Munculnya program Pemerintah yang mengharuskan Perusahaan/Pabrik segala macam merk rokok untuk memasang sticker penyakit berbahaya akibat merokok
Munculnya program Pemerintah yang mengharuskan Perusahaan/Pabrik segala macam merk rokok untuk memasang sticker penyakit berbahaya akibat merokok, membuat para penikmat rokok khawatir untuk merokok. Dari segi kesehatan, memang diuntungkan atas program tersebut. Namun disisi lain, program itu justeru dimanfaatkan oleh pedagang rokok untuk menaikan harga.
Padahal, belum ada keputusan resmi dari Pemerintah tentang kenaikan harga barang tersebut. Hanya saja, tidak semua rokok yang mengalami kenaikan harga, melainkan hanya rokok yang tak bergambar penyakit berbahaya. “Misalnya harga rokok Sampoerna A Mild, sebelum program Pemerintah dijalankan, harga rokok itu Rp.15 ribu per-bungkus. Tapi, setelah resmi harga rokok tak bergambar naik menjadi Rp.16 ribu. Bahkan, ada pedagang nakal yang menjual dengan harga Rp.17 ribu per-bungkus, “kata Budiman warga BTN Sarata Kota Bima.
Harga rokok yang naik lanjutnya, bukan hanya sampoerna saja. Tapi hampir semua merk rokok, asal pada bungkus rokok tidak ada gambar dimaksud. Bahkan tak tanggung-tanggung harganya mengalami kenaikan dua ribu hingga tiga ribu rupiah perbungkus. Apalagi, pada setiap bungkus rokok, telah tercantum jelas Harga Eceran Tertinggi (HET). Rokok Sampoerna misalnya, HET-nya hanya Rp.13.475 per-bungkus. Tapi, dijual dengan harga Rp.15 ribu per-bungkus. “Bagi saya itu tak jadi masalah. Karena, bagian daripada bisnis dan sudah ada kebijakan dari Pemerintah. Yang jadi masalah saat ini, yakni harga rokok tanpa gambar penyakit dinaikan. Sementara, harga rokok yang bergambar malah dinaikan, “ujarnya.
Budiman menduga, oknum pedagang memanfaatkan kesempatan untuk meraup keuntungan dibalik program tersebut. Masalahnya, para penikmat rokok lebih cenderung membeli rokok tak bergambar ketimbang rokok produk baru. Artinya, peluang bagi oknum pedagang nakal untuk menaikan harga terbuka lebar. Karena rasa rokok yang bergambar segala macam jenis penyakit pada pembungkusnya, terasa beda dengan produk sebelumnya. “Celah itu dimanfaatkan oknum pedagang untuk meraup keuntungan yang lebih besar. Tapi, itu bukan semata-mata kesalahan oknum pedagang, tapi secara tidak langsung diajarkan oleh konsumen. Karena, konsumen berani membayar berapapun, asal rokok itu tak bergambar, “tuturnya.
Prihatin atas melonjaknya harga rokok dipasaran itu, ia dengan tegas meminta kepada Pemerintah Kota dan Kabupaten Bima melalui Dinas Koperasi dan Perdagangan (Diskoperindag) untuk segera melakukan operasi pasar. Sebab, penjualan rokok tak bergambar penyakit pada pembungkusnya, terjadi dan dilakukan oknum pedagang yang beroperasi pada dua Daerah tersebut. “Penjualan rokok dimaksud, tidak hanya pada kios-kios kecil, tapi juga pada toko-toko besar. Kemungkinan besar, toko sebagai distributor di Bima juga menaikan harga rokok dimaksud. Karenanya, Pemerintah harus segera mengambil sikap dengan melakukan operasi pasar. Jika itu tidak dilakukan, dikhawatirkan harga barang lain juga akan dinaikan secara sepihak, “tegasnya.
