Perseteruan antara Muslimin alias mimin dengan pihak Pelindo III Persro Cabang Bima soal sepetak tanah di Pelabuhan Bima, hingga kini belum juga usai.
Sahbandar: Dilaporkan ke Malaikatpun Kami Akan Ikut
Perseteruan antara Muslimin alias mimin dengan pihak Pelindo III Persro Cabang Bima soal sepetak tanah di Pelabuhan Bima, hingga kini belum juga usai. Bahkan, sengketa tersebut sedang berujung di meja Kepolisian Polres Bima Kota. Maksudnya, Mimin menggiring Sahbandar Bima ke meja hukum dengan delik aduan penyerobotan lahan yang konon menurutnya adalah warisan nenek moyangnya.
Sayangnya, Mimin tidak mampu membuktikan bukti kepemilikan tersebut baik kepada pihak Pelindo maupun pihak Sahbandar Bima. Dilain pihak, Pelindo menegaskan, sepetak tanah tersebut masih berstatus sebagai milik negara yang dibuktikan SK Bupati Bima tahun 1964, SK Menteri Perhubungan RI dan surat keputusan bersama nomor 145 tahun 1995 tentang batas-batas lingkungan diwilayah Pelindo III Persero Cabang Bima. Sementara Mimin diperlakukan sama dengan warga Tanjung lainya yang masih menempati lahan diatas tanah milik Pelindo tersebut.
“Itu tanah negara, bukan tanah warisan sesuai dengan pengakuan Mimin. Pengakuan Mimin tersebut adalah tidak mendasar. Karena tidak mampu dibuktikan secara yuridis formal. Maksudnya, Mimin tidak memiliki bukti-bukti kepemilikan seperti sertifikat dan lainya. Jadi, sekali lagi, itu pengakuan bodong,” tegas Kacab Pelindo III Persero Cabang Bima melalui Manager Operasi dan Tehniknya, E Balya kepada Wartawan di ruang kerjanya pada Selasa (23/12).
Pihaknya juga menegaskan, sesungguhnya tidak ada masalah dengan Mimin. Karena, Pelindo merasa bahwa lokasi itu secara jelas dan tegas masih menjadi milik negara yang yang mampu dibuktikan secara formal. Sedangkan warga yang masih berdomisili didalam wilayah Pelindo itu, hanya diberikan ruang Hak Pengelolaan Lahan (HPL).”Kalau dulu, umur HPL 3 tahun. Sekarang, HPL hanya berumur 2 tahun. Sedangkan Mimin pernah mengurus HPL. Namun HPL-nya sudah tewas dan yang bersangkutan tidak melakukan perpanjangan lagi. Untuk itu, sekarang Mimin tidak punya hak lagi di wilayah itu,”tandasnya.
Jelasnya, luas lahan milik Pelindo III Persero Cabang Bima di sebelah utara yakni, mulai dari sungai jembatan Melayu sampai ujung ujunmg teluk. Sedangkan di bagian selatan hingga disekitar wilayah Tempat Pelengan Ikan (TPI) di Kelurahan Tanjung Kecamatan Rasanae Barat Kota Bima. Luas areal daratan, 376, 255 meter persegi. “Selama belum digunakan oleh Pemerintah, Pelindo masih memberiukan kesempatan kepada warga warga untuk menempati lokasi itu. Diatas lahan seluas 376, 255 M2 tersebut, includ dengan sepetak tanah yang diklaim oleh Mimin. Jadi, tidak ada tanah warisan sebagaimana pengklaiman Mimin itu. Jika Pemerintah membutuhkan lahan tersebut untuk membangun demi kepentingan masyarakat, maka tidak ada alasan bagi warga untuk mencegahnya dan secara legowo harus tersingkir dari wilayah itu,”tegasnya lagi.
Menjawab pertanyaan penyelesaian masalah yang terjadi, pihaknya sedang melakukan upaya memanggil warga termasuk Mimin, dalam waktu segera. Maksudnya, ketika GM Pelindo III Persero Cabang Bima, Baharudin dari luar Kota. Pihaknya juga tidak tahu adanya laporan Mimin ke Polisi itu karena sampai hari ini, tidak pernah mendatangi Pelindo. Untuk upaya klarifikasi, dalam waktu dekat akan memanggil warga termasuk Mimin secara resmi. Tujuannya untuk mendengar tentang siapa sesungguhnya pemilik lahan dimaksud. Menurut versi Mimin, sepetak tanah itu adalah diperolehnya dari harta warisan, tentu saja harus dibuktikan secara formal. “Soal Mimin minta ganti rugi karena telah menimbun tanah dilokasi itu, siapa yang suruh. Pelindo tidak penah menyuruhnya. Sementara soal bangunan yang sudah dirobohkan. Itu sudah diselesaikan oleh pihak Pemkot Bima,”ulasnya.
Proyek yang sedang dibangun oleh pemerintah yang berada disekitar sepetak tanah yang diklaim oleh Mimin tersebut, bersumber dari negara. Dan poyek pembangunan tersebut, berorientasi kepada kepentingan publik.”Tidak ada istilah Pelindfo mengganti rugi. Karena itu, tanah milik negara. Persoalan Mimin meminta ganti rugi, itu tidak ada korelasinya dengan lahan milik negara. Kecuali, dia mampu membuktikan secara real tentang bukti-bukti kepemilik lahan diatas sepetak tanah dimaksud. Keliru dong kalau Pelindo membayar tanah negara,”timpalnya.
Semenatara Kepala Sahbandar Bima, Drs H Anwar Mukmin yang dimintai komentarnya, menegaskan, pihaknya hanya sebagai penyelenggara proyek pembangunan yang sudah dan sedang dilaksanakan. Sepetak lahan yang diakui Mimin yang diperolehnya dari tanah warisan, harus dibuktikan secara yuridis formal seperti sertifikat dan lainya. Sebab, yang diketahui oleh pihaknya, lokasi yang diklaim oleh Mimin tersebut, sampai dengan sekarang masih berstatus sebagai asset negara dengan kekuatan bukti-bukti yang ada. “Itu tanah negara. Akan gila pemerintah mengeluarkan biaya untuk membayar miliknya sendiri,”tegas anak pelaut ini.
Dia mengakui telah mendengar pengaduan Mimin ke Polisi tentang pihaknya yang telah melakukan penmyerobotan sepetak tanah tersebut oleh Mimin. Laporan tersebut, ditujukan kepada pihak Polsek Rasanae Barat-Polres Bima Kota. Kendati demikian, pihaknya tidak pernah surut menghadapi pengaduan Mimin itu.
Ditambahkannya, pembangunan demi kepentingan publik secara utuh mutlak dilaksanakan dengan penuh tanggungjawab. Pembangunan di lokasi akan jalan terus demi kepentingan bangsa dan negara. “Soal pengaduan Mimin, jangankan ke Polsek Rasanae, dilaporkan ke Malaekat pun akan kami ikut. Dan, sebaliknya kami juga sudah mengadukan persoalan ini kepada pihak Kejaksaan Negeri Raba-Bima,” jelasnya kepada wartawan melalui selulernya pada Selasa (23/12). (KS-14)
COMMENTS