Tindakan premanisme dan main hakim sendiri bukan hanya ditunjukan oleh masyarakat biasa dan awam.
Tindakan premanisme dan main hakim sendiri bukan hanya ditunjukan oleh masyarakat biasa dan awam. Tetapi diduga juga dilakukan oleh oknum intelektual yang telah dipercayakan untuk mengemban tugas penting di Pemerintah Kota (Pemkot) Bima. Salah satu Pejabat itu adalah Lurah Sarae, A. Faruk,S.ST Par, oknum itu diduga menganiaya empat orang siswa SD IT Ponpes Imam Safi,i Sabtu (20/9) siang sekitar pukul 01:00.
Dari empat orang siswa tersebut dua orang kelas V yakni Fadel dan Abdullah, dan dua orang siswa kelas VI Gifar dan Yusuf. Pemicunya, diduga lantaran anak Lurah Sarae sering diganggu oleh siswa-siswa SD tersebut. Entah tak terima atas hal itu, oknum Lurah mendatangi Sekolah itu dan meminta kepada anaknya untuk menunjuk siswa yang mengganggunya. Hasilnya, anak Lurah yang baru pindah dan masih duduk di Kelas dua tersebut menunjuk keempat orang korban tersebut. Tanpa berpikir dampak dan akibatnya, oknum Pejabat yang baru beberapa bulan menjabat sebagai Lurah Sarae diduga kuat menganiaya para siswa dimaksud.
Rato Salahudin orang tua Fadel kepada Koran ini Sabtu (20/9) sore di kediamanya yang berlokasi di BTN Nusantara Kota Bima, mengaku anaknya dicubit satu kali pada bagian lehernya hingga membengkak. Tapi bukan hanya anaknya yang menerima perlakuan kasar dari oknum Lurah tersebut, melainkan juga ketiga orang siswa lainya. “Dua siswa dijewer telinganya hingga merah, satu siswa ditempeleng dibagian kepalanya. Sedangkan, anak saya dicubit lehernya hingga membengkak,” katanya sembari menunjukan leher yang membengkak akibat dicubit oknum Lurah tersebut.
Ia mengetahui kejadian itu ketika melihat kerumunan orang tua siswa dan tenaga pendidik di Sekolah tersebut. Merasa penasaran, dirinya menghampiri keramaian itu dan langsung menegur oknum Lurah yang diduga menganiaya empat orang siswa tersebut. Namun, teguran itu justeru ditanggapi dengan caci maki dan ancaman. “Saya sempat menegur Lurah itu, tapi saya malah dicaci maki dengan kata-kata kotor. Bahkan, dia mengancam akan menunggu dimanapun saya berada,” ujarnya.
Dugaan penganiayaan disertai penghinaan dan pengancaman itu sebutnya, disaksikan sejumlah orang tua siswa dan tenaga pendidik SD tersebut. Tak terima atas kejadian itu, dirinya bersama orang tua siswa yang menjadi korban dugaan penganiayaan itu melaporkan persoalan itu ke Polisi. “Kami sudah melaporkan persoalan itu ke Polisi. Mudah-mudahan laporan itu dapat segera ditindaklanjuti,” pintahnya.
Ia menilai, dugaan penganiayaan, penghinaan dan pengancaman merupakan tindakan pelanggaran hukum. Jadi tidak semestinya dilakukan, apalagi oleh pejabat Lurah. Mestinya, yang bersangkutan memberikan contoh yang baik kepada para orang tua siswa lainya. Bukan sebaliknya menunjukan sikap yang berbau premanisme. “Dia (Faruk red) seharusnya memberikan contoh yang baik kepada orang tua siswa dan masyarakat lainya. Karena, keberadaanya sebagai pejabat yang memiliki Sumber Daya Manusia (SDM),” terangnya.
