan secara lahir maupun bathin. Masalahnya, semenjak dinikahi hingga dikarunia seorang bayi yang kini baru berusia 4 bulan, wanita malang itu nyaris tidak pernah dinafkahi. Justru, yang didapat bukan kebahagiaan, melainkan penghinaan, dihina lalu kemudian diceraikan secara sepihak.”Bukan bahagia yang kudapatkan,malah kesengsaraan,tersiksa secara lahir dan bathin. Derita yang saya alami, bukan hanya karena tak dinafkahi. Tapi, lantaran prilakunya yang terkesan tak manusiawi, saya dihina lalu diceraikan sepihak,” ungkapnya.
Ironisnya, keberadaan mantan suaminya yang seakan-akan melupakan tanggungjawabnya sebagai Kepala Keluarga (KK) tidak dipersoalkan. Bahkan, tidak pernah mengeluh apalagi sampai harus menekan agar dinafkahi. Sebab, beban tanggungjawab untuk biaya hidup sehari-hari masih sanggup ia pikul. Walaupun, harus berperan ganda menjadi ibu dari anak sekaligus tulang punggung keluarga demi menggantikan kewajiban mantan suaminya tersebut. Bagi wanita yang diketahui sangat tertutup terutama menyangkut urusan pribadi itu, yang dibutuhkan dari PNS dimaksud hanya tanggungjawab dalam bentuk perhatian.
”Saya cuman butuh perhatian, suami menegur ketika istri melakukan kesalahan. Soal uang, ada tidak, dikasih atau tidak olehnya, nggak saya pikirkan. Uang dapat dicari, meski tanpa bantuan suami. Faktanya, saya sanggup membiayai kebutuhan hidup selama tinggal bersamanya. Jadi bukan soal fulus, hanya perhatian darinya. Perhatian agar mantan suami saya menyadari dengan statusnya,” ujar wanita itu.
Celakanya yang diharapkan justru berbanding terbalik dengan kenyataan sesungguhnya, kebahagiaan ibarat harapan hampa tanpa makna. Diakuinya, jangankan tanggungjawab sebagai kepala rumah tangga atau kebahagiaan yang ia rasakan selama hidup bersamanya. Sedikit perhatian dalam bentuk teguran saja nyaris bahkan tak pernah ia dapatkan. Meski demikian, tapi beragam atau sebesar apapun masalah yang dialaminya dijadikan semangat, ujian dari Allah SWT untuk mengukur keikhlasan sekaligus seberapa kuat hambanya menghadapi tantangan hidup. Prinsipnya, Tuhan tidak akan memberi ujian diluar batas kemampuan hambanya.”Saya tak terbebani, walaupun kerap kali dicaci maki dan dihina. Malah, saya semakin bersemangat, masalah bukan hambatan tapi tantangan hidup. Saya sadar, Allah SWT tengah menguji kesabaran dan keikhlasan. Termasuk, kesanggupan saya menjalani hidup bersama si bayi ini. Terbukti, tahap demi tahap ujian mampu dilewati. Semenjak pisah denganya (eks suami), saya dan si buah hati merasa nyaman, jiwa saya tenang,” akunya.
Tak bisa dipungkiri, tak satupun manusia yang luput dari khilaf juga kesalahan. Pun, dalam diri setiap manusia terdapat kelebihan dan kekurangan, ada nilai positif juga negatifnya. Menanggapi hal itu, ia tak menampik kelebihan mantan suaminya tersebut. Kelebihanya, tidak pernah melakukan kekerasan fisik atau yang lebih dikenal Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT). Tapi, yang paling menyakitkan hatinya yakni soal perceraian. “Perceraian sepihak itu sangat menyakitkan. Tapi, saya ikhlaskan, lagi pula itu sudah berlalu. Yakin saja, semua yang kita lakukan pasti ada ganjaranya. Cerita itu masa lalu, cukup jadi pelajaran. Saat ini,masa depan saya dan si buah hati ini jauh lebih penting ketimbang memikirkan yang sudah berlalu,” pungkasnya. (KS-03)
COMMENTS