Tak seperti masjid di pusat ibukota yang berlomba-lomba membangun dan menampilkan kemegahan.
Tak seperti masjid di pusat ibukota yang berlomba-lomba membangun dan menampilkan kemegahan. Masjid Baburrahman yang berada di Dusun Nanga Ni’u Desa Karampi Kecamatan Langgudu sangat jauh dari kesan megah. Kondisi masjid satu-satunya warga setempat itu sangat memprihatinkan.
Dari kejauhan, bangunan tersebut lebih tampak seperti gudang barang daripada masjid. Semua bagian tembok sudah terkelupas menampakan campuran semen dan batu bata didalamnya. Atap sengnya sudah berwarna hitam penuh lumut karena usang dimakan usia. Tiang penyanggapun sudah keropos dan tidak kokoh lagi. Begitupun di dalamnya, aroma tahan menyengat karena lantai sujud langsung beralaskan bumi.
Menurut Ketua Pengurus Masjid Baburrahman, Aki Ramli, Masjid itu dibangun sejak tahun 1967 jauh sebelum Kabupaten Bima berdiri dengan anggaran swadaya masyarakat. Sejak mulai dibangun, belum pernah sekalipun dibantu Pemerintah Daerah. Karena itu, bangunan yang berdiri saat ini masih asli seperti pertama dibangun 77 tahun silam.
“Semua fisik bangunan ini belum pernah mendapatkan sentuhan, semuanya masih asli seperti dulu. Mulai dari atap sampai lantainya,” kata lelaki yang sudah mulai uzur ini saat kunjungan wartawan akhir pekan kemarin.
Diakuinya, bantuan untuk masjid selama ini baru satu kali saja yakni sebesar Rp. 10 juta. Itupun bukan Pemerintah Daerah, tetapi PT Mutiara yang mengelola mutiara laut tak jauh dari Dusun Nanga Ni’u. Anggaran itu keluar, setelah Pengurus Masjid mengajukan proposal. Berdasarkan kesepakatan Pengurus Masjid, anggaran itu hanya dipergunakan untuk membangun pagar masjid saja.
Soal kelengkapan masjid sambungnya, sangat banyak yang tidak ada. Selain bangunan yang sudah mulai rapuh, masjid setempat hanya berlantai tanah, tidak ada air untuk berwudhu dan sama sekali tidak ada pengeras suaranya. Padahal, Masjid Baburrahman dipakai untuk Sholat Jum’at warga karena masjid lain sangat jauh dan berada di dusun lainnya.
“Kami berharap ada perhatian dari pemerintah untuk memperbaiki masjid kami ini supaya masyarakat nyaman beribadah,” harapnya. (KS-13)
Dari kejauhan, bangunan tersebut lebih tampak seperti gudang barang daripada masjid. Semua bagian tembok sudah terkelupas menampakan campuran semen dan batu bata didalamnya. Atap sengnya sudah berwarna hitam penuh lumut karena usang dimakan usia. Tiang penyanggapun sudah keropos dan tidak kokoh lagi. Begitupun di dalamnya, aroma tahan menyengat karena lantai sujud langsung beralaskan bumi.
Menurut Ketua Pengurus Masjid Baburrahman, Aki Ramli, Masjid itu dibangun sejak tahun 1967 jauh sebelum Kabupaten Bima berdiri dengan anggaran swadaya masyarakat. Sejak mulai dibangun, belum pernah sekalipun dibantu Pemerintah Daerah. Karena itu, bangunan yang berdiri saat ini masih asli seperti pertama dibangun 77 tahun silam.
“Semua fisik bangunan ini belum pernah mendapatkan sentuhan, semuanya masih asli seperti dulu. Mulai dari atap sampai lantainya,” kata lelaki yang sudah mulai uzur ini saat kunjungan wartawan akhir pekan kemarin.
Diakuinya, bantuan untuk masjid selama ini baru satu kali saja yakni sebesar Rp. 10 juta. Itupun bukan Pemerintah Daerah, tetapi PT Mutiara yang mengelola mutiara laut tak jauh dari Dusun Nanga Ni’u. Anggaran itu keluar, setelah Pengurus Masjid mengajukan proposal. Berdasarkan kesepakatan Pengurus Masjid, anggaran itu hanya dipergunakan untuk membangun pagar masjid saja.
Soal kelengkapan masjid sambungnya, sangat banyak yang tidak ada. Selain bangunan yang sudah mulai rapuh, masjid setempat hanya berlantai tanah, tidak ada air untuk berwudhu dan sama sekali tidak ada pengeras suaranya. Padahal, Masjid Baburrahman dipakai untuk Sholat Jum’at warga karena masjid lain sangat jauh dan berada di dusun lainnya.
“Kami berharap ada perhatian dari pemerintah untuk memperbaiki masjid kami ini supaya masyarakat nyaman beribadah,” harapnya. (KS-13)
COMMENTS