Semangat reformasi birokrasi yang menjadi mimpi besar yang ingin diwujudkan Walikota Bima, nampaknya terlalu sulit menjadi kenyataan
Semangat reformasi birokrasi yang menjadi mimpi besar yang ingin diwujudkan Walikota Bima, nampaknya terlalu sulit menjadi kenyataan. Kinerja maksimal dengan memahami konteks Tugas Pokok dan Fungsi (Tupoksi), justeru bertepuk sebelah tangan dengan semangat itu. Mimpi menerapkan paradigma birokrasi yang ideal dan handal dengan kemampuan managerial yang akuntabel, selalu diucapkannya.
Bahkan beberapa kali Qurais, menginginkan aparatur yang menempati jabatan tertinggi di setiap Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), bukan dilihat dari pangkat, golongan dan lain sebagainya seperti syarat baku yang diamanatkan undang-undang. Tetapi dilihat dari kinerja dan kemampuannya, meski aparatur itu belum memenuhi syarat kepangkatan dan golongan.
Seperti disampaikannya saat apel gabungan Senin (3/11) kemarin. Qurais kembali bermimpi melawan tembok aturan yang diisyaratkannya sangat berbanding terbalik dari kenyataan yang ada. Dia memimpikan promosi jabatan disetiap SKPD, layaknya pelamar yang ikut tes CPNS. Dalam tes itu, siapa yang memiliki kemampuan menjawab soal-soal dengan sendirinya menduduki rangking teratas. Sama sekali tidak ada unsur kedekatan dan manipulasi. Begitupun dengan penempatan pejabat. “Jika pejabat yang lama selesai masa tugasnya, maka dengan sendirinya akan diisi oleh aparatur yang memiliki rangking kemampuan managerial yang lebih baik,“ ujarnya.
Tentu keinginan itu bukan tanpa sebab. Fakta dari kekecewaan Qurais, tersebut soal belanja program APBD maisng-masing SKPD lingkup Pemkot yang tidak habis dibelanjakan. Sehingga dinilainya, disamping kinerja kepala SKPD yang minus juga aparatur pegawai yang inilainya pula tidak paham tupoksi.
Tupoksi yang dimaksud Walikota yakni adanya sejumlah SKPD yang tak menghabiskan anggaran bersumber dari APBD, padahal sudah memasuki akhir Tahun 2014. “Kita ini tidak paham tupoksi, mulai dari staf sampai ke jajaran pejabat eselon. Kenapa sudah diberikan tanggungjawab untuk menggunakan anggaran tetapi justeru tidak habis,” herannya.
Tidak habisnya APBD itu kata Qurais, karena SKPD tak paham tupoksi dan tak tahu cara membelanjakan APBD. “Kalau memang tahu tupoksinya, tidak mungkin dong ruangannya dibiarkan kotor. Jika ada yang bilang tau, itu munafik namanya,” ujarnya. (KS-13)
Bahkan beberapa kali Qurais, menginginkan aparatur yang menempati jabatan tertinggi di setiap Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), bukan dilihat dari pangkat, golongan dan lain sebagainya seperti syarat baku yang diamanatkan undang-undang. Tetapi dilihat dari kinerja dan kemampuannya, meski aparatur itu belum memenuhi syarat kepangkatan dan golongan.
Seperti disampaikannya saat apel gabungan Senin (3/11) kemarin. Qurais kembali bermimpi melawan tembok aturan yang diisyaratkannya sangat berbanding terbalik dari kenyataan yang ada. Dia memimpikan promosi jabatan disetiap SKPD, layaknya pelamar yang ikut tes CPNS. Dalam tes itu, siapa yang memiliki kemampuan menjawab soal-soal dengan sendirinya menduduki rangking teratas. Sama sekali tidak ada unsur kedekatan dan manipulasi. Begitupun dengan penempatan pejabat. “Jika pejabat yang lama selesai masa tugasnya, maka dengan sendirinya akan diisi oleh aparatur yang memiliki rangking kemampuan managerial yang lebih baik,“ ujarnya.
Tentu keinginan itu bukan tanpa sebab. Fakta dari kekecewaan Qurais, tersebut soal belanja program APBD maisng-masing SKPD lingkup Pemkot yang tidak habis dibelanjakan. Sehingga dinilainya, disamping kinerja kepala SKPD yang minus juga aparatur pegawai yang inilainya pula tidak paham tupoksi.
Tupoksi yang dimaksud Walikota yakni adanya sejumlah SKPD yang tak menghabiskan anggaran bersumber dari APBD, padahal sudah memasuki akhir Tahun 2014. “Kita ini tidak paham tupoksi, mulai dari staf sampai ke jajaran pejabat eselon. Kenapa sudah diberikan tanggungjawab untuk menggunakan anggaran tetapi justeru tidak habis,” herannya.
Tidak habisnya APBD itu kata Qurais, karena SKPD tak paham tupoksi dan tak tahu cara membelanjakan APBD. “Kalau memang tahu tupoksinya, tidak mungkin dong ruangannya dibiarkan kotor. Jika ada yang bilang tau, itu munafik namanya,” ujarnya. (KS-13)
COMMENTS