Keberadaan pemuda dalam setiap perubahan bangsa dan Negara mutlak selalu ada. Bahkan karena pentingnya peran pemuda, Presiden Pertama Indonesia, Ir. Soekarno menempatkan pemuda sebagai elemen utama jika ingin mengguncangkan dunia.
Keberadaan pemuda dalam setiap perubahan bangsa dan Negara mutlak selalu ada. Bahkan karena pentingnya peran pemuda, Presiden Pertama Indonesia, Ir. Soekarno menempatkan pemuda sebagai elemen utama jika ingin mengguncangkan dunia. Namun, eksistensi pemuda sebagai agen perubahan lambat laun semakin bergeser dan jauh dari harapan.
Jati diri pemuda seakan tidak nampak lagi saat ini dan cenderung semangat mereka diarahkan pada hal-hal negatif, seperti kekerasan. Apa yang menyebabkan kondisi itu terjadi?
Menurut Ketua DPD Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Kota Bima, Dzul Amirulhaq, kondisi itu disebabkan karena adanya krisis ilmu pengetahuan dan eksistensi. Dua faktor itu dinilai mulai luntur dan memudar dalam diri pemuda sehingga menyebabkan semangat para pemuda menjurus ke perilaku negatif. Itu terlihat dengan banyak kasus yang terjadi di daerah Bima sebagian besar didominasi kaum muda.
Dia mencontohkan, seperti kasus kekerasan, perkelahian, bentrokan bahkan kasus terorisme, para pemuda hampir tidak pernah absen keterlibatannya. Bahkan, dalam hal-hal kecil yang seharusnya bisa diselesaikan dengan komunikasi menjadi persoalan besar karena para pemuda tidak bijak menyikapinya. Dampak dari kondisi itu, akhirnya membuat stigma pemuda semakin buruk dimata masyarakat.
Tak hanya itu kata Dzul, munculnya berbagai persoalan yang melibatkan pemuda membuat asumsi tentang daerah Bima dimata daerah lain semakin buruk. Padahal menurutnya, itu hanya ulah segelintir pemuda yang tidak mewakili semua pemuda yang ada di Bima.
“Dulu, pemuda memiliki Common Enemy (musuh bersama) sehingga semangatnya mau diarahkan kemana jelas. Tapi sekarang tidak jelas musuh bersamanya, kekuatan pemuda malah terkotak-kotak dan terlibat permusuhan antar sesame,” tutur Dzul saat menjadi narasumber dalam diskusi publik mengenai refleksi pemuda memperingati sumpah pemuda di SMKN 3 Kota Bima, Senin (27/10).
Menurut Dzul yang juga Ketua GP Ansor Kota Bima ini, sulit rasanya pemuda ingin memainkan peran dalam mengurai persoalan yang terjadi di daerah, sementara mereka sendiri tak mampu menampilkan keteladanan dan justru terlibat dalam persoalan itu sendiri.
“Ini menjadi suguhan kondisi pemuda yang selalu kita saksiksan. Sehingga sulit rasanya kita mau bicara mereduksi kekerasan, terorisme dan radikalisme sementara kita sendiri terlibat di dalamnya,” ujar dia.
Karenanya sambung dia, stigma negatif itu harus mulai dirubah secara perlahan oleh para pemuda. Caranya, yakni menjadikan momentum peringatan Sumpah Pemuda Tanggal 28 Oktober ini, sebagai refleksi untuk memperkuat kapasitas keilmuan, pendidikan dan spirit komunikasi yang bijak untuk menampilkan keteladanan kepada masyarakat.
“Musuh bersama yang harus kita lawan adalah rasa malas dan perilaku-perilaku menyimpang disegala setor kehidupan. InsyaAllah, jika karakter ini kita bangun maka marwah pemuda akan terbangun,” pungkasnya. (KS-13)
Jati diri pemuda seakan tidak nampak lagi saat ini dan cenderung semangat mereka diarahkan pada hal-hal negatif, seperti kekerasan. Apa yang menyebabkan kondisi itu terjadi?
Menurut Ketua DPD Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Kota Bima, Dzul Amirulhaq, kondisi itu disebabkan karena adanya krisis ilmu pengetahuan dan eksistensi. Dua faktor itu dinilai mulai luntur dan memudar dalam diri pemuda sehingga menyebabkan semangat para pemuda menjurus ke perilaku negatif. Itu terlihat dengan banyak kasus yang terjadi di daerah Bima sebagian besar didominasi kaum muda.
Dia mencontohkan, seperti kasus kekerasan, perkelahian, bentrokan bahkan kasus terorisme, para pemuda hampir tidak pernah absen keterlibatannya. Bahkan, dalam hal-hal kecil yang seharusnya bisa diselesaikan dengan komunikasi menjadi persoalan besar karena para pemuda tidak bijak menyikapinya. Dampak dari kondisi itu, akhirnya membuat stigma pemuda semakin buruk dimata masyarakat.
Tak hanya itu kata Dzul, munculnya berbagai persoalan yang melibatkan pemuda membuat asumsi tentang daerah Bima dimata daerah lain semakin buruk. Padahal menurutnya, itu hanya ulah segelintir pemuda yang tidak mewakili semua pemuda yang ada di Bima.
“Dulu, pemuda memiliki Common Enemy (musuh bersama) sehingga semangatnya mau diarahkan kemana jelas. Tapi sekarang tidak jelas musuh bersamanya, kekuatan pemuda malah terkotak-kotak dan terlibat permusuhan antar sesame,” tutur Dzul saat menjadi narasumber dalam diskusi publik mengenai refleksi pemuda memperingati sumpah pemuda di SMKN 3 Kota Bima, Senin (27/10).
Menurut Dzul yang juga Ketua GP Ansor Kota Bima ini, sulit rasanya pemuda ingin memainkan peran dalam mengurai persoalan yang terjadi di daerah, sementara mereka sendiri tak mampu menampilkan keteladanan dan justru terlibat dalam persoalan itu sendiri.
“Ini menjadi suguhan kondisi pemuda yang selalu kita saksiksan. Sehingga sulit rasanya kita mau bicara mereduksi kekerasan, terorisme dan radikalisme sementara kita sendiri terlibat di dalamnya,” ujar dia.
Karenanya sambung dia, stigma negatif itu harus mulai dirubah secara perlahan oleh para pemuda. Caranya, yakni menjadikan momentum peringatan Sumpah Pemuda Tanggal 28 Oktober ini, sebagai refleksi untuk memperkuat kapasitas keilmuan, pendidikan dan spirit komunikasi yang bijak untuk menampilkan keteladanan kepada masyarakat.
“Musuh bersama yang harus kita lawan adalah rasa malas dan perilaku-perilaku menyimpang disegala setor kehidupan. InsyaAllah, jika karakter ini kita bangun maka marwah pemuda akan terbangun,” pungkasnya. (KS-13)
COMMENTS