Keberadaan media massa di Kota Bima, terutama media cetak berkembang sangat pesat. Hampir setiap tahun, jumlah media terus bertambah hingga saat ini diperkirakan mencapai puluhan.
Keberadaan media massa di Kota Bima, terutama media cetak berkembang sangat pesat. Hampir setiap tahun, jumlah media terus bertambah hingga saat ini diperkirakan mencapai puluhan. Namun sayangnya, perkembangan media tersebut dinilai tak sebanding dengan perhatian Pemerintah Kota Bima.
Ada kesan sikap diskriminasi yang diberikan Walikota Bima terhadap sebagian media yang ada. Sebab hanya media tertentu yang diberikan perhatian khusus. Hal itu disampaikan Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Cabang Bima, Rafidin, S.Sos.
Menurut Rafidin, eksistensi media di daerah sangatlah penting sebagai corong informasi pembangunan dan program pemerintah. Tanpa media, masyarakat tidak akan tahu program apa yang akan dilaksanakan pemerintah. Karenanya, pemerintah tidak boleh apriori terhadap bertambah pesatnya media massa di Kota Bima. Sebab itu mencerminkan semakin tingginya peran pengontrolan dan pengawasan masyarakat terhadap kinerja pemerintah.
Untuk menyikapi kondisi itu sambungnya, perhatian lebih harus dicurahkan Walikota Bima terhadap media. Tidak saja soal anggaran, tapi upaya untuk mendorong tegaknya UU Pers dan peningkatan kapasitas wartawan harus diberikan sebagai kontribusi menciptakan wartawan professional. Namun faktanya, Ia melihat perhatian itu sangat kurang sekali.
“Perhatian yang diberikan Walikota Bima hanya tercurah pada media tertentu saja sehingga media yang besar hanya media yang diperhatikan itu saja. Sementara media kecil yang tetap menjaga konsistensi dalam menjalankan tugas terabaikan dan seakan ingin dibredel,” kritiknya.
Sikap itu lanjut Rafidin, semestinya tidak boleh dilakukan Walikota Bima karena sebagai Kepala Daerah harus berlaku adil terhadap masyarakat, termasuk dalam memperlakukan media. Apabila pemimpin tidak adil, menurutnya itu cerminan orang yang tidak amanah. Tak hanya soal perlakuan kepada media, Ia juga menyorot soal anggaran untuk media yang dinilai tidak transparan serta perhatian terhadap PWI Bima yang tidak ada. Seperti pembangunan Kantor PWI saat ini, diakuinya tanpa bantuan Pemerintah Kota Bima sedikitpun.
“Kritikan ini bukanlah ekspresi kebencian kami terhadap Walikota Bima, tetapi lebih sebagai masukan agar kedepan bisa dibehani. Tidak ada media yang dianak emaskan karena peran media itu pada prinsipnya sama,” tegas Rafidin.
Walikota Bima yang dimintai tanggapan melalui Plt Kabag Humas dan Protokol Setda Kota Bima, Ihya Gazali, S.Sos, menepis ada kesan media yang dianak ‘emaskan’. Diakuinya tidak ada perlakuan khusus terhadap media tertentu dengan niat untuk meniadakan media lainnya. “Hanya saja, memang ada porsi perhatian yang berbeda kepada media dengan pertimbangan melihat tingkat eksistensi media dalam menyampaikan informasi. Karena tidak semua media yang ada eksistensinya dalam menerbitkan berita sama,” tandasnya. (KS-13)
Ada kesan sikap diskriminasi yang diberikan Walikota Bima terhadap sebagian media yang ada. Sebab hanya media tertentu yang diberikan perhatian khusus. Hal itu disampaikan Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Cabang Bima, Rafidin, S.Sos.
Menurut Rafidin, eksistensi media di daerah sangatlah penting sebagai corong informasi pembangunan dan program pemerintah. Tanpa media, masyarakat tidak akan tahu program apa yang akan dilaksanakan pemerintah. Karenanya, pemerintah tidak boleh apriori terhadap bertambah pesatnya media massa di Kota Bima. Sebab itu mencerminkan semakin tingginya peran pengontrolan dan pengawasan masyarakat terhadap kinerja pemerintah.
Untuk menyikapi kondisi itu sambungnya, perhatian lebih harus dicurahkan Walikota Bima terhadap media. Tidak saja soal anggaran, tapi upaya untuk mendorong tegaknya UU Pers dan peningkatan kapasitas wartawan harus diberikan sebagai kontribusi menciptakan wartawan professional. Namun faktanya, Ia melihat perhatian itu sangat kurang sekali.
“Perhatian yang diberikan Walikota Bima hanya tercurah pada media tertentu saja sehingga media yang besar hanya media yang diperhatikan itu saja. Sementara media kecil yang tetap menjaga konsistensi dalam menjalankan tugas terabaikan dan seakan ingin dibredel,” kritiknya.
Sikap itu lanjut Rafidin, semestinya tidak boleh dilakukan Walikota Bima karena sebagai Kepala Daerah harus berlaku adil terhadap masyarakat, termasuk dalam memperlakukan media. Apabila pemimpin tidak adil, menurutnya itu cerminan orang yang tidak amanah. Tak hanya soal perlakuan kepada media, Ia juga menyorot soal anggaran untuk media yang dinilai tidak transparan serta perhatian terhadap PWI Bima yang tidak ada. Seperti pembangunan Kantor PWI saat ini, diakuinya tanpa bantuan Pemerintah Kota Bima sedikitpun.
“Kritikan ini bukanlah ekspresi kebencian kami terhadap Walikota Bima, tetapi lebih sebagai masukan agar kedepan bisa dibehani. Tidak ada media yang dianak emaskan karena peran media itu pada prinsipnya sama,” tegas Rafidin.
Walikota Bima yang dimintai tanggapan melalui Plt Kabag Humas dan Protokol Setda Kota Bima, Ihya Gazali, S.Sos, menepis ada kesan media yang dianak ‘emaskan’. Diakuinya tidak ada perlakuan khusus terhadap media tertentu dengan niat untuk meniadakan media lainnya. “Hanya saja, memang ada porsi perhatian yang berbeda kepada media dengan pertimbangan melihat tingkat eksistensi media dalam menyampaikan informasi. Karena tidak semua media yang ada eksistensinya dalam menerbitkan berita sama,” tandasnya. (KS-13)
COMMENTS