Ia menegaskan, tidak ada langkah damai atas persoalan ini. Karena, dikhawatirkan akan muncul persoalan yang sama dikemudian hari. Apalagi, dugaan itu dilakukan di areal sekolah. “Saya bersama orang tua ketiga korban tersebut sudah sepakat untuk melanjutkan persoalan itu hingga ke meja hijau (Pengadilan). Langkah ini kami lakukan, supaya dapat dijadikan pelajaran, karena siapapun pelaku dugaan tindak pidana pasti dijerat hukum sesuai perbuatanya,” tegas Rato yang juga Kepala SMP IT Imam Safi,i.
Sementara Lurah Sarae, A.Faruk, S.ST, Par yang dikonfirmasi Koran ini, membenarkan kejadian itu tapi hanya menjewer dengan tujuan memberikan pelajaran kepada empat siswa tersebut. Sebab, dugaan pengeroyokan yang menimpa anaknya terjadi didepan mata kepalanya sendiri. “Kejadian itu sebagai respon saya sebagai orang tua ketika melihat sang anak dipukuli seniornya. Apalagi, kejadian itu saya saksikan secara langsung,” tandasnya.
Ia mengaku, tindakan tidak manusiawi yang menimpa sang buah hati sudah dua kali dilaporkan ke pihak Sekolah. Namun, pihak sekolah hanya berjanji akan memberikan pembinaan sekaligus meningkatkan pengawasan disekolah tersebut. Meski sudah dilaporkan ke pihak sekolah, tetapi saat pulang sekolah anaknya tetap saja menangis. “Sudah dua kali saya laporkan, tapi anak saya tetap saja nangis. Untuk memastikan penyebab sesungguhnya, saya langsung ke Sekolah. Hasilnya, saya menyaksikan dengan mata kepala sendiri dugaan pengeroyokan yang dilakukan siswa kelas VI terhadap anak saya. Bayangkan saja, siswa kelas VI menganiaya anak saya yang masih duduk di kelas II,” kilahnya.
Atas kejadian itu, dirinya mengaku perbuatan itu bukan sengaja dilakukan. Tapi, hanya sebagai respon orang tua saat melihat anaknya dianiaya senior. Kendati demikian, dirinya sudah berupaya mencarian solusi atas permasalahan tersebut. Hasilnya, usaha itu direspon baik pemilik Yayasan, Ustadz Fuad. “Pemilik Yayasan meminta maaf lebih dulu kepada saya. Karenaya beliau berjanji akan mencarikan solusi terbaik atas persoaln yang sudah dilaporkan pada Polisi tersebut,” pungkasnya. (KS-09)
Dari empat orang siswa tersebut dua orang kelas V yakni Fadel dan Abdullah, dan dua orang siswa kelas VI Gifar dan Yusuf. Pemicunya, diduga lantaran anak Lurah Sarae sering diganggu oleh siswa-siswa SD tersebut. Entah tak terima atas hal itu, oknum Lurah mendatangi Sekolah itu dan meminta kepada anaknya untuk menunjuk siswa yang mengganggunya. Hasilnya, anak Lurah yang baru pindah dan masih duduk di Kelas dua tersebut menunjuk keempat orang korban tersebut. Tanpa berpikir dampak dan akibatnya, oknum Pejabat yang baru beberapa bulan menjabat sebagai Lurah Sarae diduga kuat menganiaya para siswa dimaksud.
Rato Salahudin orang tua Fadel kepada Koran ini Sabtu (20/9) sore di kediamanya yang berlokasi di BTN Nusantara Kota Bima, mengaku anaknya dicubit satu kali pada bagian lehernya hingga membengkak. Tapi bukan hanya anaknya yang menerima perlakuan kasar dari oknum Lurah tersebut, melainkan juga ketiga orang siswa lainya. “Dua siswa dijewer telinganya hingga merah, satu siswa ditempeleng dibagian kepalanya. Sedangkan, anak saya dicubit lehernya hingga membengkak,” katanya sembari menunjukan leher yang membengkak akibat dicubit oknum Lurah tersebut.
