Lantaran uang Bantuan Siswa Miskin (BSM) dipotong oleh pihak sekolah, puluhan siswa SMA 1 Soromandi mengamuk.
Lantaran uang Bantuan Siswa Miskin (BSM) dipotong oleh pihak sekolah, puluhan siswa SMA 1 Soromandi mengamuk. Akibatnya sejumlah kaca ruangan dan genteng sekolah rusak dilempar sejumlah siswa. Mestinya persiswa menerima uang sejumlah Rp.1 juta, namun pihak sekolah memotong masing-masing Rp.400Ribu.
Informasi yang dihimpun Koran Stabilitas, di SMA 1 Soromandi ada 34 Siswa penerima BSM, perorangnya menerima masing-masing Rp.1 juta. Oleh pihak sekolah, persiswa dipotong Rp.400ribu untuk siswa lain dengan alasan kebersamaan. Sehingga jumlah siswa penerima BSM di SMA 1 Soromandi berjumlah 68. Namun jumlah yang diterima 34 orang siswa yang namanya menyusul tidak sama dengan nama yang asli penerima BSM. Yang punya nama penerima BSM yang sebenarnya menerima Rp.600, sementara yang namanya menyusul hanya Rp.400 ribu.
Atas potongan itu, siswa penerima BSM tidak keberatan dengan alasan kebersamaan, sebab disekolah tersebut banyak siswa miskin. Namun siswa tidak terima, jika uang yang harus mereka terima Rp.600 ribu dan Rp.400 ribu, dipotong lagi oleh sekolah dengan alasan untuk bayar komite. Sehingga ada siswa yang pulang dengan uang Rp.100 ribu, Rp.200 ribu, dan dan Rp.300 ribu.
Tak terima dengan sikap sekolah yang langsung memotong BSM. Puluhan siswa keberatan dan langsung melempari sekolah. Akibatnya sejumlah kaca ruangan pecah, termasuk atap gedung rusak akibat terkena lemparan batu.
Kepala SMA 1 Soromandi Hamka, S.Pd,M.Pd yang dikonfirmasi koran ini, membenarkan adanya insiden pelemparan sekolah tersebut. Dirinya juga mengakui adanya pemotongan BSM yang diterima siswa tersebut. Namun pemotongan tersebut menurutnya berdasarkan hasil rapat komite bersama orang tua siswa. “Pemotongan itu adalah hasil keputusan rapat antara komite dengan orang tua siswa, dan masalahnya sudah kita selesaikan,” jelasnya.
Mengenai pembengkakan jumlah penerima BSM dari 34 menjadi 68, itu merupakan kebijakan sekolah, karena di sekolah yang dipimpinnya banyak siswa miskin. Sehingga pihak sekolah mengeluarkan kebijakan untuk pemerataan. “Hanya saja ada yang tidak terima dengan kebikajan sekolah tersebut, karena anak PNS pun ingin mendapatkan bagian,” tuturnya.
Sementara uang yang dipotong dari hasil rapat komite dan orang tua siswa, Menurut Hamka, uang tersebut bukan untuk kepala sekolah atau guru, melainkan untuk membayar tunggakan komite yang belum dibayar oleh siswa. “potongan itu, untuk membayar komite, bukan untuk saya pribadi ataupun guru-guru,” jelasnya. (KS-02)
Informasi yang dihimpun Koran Stabilitas, di SMA 1 Soromandi ada 34 Siswa penerima BSM, perorangnya menerima masing-masing Rp.1 juta. Oleh pihak sekolah, persiswa dipotong Rp.400ribu untuk siswa lain dengan alasan kebersamaan. Sehingga jumlah siswa penerima BSM di SMA 1 Soromandi berjumlah 68. Namun jumlah yang diterima 34 orang siswa yang namanya menyusul tidak sama dengan nama yang asli penerima BSM. Yang punya nama penerima BSM yang sebenarnya menerima Rp.600, sementara yang namanya menyusul hanya Rp.400 ribu.
Atas potongan itu, siswa penerima BSM tidak keberatan dengan alasan kebersamaan, sebab disekolah tersebut banyak siswa miskin. Namun siswa tidak terima, jika uang yang harus mereka terima Rp.600 ribu dan Rp.400 ribu, dipotong lagi oleh sekolah dengan alasan untuk bayar komite. Sehingga ada siswa yang pulang dengan uang Rp.100 ribu, Rp.200 ribu, dan dan Rp.300 ribu.
Tak terima dengan sikap sekolah yang langsung memotong BSM. Puluhan siswa keberatan dan langsung melempari sekolah. Akibatnya sejumlah kaca ruangan pecah, termasuk atap gedung rusak akibat terkena lemparan batu.
Kepala SMA 1 Soromandi Hamka, S.Pd,M.Pd yang dikonfirmasi koran ini, membenarkan adanya insiden pelemparan sekolah tersebut. Dirinya juga mengakui adanya pemotongan BSM yang diterima siswa tersebut. Namun pemotongan tersebut menurutnya berdasarkan hasil rapat komite bersama orang tua siswa. “Pemotongan itu adalah hasil keputusan rapat antara komite dengan orang tua siswa, dan masalahnya sudah kita selesaikan,” jelasnya.
Mengenai pembengkakan jumlah penerima BSM dari 34 menjadi 68, itu merupakan kebijakan sekolah, karena di sekolah yang dipimpinnya banyak siswa miskin. Sehingga pihak sekolah mengeluarkan kebijakan untuk pemerataan. “Hanya saja ada yang tidak terima dengan kebikajan sekolah tersebut, karena anak PNS pun ingin mendapatkan bagian,” tuturnya.
Sementara uang yang dipotong dari hasil rapat komite dan orang tua siswa, Menurut Hamka, uang tersebut bukan untuk kepala sekolah atau guru, melainkan untuk membayar tunggakan komite yang belum dibayar oleh siswa. “potongan itu, untuk membayar komite, bukan untuk saya pribadi ataupun guru-guru,” jelasnya. (KS-02)
COMMENTS