Polemik soal program 100 hari Bupati dan Wakil Bupati Bima belum juga Berakhir. Bahkan kini muncul perselisihan dan saling serang secara pribadi yang makin memanas
Bima, KS.- Polemik soal program 100 hari Bupati dan Wakil Bupati Bima belum juga Berakhir. Bahkan kini muncul perselisihan dan saling serang secara pribadi yang makin memanas antara oknum anggota DPRD Kabupaten Bima, Edi Muhlis, S.Sos dengan salah seorang aktivis senior Bima Abdulah Kalate. Polemik yang bermula dari tanggapan H.Haeruddin, ST,MT atas pernyataan Indra Jaya Kepala Bappeda tentang program 100 hari kerja Bupati –Wakil Bupati (Wabup) Bima, kini semakin memanas.
Edy Muchlis, S.Sos.
Polemik ini semakin memanas, setelah munculnya pernyataan Edi Muhlis yang menuding Abdullah Kalate sebagai ustadz Modal Dusta (Modus). Pernyataan Edi Muhlis tersebut dinilai telah menyerang pribadi Abdullah Kalate, dan terkesan kekanak-kanakan. “ Pernyataan seperti itu tidak pantas untuk disampaikan oleh oknum anggota DPRD yang dianggap terhormat. Sebab akan mengurangi wibawa dia sebagai anggota DPRD dan terlihat seperti orang bodoh dan tolol (Botol),” Ujar Kalate kepada koran ini Selasa kemarin.
Menurutnya, Oknum anggota DPRD seperti Edi Muhlis dipilih oleh rakyat sebagai wakil rakyat untuk menyampaikan aspirasi rakyat di lembaga Legislatif, bukan dipilih oleh Bupati. Saking bodoh dan tololnya, Edi Muhlis telah menuding rakyat, bahwa Abdullah Kalate ustad modus dan menjadi budak istanah. “ Wajar saja kecongkakan karakter pribadi Edi Muhlis seperti itu, karena dia anak yang baru dilahirkan kemarin dengan kemampuan segenggam ilmu dari Desa Laju, Sehingga daya nalarnya sangat terbatas,” bebernya.
Lanjut Kalate, Ada tiga hal kebodohan manusia yakni kehampaan jiwa dalam ilmu pengetahuan, meyakini sesuatu yang tidak sesuai dengan kondisi yang sebenarnya dan melakukan sesuatu yang bertentangan dengan kebenaran. “ Sebenarnya kampus bukan arena pencipta para sarjana karbitan, yang ujung-ujungnya menjadi pembunuh bayaran dalam kehidupan sosial. Apalagi sampai mengedepankan materi ketimbang tanggungjawab moral dan ahlak yang tinggi, dan implementasinya hanya menelorkan paradigm-paradigma yang bodoh dan keliru terus,” jelasnya.
Sebagai pemerhati hukum dan Dai Politik atau bukan Dai Amplop, dirinya mengaku punya hak kedaulatan untuk mengawal kinerja legislative, eksekutif dan yudikatif sepanjang tidak melanggar asas hukum. “ Sapaan anggota DPRD yang terhormat, bukan jaminan mutu atas martabat, harkat dan derajat bagi seorang hamba politik atau hamba hukum. Edi Muhlis tidak usah marah-marah seperti anak kecil, karena tidak pantas kapasitas dan wawasan saudara untuk menilai ustadz Kalate seperti itu secara natural, apalagi secara supranatural,” sebutnya.
Dirinya meminta kepada Edi Muhlis agar tidak menyerang pribadi, karena ini bukan masalah Moral, Kapasitas dan motivasi atau bukan masalah DPRD, karena itu hanya kebetulan saja. “ Kapasitas Ustadz Kalate telah teruji dan terukir jelas dalam bingkai klise dokumentasi histori yang sangat langka dan mahal. Kemampuan Kalate diluar dari kemampuan Edi Muhlis, dan belum pantas bagi Edi Muhlis atau Ratusan Edi Muhlis untuk mencetak ulang Sejarah kemampuan Kalate,” tegasnya. (KS-02)
Edy Muchlis, S.Sos.
Polemik ini semakin memanas, setelah munculnya pernyataan Edi Muhlis yang menuding Abdullah Kalate sebagai ustadz Modal Dusta (Modus). Pernyataan Edi Muhlis tersebut dinilai telah menyerang pribadi Abdullah Kalate, dan terkesan kekanak-kanakan. “ Pernyataan seperti itu tidak pantas untuk disampaikan oleh oknum anggota DPRD yang dianggap terhormat. Sebab akan mengurangi wibawa dia sebagai anggota DPRD dan terlihat seperti orang bodoh dan tolol (Botol),” Ujar Kalate kepada koran ini Selasa kemarin.
Menurutnya, Oknum anggota DPRD seperti Edi Muhlis dipilih oleh rakyat sebagai wakil rakyat untuk menyampaikan aspirasi rakyat di lembaga Legislatif, bukan dipilih oleh Bupati. Saking bodoh dan tololnya, Edi Muhlis telah menuding rakyat, bahwa Abdullah Kalate ustad modus dan menjadi budak istanah. “ Wajar saja kecongkakan karakter pribadi Edi Muhlis seperti itu, karena dia anak yang baru dilahirkan kemarin dengan kemampuan segenggam ilmu dari Desa Laju, Sehingga daya nalarnya sangat terbatas,” bebernya.
Lanjut Kalate, Ada tiga hal kebodohan manusia yakni kehampaan jiwa dalam ilmu pengetahuan, meyakini sesuatu yang tidak sesuai dengan kondisi yang sebenarnya dan melakukan sesuatu yang bertentangan dengan kebenaran. “ Sebenarnya kampus bukan arena pencipta para sarjana karbitan, yang ujung-ujungnya menjadi pembunuh bayaran dalam kehidupan sosial. Apalagi sampai mengedepankan materi ketimbang tanggungjawab moral dan ahlak yang tinggi, dan implementasinya hanya menelorkan paradigm-paradigma yang bodoh dan keliru terus,” jelasnya.
Sebagai pemerhati hukum dan Dai Politik atau bukan Dai Amplop, dirinya mengaku punya hak kedaulatan untuk mengawal kinerja legislative, eksekutif dan yudikatif sepanjang tidak melanggar asas hukum. “ Sapaan anggota DPRD yang terhormat, bukan jaminan mutu atas martabat, harkat dan derajat bagi seorang hamba politik atau hamba hukum. Edi Muhlis tidak usah marah-marah seperti anak kecil, karena tidak pantas kapasitas dan wawasan saudara untuk menilai ustadz Kalate seperti itu secara natural, apalagi secara supranatural,” sebutnya.
Dirinya meminta kepada Edi Muhlis agar tidak menyerang pribadi, karena ini bukan masalah Moral, Kapasitas dan motivasi atau bukan masalah DPRD, karena itu hanya kebetulan saja. “ Kapasitas Ustadz Kalate telah teruji dan terukir jelas dalam bingkai klise dokumentasi histori yang sangat langka dan mahal. Kemampuan Kalate diluar dari kemampuan Edi Muhlis, dan belum pantas bagi Edi Muhlis atau Ratusan Edi Muhlis untuk mencetak ulang Sejarah kemampuan Kalate,” tegasnya. (KS-02)
COMMENTS