Lurah Penanae, Iskandar, S. Sos membantah pemberitaan sebelumnya bahwa tanah di So Tolomango Lingkungan Nggarolo Kelurahan Penanae adalah milik warga atas nama Abdurrahman Cs.
Lurah Penanae, Iskandar, S. Sos membantah pemberitaan sebelumnya bahwa tanah di So Tolomango Lingkungan Nggarolo Kelurahan Penanae adalah milik warga atas nama Abdurrahman Cs. Iskandar menegaskan, tanah seluas 12 Are itu adalah milik Pemerintah Propinsi NTB sejak Tahun 1997 dan sejak pembentukan Kota Bima sudah menjadi aset daerah Kota Bima serta sudah tertuang dalam KIP.
Menurut Lurah, tanah tersebut bukan atas nama Anggo (Kakek Abdurrahman) tapi atas nama Tala (Selaku pemilik awal, red). Terkait pembelian tanah itu, sepengetahuannya pada tahun 1990-an pihak Propinsi NTB melakukan pengadaan pembelian tanah untuk dijadikan aset pemerintah daerah yang berkisar Rp. 5 jutaan. Sehingga Pemerintah Desa (Pemdes) Penanae membayar tanah milik warga St Ina Safia istri Jafar Abdul Amin dan Syamsudin A. Wahab.
“Saya tidak tahu persis terkait proses jual beli tanah oleh pemdes pada saat itu, namun yang jelas bukti kwitansi jual beli (Syarat administrasi) jelas, dan tidak mungkin pihak pemerintah membayar tanah bermasalah dan apalagi tanah dalam proses sengketa. Sudah jelas tanah itu milik warga lain bukan milik Anggo,” ujarnya saat ditemui di ruang kerjanya Kamis (8/1).
Lanjut Lurah, tanah atas nama Anggo terletak disebelah Timur tanah milik pemerintah tersebut, dan pihak Abdurrahman sudah dua kali menggarap tanah milik negara dengan tahun 2014 ini tanpa ijin pihaknya. Sikap Abdurrahman Cs sama halnya melakukan penyerobotan tanah orang lain dan bisa dihukum sesuai undang-undang yang berlaku apabila dilaporkan pada pihak yang berwajib. “Tapi saya masih memiliki etika yang baik, maka tidak melaporkan pada pihak berwajib, jadi cukup pihaknya tegur secara kekeluargaan saja,” terangnya.
Iskandar juga membantah, bahwa lahan seluas 12 are untuk pembangunan Kantor Lumbung Tani Tahun 2012 milik Abdurrahman. “Itu tidak benar semua pernyataan Abdurrahman. Pasalnya, pada saat pembangunan lumbung senilai Rp. 30 juta yang bersumber dari Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluhan (BKP2) propinsi NTB. Tidak ada pihak warga satupun yang keberatan, karena tanah itu milik pemerintah,” tegasnya.
Ia juga mengklarifikasi terkait surat yang dikeluarkan oleh Pemdes yang ditanda tangani Kepala Desa (Kades) A. Rajak terkait ahli waris, yang menerangkan bahwa Drs. Masjrun, SH, SE, Abdurrahman dan Sanusin anak dari Abidin, sedangkan Abidin putranya si Anggo. “Dalam surat tersebut menegaskan terkait keturunan Anggo, yang menyebutkan Abdurrahman adalah keturunan dari Anggo. Jadi bukan surat warisan yang menegaskan tanah 12 Are tersebut milik Anggot, tambahnya. (KS-04)
Menurut Lurah, tanah tersebut bukan atas nama Anggo (Kakek Abdurrahman) tapi atas nama Tala (Selaku pemilik awal, red). Terkait pembelian tanah itu, sepengetahuannya pada tahun 1990-an pihak Propinsi NTB melakukan pengadaan pembelian tanah untuk dijadikan aset pemerintah daerah yang berkisar Rp. 5 jutaan. Sehingga Pemerintah Desa (Pemdes) Penanae membayar tanah milik warga St Ina Safia istri Jafar Abdul Amin dan Syamsudin A. Wahab.
“Saya tidak tahu persis terkait proses jual beli tanah oleh pemdes pada saat itu, namun yang jelas bukti kwitansi jual beli (Syarat administrasi) jelas, dan tidak mungkin pihak pemerintah membayar tanah bermasalah dan apalagi tanah dalam proses sengketa. Sudah jelas tanah itu milik warga lain bukan milik Anggo,” ujarnya saat ditemui di ruang kerjanya Kamis (8/1).
Lanjut Lurah, tanah atas nama Anggo terletak disebelah Timur tanah milik pemerintah tersebut, dan pihak Abdurrahman sudah dua kali menggarap tanah milik negara dengan tahun 2014 ini tanpa ijin pihaknya. Sikap Abdurrahman Cs sama halnya melakukan penyerobotan tanah orang lain dan bisa dihukum sesuai undang-undang yang berlaku apabila dilaporkan pada pihak yang berwajib. “Tapi saya masih memiliki etika yang baik, maka tidak melaporkan pada pihak berwajib, jadi cukup pihaknya tegur secara kekeluargaan saja,” terangnya.
Iskandar juga membantah, bahwa lahan seluas 12 are untuk pembangunan Kantor Lumbung Tani Tahun 2012 milik Abdurrahman. “Itu tidak benar semua pernyataan Abdurrahman. Pasalnya, pada saat pembangunan lumbung senilai Rp. 30 juta yang bersumber dari Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluhan (BKP2) propinsi NTB. Tidak ada pihak warga satupun yang keberatan, karena tanah itu milik pemerintah,” tegasnya.
Ia juga mengklarifikasi terkait surat yang dikeluarkan oleh Pemdes yang ditanda tangani Kepala Desa (Kades) A. Rajak terkait ahli waris, yang menerangkan bahwa Drs. Masjrun, SH, SE, Abdurrahman dan Sanusin anak dari Abidin, sedangkan Abidin putranya si Anggo. “Dalam surat tersebut menegaskan terkait keturunan Anggo, yang menyebutkan Abdurrahman adalah keturunan dari Anggo. Jadi bukan surat warisan yang menegaskan tanah 12 Are tersebut milik Anggot, tambahnya. (KS-04)
COMMENTS