Penyebabnya, lantaran sepuluh turis korban kapal Versace Amara yang diselamatkan mengamuk minta pulang ke negaranya masing-masing.
Suasana Hotel Lambitu Kota Bima tiba-tiba ramai dan gaduh Selasa (19/8) kemarin. Penyebabnya, lantaran sepuluh turis korban kapal Versace Amara yang diselamatkan mengamuk minta pulang ke negaranya masing-masing. Suasana semakin gaduh saat para Warga Negara Asing (WNA) tersebut mengamuk menggunakan bahasa asing mereka yang tidak dimengerti.
Apa yang ingin mereka sampaikan baru dimengerti setelah ada yang menjelaskan dengan Bahasa Inggris. Mereka awalnya diminta bertahan untuk sementara sambil menunggu 13 rekan lainnya yang baru saja diselamatkan. Tetapi, para turis itu semakin ngotot sehingga Syahbandar tidak bisa berkutik.
Kepala Syahbandar Pelabuhan Bima, H Anwar M, SH, mengaku, mengamuknya para turis tersebut karena meminta untuk pulang. Namun permintaan mereka disampaikan seketika dan mengadukannya pada kedutaan masing-masing. Padahal, keberadaan mereka hanya diamankan dulu di hotel Lambitu untuk beristrahat. Sembari menunggu rekan lainnya yang baru ditemukan oleh Tim SAR di perairan Kecamatan Sape.
“Meski sudah dijelaskan, mereka tetap ngotot dan memaksa keluar dari hotel karena ingin pulang,” katanya Selasa (18/8).
Padahal kata dia, pengamanan itu dilakukan untuk kenyamanan mereka tetapi tidak diterima. Suasana semakin kisruh karena para turis protes dalam bahasa yang tidak dimengerti. Meskipun telah diberikan pemahaman menggunakan bahasa Inggris, para turis tetap ngotot dan tidak memahaminya.
Diakuinya, Syahbandar sudah berupaya keras memberikan pelayanan terhadap pada WNA itu. Apalagi mereka merupakan korban kapal tenggelam di perairan Sangeang Kecamatan Wera yang merupakan bagian Negara Indonesia. “Mereka tidak ada yang memahaminya,” jelas Anwar.
Karena tidak ada titik temu, beberapa saat kemudian pihaknya mengarahkan sepuluh WNA itu ke Bandara dengan tujuan untuk meredam suasana. Mereka dikawal ketat oleh aparat Kepolisian.
Kapolres Bima Kota, AKBP Benny Basir Warmansyah, SIK mengatakan, sebenarnya keadaan ini tidak akan terjadi. Namun, karena kesalahpahaman, para turis ngotot tetap ingin pulang saat ini juga. Padahal, niat Syahbandar ingin mendata dulu sembari menunggu rekan WNA lainnya yang baru terselamatkan di perairan Sape. “Ini salah paham saja,” katanya.
Akibat kejadian itu, suasana macet di depan hotel Lambitu. Lantaran para turis mengamuk di depan para petugas Syahbandar. Tidak ada yang mengerti maksud korban tenggelam kapal itu. Namun, tampak Kepala Syahbandar mengarahkannya, Kemudian menyusul Kapolres Bima Kota dan Bima Kabupaten bersama rombongan Kapolda dan Kepala Satuan Brimob Bima.
Para turis kemudian dibawa menggunakan tiga mobil pribadi untuk diamankan sementara ke Bandara. Sepuluh WNA tersebut masing-masing bernama Tony Framcis Lawrton (Selandia Baru), Gaylene Cheryl Wilkinson (Selandia Baru), Rafael Martinez (Spanyol), Maria Pallol (Spanyol), Khaterine Anne (Inggris), Marice Berthand Hamser (Perancis), Els Visser (Belanda), Hannah Scolar (Jerman), Norcen Chwuchon (Jerman), dan Alice Elizabet (Selandia Baru). (KS-13)
Apa yang ingin mereka sampaikan baru dimengerti setelah ada yang menjelaskan dengan Bahasa Inggris. Mereka awalnya diminta bertahan untuk sementara sambil menunggu 13 rekan lainnya yang baru saja diselamatkan. Tetapi, para turis itu semakin ngotot sehingga Syahbandar tidak bisa berkutik.
Kepala Syahbandar Pelabuhan Bima, H Anwar M, SH, mengaku, mengamuknya para turis tersebut karena meminta untuk pulang. Namun permintaan mereka disampaikan seketika dan mengadukannya pada kedutaan masing-masing. Padahal, keberadaan mereka hanya diamankan dulu di hotel Lambitu untuk beristrahat. Sembari menunggu rekan lainnya yang baru ditemukan oleh Tim SAR di perairan Kecamatan Sape.
“Meski sudah dijelaskan, mereka tetap ngotot dan memaksa keluar dari hotel karena ingin pulang,” katanya Selasa (18/8).
Padahal kata dia, pengamanan itu dilakukan untuk kenyamanan mereka tetapi tidak diterima. Suasana semakin kisruh karena para turis protes dalam bahasa yang tidak dimengerti. Meskipun telah diberikan pemahaman menggunakan bahasa Inggris, para turis tetap ngotot dan tidak memahaminya.
Diakuinya, Syahbandar sudah berupaya keras memberikan pelayanan terhadap pada WNA itu. Apalagi mereka merupakan korban kapal tenggelam di perairan Sangeang Kecamatan Wera yang merupakan bagian Negara Indonesia. “Mereka tidak ada yang memahaminya,” jelas Anwar.
Karena tidak ada titik temu, beberapa saat kemudian pihaknya mengarahkan sepuluh WNA itu ke Bandara dengan tujuan untuk meredam suasana. Mereka dikawal ketat oleh aparat Kepolisian.
Kapolres Bima Kota, AKBP Benny Basir Warmansyah, SIK mengatakan, sebenarnya keadaan ini tidak akan terjadi. Namun, karena kesalahpahaman, para turis ngotot tetap ingin pulang saat ini juga. Padahal, niat Syahbandar ingin mendata dulu sembari menunggu rekan WNA lainnya yang baru terselamatkan di perairan Sape. “Ini salah paham saja,” katanya.
Akibat kejadian itu, suasana macet di depan hotel Lambitu. Lantaran para turis mengamuk di depan para petugas Syahbandar. Tidak ada yang mengerti maksud korban tenggelam kapal itu. Namun, tampak Kepala Syahbandar mengarahkannya, Kemudian menyusul Kapolres Bima Kota dan Bima Kabupaten bersama rombongan Kapolda dan Kepala Satuan Brimob Bima.
Para turis kemudian dibawa menggunakan tiga mobil pribadi untuk diamankan sementara ke Bandara. Sepuluh WNA tersebut masing-masing bernama Tony Framcis Lawrton (Selandia Baru), Gaylene Cheryl Wilkinson (Selandia Baru), Rafael Martinez (Spanyol), Maria Pallol (Spanyol), Khaterine Anne (Inggris), Marice Berthand Hamser (Perancis), Els Visser (Belanda), Hannah Scolar (Jerman), Norcen Chwuchon (Jerman), dan Alice Elizabet (Selandia Baru). (KS-13)
COMMENTS