Mulai Tahun 2015, Pemilihan Kepala dan Wakil Kepala Daerah diseluruh Indonesia dilakukan melalui DPRD masing-masing Daerah.
Anhar Donggo
Mulai Tahun 2015, Pemilihan Kepala dan Wakil Kepala Daerah diseluruh Indonesia dilakukan melalui DPRD masing-masing Daerah. Maksudnya, pemilihan tidak dilakukan rakyat, tapi oleh Anggota Dewan. Meski diberlakukanya UU itu, bukan sesuatu yang baru bagi para Politikus, karena pernah berlaku beberapa Tahun sebelumnya. Namun, sedikit tidak ada perasaan “takut” bagi bakal Cabup-Cawabup Bima yang akan tampil pada Pilkada Tahun 2015-2020 mendatang. Ketakutan itu dipicu beberapa hal, antara lain minimnya perolehan kursi dan pengalaman dalam berpolitik serta khawatir akan kekuatan kualisi Parpol dari Pusat merambat ke hingga Daerah.
Sebut saja Kualisi Merah Putih (KMP) yang telah sukses berjuang pengesahan UU Pilkada tersebut. Keberhasilan UU Pilkada itu tidak bisa dianggap sebelah mata oleh kalangan Politikus, karena itu merupakan salah satu bukti bersatunya (Solid) kualisi tersebut. Apalagi, ada tujuan yang harus diwujudkan dibalik kualisi tersebut. Entah itu menguasai Parlemen di Pusat, Provinsi dan tingkat Kabupaten/Kota. Ataukah kemungkinan bertujuan untuk menguasai Kepala dan Wakil Kepala Daerah diseluruh Indonesia. Apabila hal dimaksud merupakan bagian dari tujuan kualisi tersebut, bukan hanya sesuatu yang sekedar ditakuti tapi memang harus benar-benar jadi “momok” menakutkan bagi sebagian politikus.Ditambah lagi, KMP adalah kualisi besar mulai dari Pusat hingga ke tingkat Daerah. Namun, keputusan solid atau tidaknya kualisi itu hingga ketingkat Daerah masih belum bisa dipastikan. Mengingat, belum ada perintah resmi pusat ke setiap Daerah.
Diberlakukan UU Pilkada berkat perjuangan keras KMP, sepertinya tidak hanya menjadi tantangan dan ditakuti karena peta kekuatan politik yang sudah nampak. Tetapi, juga seolah jadi dilema bagi para kader parpol ditingkat Daerah. Salah satunya, Adi Mahyudin, Ketua DPD II PAN Kabupaten Bima. Mantan Pimpinan Dewan tersebut, seolah mendapat tantangan sulit antara harus memilih Hj. Indah Damayanti Ketua DPD II Golkar Kabupaten Bima dan menentukan sikap politik untuk menjadi orang nomor dua (Wakil) dari Incumbent Bupati Bima, Drs, H.Syafrudin, HM.Nur,M.Pd. Masalahnya, baik H.Syafrudin maupun Dinda sama-sama terlihat akrab dan ancang-ancang untuk berpasangan dengan kader PAN tersebut. Bahkan, H.Syafrudin dan Adi telah melaksanakan “akad” saat moment silaturahmi Politik di Kebun Bupati Bima yang berlokasi di Dusun Oi Ni,u Desa Panda beberapa waktu lalu. Saat itu, keduanya menyatakan sikap untuk tampil menjadi pasangan Cabup-Cawabup pada pesta demokrasi periode lima tahun yang akan datang. Hanya saja, tinggal mencari waktu yang tepat untuk deklarasi sebagai bukti kedua kader PAN tersebut resmi bersatu.
Dibalik sikap politik “abu-abu” baik dari kader Parpol maupun non Parpol, ada saja sikap politik yang cenderung mengarah pada sandiwara dan sensasi politik. “Pling-plang alias tidak konsisten“ sikap yang ditunjukan politikus dihadapan publik merupakan bukti tidak ada kepastian dalam dunia politik, tidak ada teman sejati dan musuh abadi. Kawan bisa jadi lawan, sebaliknya lawan bisa jadi kawan, meski berada dalam satu parpol. Karena, tujuanya satu dan sama yakni meraih kemenangan pada pertarungan bergengsi untuk menjadi orang nomor satu di Kabupaten Bima lima Tahun mendatang.
Apabila Adi memiliki ambisi kearah perebutan EA 1, suami Murni Suciyati Ketua Dewan sementara Kabupaten Bima itu diprediksi bakal lebih memilih Dae Dinda (sapaan akrab) sebagai Wakilnya pada Pilkada tersebut. Alasanya, Golkar dan PAN berada dalam satu kualisi permanen (KMP red). Bahkan, kekuatan Politik akan semakin kuat ketika keduanya bersatu karena perolehan kursi, PAN tujuh kursi dan Golkar Empat kursi. Kebersamaan mereka (Adi-Dinda) diabadikan pada acara selamatan yang digelar istri mendiang almarhum Bupati Bima, Feri Zulkarnain, ST Kamis (03/10) malam di Pandopo lama. Hanya saja, keduanya belum memberi kepastian kearah Pilkada yang tinggal beberapa bulan lagi akan dihelat. Sebab, masih menunggu keputusan Partai sebagai kendaraan politik.
Solid atau tidaknya KMP hingga ketingkat Daerah, sampai saat ini belum bisa dipastikan. Adi-pun seolah masih was-was untuk menentukan sikap, apakah siap menerima pinangan H.Syafrudin menjadi calon Wakil ataukah meminang Dinda sebagai pasangan orang nomor duanya. Bicara peluang untuk menang, Adi dan H.Syafrudin sama-sama memiliki peluang. Bedanya, Adi sudah lebih awal menyiapkan trik, strategi dan kekuatan serta membangun komunikasi politik di Lembaga Dewan. Sementara, kekuatan H.Syafrudin di Legislativ tidak bisa dipandang sebelah mata. Karena, selain ada Perwakilan Nasdem yang duduk di Dewan, tetapi juga memiliki kemampuan dan pengalaman politik. Meski tidak solid KMP hingga ke Daerah bukan menjadi harapan Dewan Pembina Nasdem tersebut (H.Syafrudin red), tapi sedikit tidak dapat mempengaruhi suasana Politik pada Pilkada tersebut. Bahkan,bisa saja terjadi akan ada Kader Parpol kualisi yang “selingkuh” kemudian merapat ke Partai Non Kualisi. Tentunya, langkah itu dilakukan sesuai pililhan politik individual Kader tersebut. Menarik untuk dinanti?(***)
COMMENTS