Rancangan Undang-Undang Pilkada yang baru hingga kini masih dalam pembahasan DPR RI. Rencananya, RUU yang memuat poin pelaksanaan Pilkada langsung menjadi tidak langsung
Rancangan Undang-Undang Pilkada yang baru hingga kini masih dalam pembahasan DPR RI. Rencananya, RUU yang memuat poin pelaksanaan Pilkada langsung menjadi tidak langsung itu akan disahkan tanggal 25 September 2014 mendatang. Namun pengajuan RUU tersebut terus menuai polemik dan kritikan karena dinilai tidak sesuai dengan semangat reformasi.
Menanggapi persoalan itu, Ketua DPRD Kabupaten Bima, Drs. H. Muhdar Arsyad mengaku, pihaknya tidak ingin mempolemikkan persoalan tersebut. Sebab pembahasan RUU itu merupakan ranah DPR RI dan tidak ada kewenangan DPRD untuk mengintervensinya.
Muhdar yang juga Politisi Golkar ini menegaskan, apapun yang menjadi hasil akhir dari keputusan di pusat akan siap diikuti. Prisipnya kata dia, sebagai lembaga legislatif di daerah, prosedural harus dikedepankan bukan semata hanya mengikuti perintah partai. “Intinya kita taat kepada aturan dan asas. Kalau nanti setelah disahkan mau dibawa ke Mahkamah Konstitusi itu hak warga Negara,” tegasnya ditemui di DPRD Kabupaten Bima, Jumat (12/9).
Meski belum ada instruksi atau himbauan langsung dari partai untuk mendukung rencana pengesahan RUU Pilkada, dirinya tidak ingin bersebrangan dengan aturan. Seperti halnya yang diperlihatkan Wakil Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaya Purnama atau Ahok yang menolak dengan tegas rencana Pilkada tidak langsung. Sebab, amanah sebagai wakil rakyat sekaligus Ketua DPRD yang kini diembannya saat ini karena diantarkan partai.
“Kalau perintah dan himbauan DPP memang belum ada, tapi kita wajib mengikukti prosedur. Apabila aturan Pilkada langsung sudah disahkan ya kita tetap ikuti sambil menunggu perintah partai,” ujarnya.
Diakuinya, setiap produk aturan pasti ada sisi positif dan negatifnya termasuk RUU Pilkada karena dibuat oleh manusia. Terlebih semua perangkat pemerintah ditingkat daerah tidak bisa berbuat apa-apa kalau sudah menyangkut Undang-Undang karena ranah itu hanya ada ditingkat pusat. Karenanya, mau tidak mau tetap harus menerima apapun keputusan yang dihasilkan.
Soal tudingan bahwa RUU Pilkada itu dianggap kemunduran demokrasi, Muhdar mengaku tidak sepakat. Sebab pembuatan RUU tersebut pasti sudah melalui kajian mendalam oleh DPR RI, terutama yang tergabung dalam Koalisi Merah Putih. Apalagi dianggap sebagai produk kekecewaan politik. “RUU ini kan sudah disusun sejak lama, tidak mungkin tidak ada kajian. Setingkat Perda saja pasti dilakukan kajian mendalam,” katanya. (KS-13)
Menanggapi persoalan itu, Ketua DPRD Kabupaten Bima, Drs. H. Muhdar Arsyad mengaku, pihaknya tidak ingin mempolemikkan persoalan tersebut. Sebab pembahasan RUU itu merupakan ranah DPR RI dan tidak ada kewenangan DPRD untuk mengintervensinya.
Muhdar yang juga Politisi Golkar ini menegaskan, apapun yang menjadi hasil akhir dari keputusan di pusat akan siap diikuti. Prisipnya kata dia, sebagai lembaga legislatif di daerah, prosedural harus dikedepankan bukan semata hanya mengikuti perintah partai. “Intinya kita taat kepada aturan dan asas. Kalau nanti setelah disahkan mau dibawa ke Mahkamah Konstitusi itu hak warga Negara,” tegasnya ditemui di DPRD Kabupaten Bima, Jumat (12/9).
Meski belum ada instruksi atau himbauan langsung dari partai untuk mendukung rencana pengesahan RUU Pilkada, dirinya tidak ingin bersebrangan dengan aturan. Seperti halnya yang diperlihatkan Wakil Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaya Purnama atau Ahok yang menolak dengan tegas rencana Pilkada tidak langsung. Sebab, amanah sebagai wakil rakyat sekaligus Ketua DPRD yang kini diembannya saat ini karena diantarkan partai.
“Kalau perintah dan himbauan DPP memang belum ada, tapi kita wajib mengikukti prosedur. Apabila aturan Pilkada langsung sudah disahkan ya kita tetap ikuti sambil menunggu perintah partai,” ujarnya.
Diakuinya, setiap produk aturan pasti ada sisi positif dan negatifnya termasuk RUU Pilkada karena dibuat oleh manusia. Terlebih semua perangkat pemerintah ditingkat daerah tidak bisa berbuat apa-apa kalau sudah menyangkut Undang-Undang karena ranah itu hanya ada ditingkat pusat. Karenanya, mau tidak mau tetap harus menerima apapun keputusan yang dihasilkan.
Soal tudingan bahwa RUU Pilkada itu dianggap kemunduran demokrasi, Muhdar mengaku tidak sepakat. Sebab pembuatan RUU tersebut pasti sudah melalui kajian mendalam oleh DPR RI, terutama yang tergabung dalam Koalisi Merah Putih. Apalagi dianggap sebagai produk kekecewaan politik. “RUU ini kan sudah disusun sejak lama, tidak mungkin tidak ada kajian. Setingkat Perda saja pasti dilakukan kajian mendalam,” katanya. (KS-13)
COMMENTS