Ia mengetahui kejadian itu ketika melihat kerumunan orang tua siswa dan tenaga pendidik di Sekolah tersebut. Merasa penasaran, dirinya menghampiri keramaian itu dan langsung menegur oknum Lurah yang diduga menganiaya empat orang siswa tersebut. Namun, teguran itu justeru ditanggapi dengan caci maki dan ancaman. “Saya sempat menegur Lurah itu, tapi saya malah dicaci maki dengan kata-kata kotor. Bahkan, dia mengancam akan menunggu dimanapun saya berada,” ujarnya.
Dugaan penganiayaan disertai penghinaan dan pengancaman itu sebutnya, disaksikan sejumlah orang tua siswa dan tenaga pendidik SD tersebut. Tak terima atas kejadian itu, dirinya bersama orang tua siswa yang menjadi korban dugaan penganiayaan itu melaporkan persoalan itu ke Polisi. “Kami sudah melaporkan persoalan itu ke Polisi. Mudah-mudahan laporan itu dapat segera ditindaklanjuti,” pintahnya.
Ia menilai, dugaan penganiayaan, penghinaan dan pengancaman merupakan tindakan pelanggaran hukum. Jadi tidak semestinya dilakukan, apalagi oleh pejabat Lurah. Mestinya, yang bersangkutan memberikan contoh yang baik kepada para orang tua siswa lainya. Bukan sebaliknya menunjukan sikap yang berbau premanisme. “Dia (Faruk red) seharusnya memberikan contoh yang baik kepada orang tua siswa dan masyarakat lainya. Karena, keberadaanya sebagai pejabat yang memiliki Sumber Daya Manusia (SDM),” terangnya.
Ia menegaskan, tidak ada langkah damai atas persoalan ini. Karena, dikhawatirkan akan muncul persoalan yang sama dikemudian hari. Apalagi, dugaan itu dilakukan di areal sekolah. “Saya bersama orang tua ketiga korban tersebut sudah sepakat untuk melanjutkan persoalan itu hingga ke meja hijau (Pengadilan). Langkah ini kami lakukan, supaya dapat dijadikan pelajaran, karena siapapun pelaku dugaan tindak pidana pasti dijerat hukum sesuai perbuatanya,” tegas Rato yang juga Kepala SMP IT Imam Safi,i.
Sementara Lurah Sarae, A.Faruk, S.ST, Par yang dikonfirmasi Koran ini, membenarkan kejadian itu tapi hanya menjewer dengan tujuan memberikan pelajaran kepada empat siswa tersebut. Sebab, dugaan pengeroyokan yang menimpa anaknya terjadi didepan mata kepalanya sendiri. “Kejadian itu sebagai respon saya sebagai orang tua ketika melihat sang anak dipukuli seniornya. Apalagi, kejadian itu saya saksikan secara langsung,” tandasnya.
Ia mengaku, tindakan tidak manusiawi yang menimpa sang buah hati sudah dua kali dilaporkan ke pihak Sekolah. Namun, pihak sekolah hanya berjanji akan memberikan pembinaan sekaligus meningkatkan pengawasan disekolah tersebut. Meski sudah dilaporkan ke pihak sekolah, tetapi saat pulang sekolah anaknya tetap saja menangis. “Sudah dua kali saya laporkan, tapi anak saya tetap saja nangis. Untuk memastikan penyebab sesungguhnya, saya langsung ke Sekolah. Hasilnya, saya menyaksikan dengan mata kepala sendiri dugaan pengeroyokan yang dilakukan siswa kelas VI terhadap anak saya. Bayangkan saja, siswa kelas VI menganiaya anak saya yang masih duduk di kelas II,” kilahnya.
Atas kejadian itu, dirinya mengaku perbuatan itu bukan sengaja dilakukan. Tapi, hanya sebagai respon orang tua saat melihat anaknya dianiaya senior. Kendati demikian, dirinya sudah berupaya mencarian solusi atas permasalahan tersebut. Hasilnya, usaha itu direspon baik pemilik Yayasan, Ustadz Fuad. “Pemilik Yayasan meminta maaf lebih dulu kepada saya. Karenaya beliau berjanji akan mencarikan solusi terbaik atas persoaln yang sudah dilaporkan pada Polisi tersebut,” pungkasnya. (KS-09)
COMMENTS