Menyambut peringatan hari Hak Asasi Manusia (HAM) sedunia, ratusan mahasiwa dari dari Front Persatuan Gerakan Rakyat Untuk Indonesia, Rabu (10/12) kemarin menggelar aksi teatrikal.
Menyambut peringatan hari Hak Asasi Manusia (HAM) sedunia, ratusan mahasiwa dari dari Front Persatuan Gerakan Rakyat Untuk Indonesia, Rabu (10/12) kemarin menggelar aksi teatrikal. Mereka berasal dari Serikat Mahasiswa Indonesia (SMI) Cabang Bima dan WMH STIH PM Kota Bima.
Aksi teatrikal itu digelar di simpang empat eks Kantor Bupati Bima. Dalam aksinya, mahasiswa menggambarkan kesengsaraan korban HAM dengan aksi teatrikal. Terlihat lima orang berperan sebagai buruh ditarik menggunakan tali. Kelimanya dianiaya dua algojo di kawal satu mahasiswa berperan sebagai Presiden RI. Mereka berteriak kesakitan dan diperlakukan tidak manusiawi oleh kedua algojo sebagai perlambang pelaku pelanggar HAM.
Koordinator aksi, Sam mengaku, teatrikal merupakan cara berdemonstrasi yang dinilai sangat menyentuh dan menggambarkan apa yang ingin disampaikan. Cara itu dianggap lebih baik dari pada melontarkan bahasa kasar dan cacian terhadap para kaum elit serta penguasa. “Selain aman bagi semua massa aksi, juga terlihat santun dimata masyarakat," ujarnya.
Aksi menyambut hari HAM se-Dunia ini lanjutnya, sengaja digelar lebih awal untuk membuka mata petinggi negara dan pemerintah di daerah. Mereka diharapkan tidak melihat sebelah mata soal kondisi masyarakat. "Kami selaku generasi muda dan mahasiswa, hanya ingin membuka mata pemerintah yang seakan-akan tidak memperdulikan masyarakat secara utuh," tuturnya.
Selain itu kata Sam, masyarakat tidak salah paham dengan apa yang dilakukan seluruh elemen massa aksi saat ini. Semua yang dilakukan, semata-mata untuk memperjuangkan HAM masyarakat agar tidak selalu menjadi sasaran ketidak adilan. "Perjuangan adalah fungsi kontrol kami," katanya.
Selain menyorot soal pelanggaran HAM, massa aksi juga menolak hadirnya MEA ASEAN. Massa meminta rakyat Indonesia harus sadar dan mengenal apa itu kapitalisme. Sumber dari segala ketimpangan sosial yang terjadi di tanah Ibu Pertiwi ini, mulai dari melaratnya sistim perekonomian, kemiskinan hingga penderitaan masyarakat yang berkepanjangan saat ini. "Semua itu, karena sistem sosial dan ekonomi yang membenarkan bagi kelas kaya, kaum bermodal dan borjuasi untuk menguasai sumber kekayaan alam," ujar Koordinator Aksi, Sam. (KS-05)
Aksi teatrikal itu digelar di simpang empat eks Kantor Bupati Bima. Dalam aksinya, mahasiswa menggambarkan kesengsaraan korban HAM dengan aksi teatrikal. Terlihat lima orang berperan sebagai buruh ditarik menggunakan tali. Kelimanya dianiaya dua algojo di kawal satu mahasiswa berperan sebagai Presiden RI. Mereka berteriak kesakitan dan diperlakukan tidak manusiawi oleh kedua algojo sebagai perlambang pelaku pelanggar HAM.
Koordinator aksi, Sam mengaku, teatrikal merupakan cara berdemonstrasi yang dinilai sangat menyentuh dan menggambarkan apa yang ingin disampaikan. Cara itu dianggap lebih baik dari pada melontarkan bahasa kasar dan cacian terhadap para kaum elit serta penguasa. “Selain aman bagi semua massa aksi, juga terlihat santun dimata masyarakat," ujarnya.
Aksi menyambut hari HAM se-Dunia ini lanjutnya, sengaja digelar lebih awal untuk membuka mata petinggi negara dan pemerintah di daerah. Mereka diharapkan tidak melihat sebelah mata soal kondisi masyarakat. "Kami selaku generasi muda dan mahasiswa, hanya ingin membuka mata pemerintah yang seakan-akan tidak memperdulikan masyarakat secara utuh," tuturnya.
Selain itu kata Sam, masyarakat tidak salah paham dengan apa yang dilakukan seluruh elemen massa aksi saat ini. Semua yang dilakukan, semata-mata untuk memperjuangkan HAM masyarakat agar tidak selalu menjadi sasaran ketidak adilan. "Perjuangan adalah fungsi kontrol kami," katanya.
Selain menyorot soal pelanggaran HAM, massa aksi juga menolak hadirnya MEA ASEAN. Massa meminta rakyat Indonesia harus sadar dan mengenal apa itu kapitalisme. Sumber dari segala ketimpangan sosial yang terjadi di tanah Ibu Pertiwi ini, mulai dari melaratnya sistim perekonomian, kemiskinan hingga penderitaan masyarakat yang berkepanjangan saat ini. "Semua itu, karena sistem sosial dan ekonomi yang membenarkan bagi kelas kaya, kaum bermodal dan borjuasi untuk menguasai sumber kekayaan alam," ujar Koordinator Aksi, Sam. (KS-05)
COMMENTS