Skandal dugaan Korupsi di Dinas Pertanian, Tanaman Pangan dan Holtikutura (Dispertapa) Kabupaten Bima, terus menumpuk. Dari dugaan korupsi...
Skandal dugaan Korupsi di Dinas Pertanian, Tanaman Pangan dan Holtikutura (Dispertapa) Kabupaten Bima, terus menumpuk. Dari dugaan korupsi proyek Sumur Bor, pengadaan bibit bawang merah, pengadaan bibit kedelai, dan kegiatan rehabilitasi saluran irigasi hingga dugaan korupsi pada program cetak sawah baru tahun 2016 yang menelan APBN Rp.70 lebih Milyar Rupiah.Bahkan, dari sederet persoalan dengan sejumlah program, kegiatan berbeda di Instansi yang tengah dipercayakan terhadap Ir.Muhammad Tayeb tersebut, beberapa kasus sudah dan sedang dalam proses hukum. Diantaranya, dugaan korupsi proyek Sumur Bor di Kecamatan Langgudu dan program rehabilitasi saluran Irigasi Tahun 2016 ini.
Bima, KS. - Dinas yang katanya terus memperjuangkan nasib para Petani itu seakan-akan sangat disayang oleh praktek tak terpuji. Selain, dua kasus yang masih parkir di pihak Kejaksaan Negeri (Kejaksaan) Raba Bima. Namun, juga terdapat berkas kasus lain yang tengah ditangani Penyidik Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Sat Reskrim Polres Bima Kabupaten. Salah satunya, proyek pengadaan Bibit Bawang Merah.
Kini, muncul praktek beraroma korupsi melalui program Cetak Sawah Baru. Kasus yang berpotensi pelanggaran hukum pada program yang menghabiskan APBN Tahun Anggaran (TA) 2016 senilai Rp.70 lebih Milyar tersebut terungkap ketika ditemukan beberapa ketimpangan. Mulai dari perencanaan awal hingga pada laporan sebagai bentuk pertanggungjawaban atas penggunaan uang Negara tersebut.
"Sesungguhnya, dugaan pelanggaran pada program itu sudah dari awal, sejak pengusulan lahan dengan luas 5 ribu hektar," ungkap
Penggunaan dana bernilai besar untuk kegiatan cetak sawah disejumlah lokasi se kabupaten bima itu berpotensi pelanggaran hukum, terdapat pada lahan yang saat ini menjadi lokasi cetak sawah baru dan termasuk temuan lain dalam proses pelaksaan kegiatan tersebut.
Masalahnya, lahan seluas 5 ribu Hektar yang diusulkan demi mendatangkan dana pusat itu diduga fiktif, sarat dengan rekayasa belaka. "Saya menduga, lahan itu fiktif, hasil rekayasa. Di daerah kita ini, dari mana lahan seluas itu untuk cetak sawah baru," bebernya.
Sehingga lanjutnya, jangan heran ketika terdengar informasi soal kesulitan dan kekurangan lahan ditengah pekerjaan berlangsung. Pemicunya, lahan yang tersedia tidak sesuai dengan besarnya alokasi anggaran dari pusat.Maksudnya, luas lahan kecil bahkan tidak sampai 5 ribu Ha, sementara alokasi anggaran besar sesuai luas lahan yang diajukan. Katanya, hal itu merupakan salah satu bukti indikasi kecurangan pada perencanaan awal."Itu adalah bukti yang memperkuat dugaan rekayasa luas lahan. Mustahil, persoalan lahan terjadi kalau saja alokasi anggaran sesuai dengan luas lahan yang diusulkan," tandasnya.
Bukti lain sebutnya, untuk memperkuat dugaan rekayasa luas lahan terdapat pada syarat teknis tentang kegiatan tersebut. Seperti apa kondisi lahan, bagaimana dengan sumber air, dan beberapa persyaratan yang mesti dipenuhi. Apabila merujuk pada syarat teknisnya, sumber koran ini menilai lahan di kabupaten bima sesungguhnya belum memenuhi syarat untuk cetak sawah baru. Artinya, secara normatif lahan di kabupaten bima belum memenuhi syarat. Alasanya, lahan yang sudah dan akan dijadikan areal persawahan baru hampir sebagian besar jauh dari sumber air. Baginya, cukup dua kecamatan saja sebagai samplenya, yakni di Kecamatan Tambora dan kecamatan Soromandi.
"Kalau ada yang keberatan dengan hal ini, saya tantang untuk bersama-sama kroscek langsung dilapangan untuk melihat sekaligus membuktikan mana saja lokasi cetak sawah baru yang jauh dari sumber mata air.Bahkan, sama sekali tidak ada mata airnya. Padahal, air sangat dibutuhkan guna terpenuhinya persyaratan lain.Salah s atunya, minimal satu kali dalam setahun lahan sawah baru mesti ditanami padi. Kalau kondisinya seperti ini, jamin nggak lahan itu bisa ditanami padi sekali setahun," terangnya.
Persoalan lain yang baru-baru ini mencuat dipermukaan tambah sumber, yakni menyangkut dugaan laporan fiktif sebagai bentuk pertanggungjawaban terhadap penggunaan anggaran tersebut. Modelnya, diduga pelaksana menyampaikan laporan 100 persen. Sedangkan, kondisi fisik pekerjaan belum tuntas sesuai nominal anggaran yang dikucurkan. Dugaan itu terjadi di Desa Sampungu Kecamatan Soromandi dengan pelaksana, Rangga. Celakanya, laporan pertanggungjawab yang disampaikan Saudara kandung salah satu Kepala Seksi (Kasi) di dispertapa itu berbanding terbalik dengan kenyataan sesungguhnya."Informasi yang saya peroleh, fisik pekerjaan belum tuntas, tapi dalam laporan pertanggungjawaban disampaikan 100 persen," tuturnya.
Sehingga, Aparat Keamanan dari TNI yang dipercayakan untuk mengawasi sekaligus menerima LPJ atas penggunaan anggaran negara tersebut mengambil sikap. Bentuknya, melakukan kroscek di lapangan guna mencari kebenaran sesungguhnya."Kabarnya, TNI sudah turun cek di lokasi cetak sawah baru di sampungu. Entah bagaimana hasilnya, saya belum dapatkan informasinya," pungkas sumber.
Sementara, Kepala Bidang (Kabid), Muhammad saat dikonfirmasi seputar persoalan tersebut enggan berkomentar banyak. Sebab, kewenangannya hanya menyangkut teknis program saja."Kewenangan saya hanya secara teknis saja," akunya. (AR-02)
I think your blog is very nice and thanks for your blog, if no objection to your blog just to always update it
BalasHapuspoker online