Salah satu pedagang rokok di Pasar Raya Bima mengaku, menjual rokok sampoerna tanpa gambar penyakit dengan harga Rp.20 ribu per-bungkus. Namun, bukan hanya rokok itu yang mengalami perubahan harga, melainkan semua merk rokok. “Semua harga merk rokok naik. Asal, rokok itu tidak bergambar penyakit pada pembungkusnya, “akunya.(KS-09)
Padahal, belum ada keputusan resmi dari Pemerintah tentang kenaikan harga barang tersebut. Hanya saja, tidak semua rokok yang mengalami kenaikan harga, melainkan hanya rokok yang tak bergambar penyakit berbahaya. “Misalnya harga rokok Sampoerna A Mild, sebelum program Pemerintah dijalankan, harga rokok itu Rp.15 ribu per-bungkus. Tapi, setelah resmi harga rokok tak bergambar naik menjadi Rp.16 ribu. Bahkan, ada pedagang nakal yang menjual dengan harga Rp.17 ribu per-bungkus, “kata Budiman warga BTN Sarata Kota Bima.
Harga rokok yang naik lanjutnya, bukan hanya sampoerna saja. Tapi hampir semua merk rokok, asal pada bungkus rokok tidak ada gambar dimaksud. Bahkan tak tanggung-tanggung harganya mengalami kenaikan dua ribu hingga tiga ribu rupiah perbungkus. Apalagi, pada setiap bungkus rokok, telah tercantum jelas Harga Eceran Tertinggi (HET). Rokok Sampoerna misalnya, HET-nya hanya Rp.13.475 per-bungkus. Tapi, dijual dengan harga Rp.15 ribu per-bungkus. “Bagi saya itu tak jadi masalah. Karena, bagian daripada bisnis dan sudah ada kebijakan dari Pemerintah. Yang jadi masalah saat ini, yakni harga rokok tanpa gambar penyakit dinaikan. Sementara, harga rokok yang bergambar malah dinaikan, “ujarnya.
Budiman menduga, oknum pedagang memanfaatkan kesempatan untuk meraup keuntungan dibalik program tersebut. Masalahnya, para penikmat rokok lebih cenderung membeli rokok tak bergambar ketimbang rokok produk baru. Artinya, peluang bagi oknum pedagang nakal untuk menaikan harga terbuka lebar. Karena rasa rokok yang bergambar segala macam jenis penyakit pada pembungkusnya, terasa beda dengan produk sebelumnya. “Celah itu dimanfaatkan oknum pedagang untuk meraup keuntungan yang lebih besar. Tapi, itu bukan semata-mata kesalahan oknum pedagang, tapi secara tidak langsung diajarkan oleh konsumen. Karena, konsumen berani membayar berapapun, asal rokok itu tak bergambar, “tuturnya.
Prihatin atas melonjaknya harga rokok dipasaran itu, ia dengan tegas meminta kepada Pemerintah Kota dan Kabupaten Bima melalui Dinas Koperasi dan Perdagangan (Diskoperindag) untuk segera melakukan operasi pasar. Sebab, penjualan rokok tak bergambar penyakit pada pembungkusnya, terjadi dan dilakukan oknum pedagang yang beroperasi pada dua Daerah tersebut. “Penjualan rokok dimaksud, tidak hanya pada kios-kios kecil, tapi juga pada toko-toko besar. Kemungkinan besar, toko sebagai distributor di Bima juga menaikan harga rokok dimaksud. Karenanya, Pemerintah harus segera mengambil sikap dengan melakukan operasi pasar. Jika itu tidak dilakukan, dikhawatirkan harga barang lain juga akan dinaikan secara sepihak, “tegasnya.
Salah satu pedagang rokok di Pasar Raya Bima mengaku, menjual rokok sampoerna tanpa gambar penyakit dengan harga Rp.20 ribu per-bungkus. Namun, bukan hanya rokok itu yang mengalami perubahan harga, melainkan semua merk rokok. “Semua harga merk rokok naik. Asal, rokok itu tidak bergambar penyakit pada pembungkusnya, “akunya.(KS-09)
COMMENTS