Sejumlah keluarga korban sweeping asal Kelurahan Tanjung kembali menyorot kinerja Kepolisian saat penanganan bentrok antar warga beberapa waktu lalu karena dinilai brutal.
Sejumlah keluarga korban sweeping asal Kelurahan Tanjung kembali menyorot kinerja Kepolisian saat penanganan bentrok antar warga beberapa waktu lalu karena dinilai brutal. Selain itu mereka mempertanyakan dasar penahanan keluarga mereka yang dirujuk di Mataram sampai saat ini belum pernah disampaikan Kepolisian.
Dewi Anggriani misalnya, isteri Dari Dedi Romansyah ini merasa sangat kecewa dan tidak terima atas ulah brutal aparat Kepolisian saat itu. Sebab, tindakan yang terkesan kriminalitas itu diperlihatkan aparat tanpa merasa belas kasihan terhadap warga yang seharusnya mereka lindungi. ”Bagaimana saya tidak kesal dan benci terhadap prilaku mereka pak, tidak hanya suami saya yang dewasa. Anak dibawa umur yang saat itu tengah main game saja ditembak oleh Polisi,” ujarnya kesal saat mendatangi sejumlah wartawan di kantin Pemkot Bima Selasa (13/1) siang.
Menurutnya, tindakan itu sangat tidak mencerminkan rasa kemanusiaan. Sebab, Polisi adalah pengayom, pelindung dan pelayan masyarakat. Kalaupun masyarakat berbuat salah atas peristiwa bentrok yang terjadi itu, Polisi harus mampu memberikan pemahaman dan melakukan tugasnya sesuai SOP yang ada. ”Sweeping yang dilakukan Polisi dulu, sangat jauh dari SOP nya dan tidak relefan dengan ketentaun yang ada,” sorotnya.
Di tempat yang sama, keluarga korban lainnya, Mujna mengatakan, suaminya Mapet, hingga saat ini masih ditahan oleh pihak Polda NTB. Ia merasa sangat kecewa dan heran atas sikap penegakan hukum yang dilakukan Polisi. Sebab yang ia tahu, suaminya ke Mataram hanya untuk dirujuk karena kakinya terluka akibat hantaman timah panas saat sweeping dilakukan Polisi usai bentrok terjadi. ”Kami ini tidak mengerti tentang hukum, tapi kejelasan dari Polisi kami harapkan untuk mengetahui kenapa suami kami bisa ditahan,” ungkapnya.
Dalam pemahamannya, dirujuknya suami tercinta betul-betul untuk berobat di rumah sakit Mataram, tapi malah dikeluarkan dan dibawa ke Polda NTB. ”Tidak ada orang Dara, semuanya orang Tanjung dan satu orang warga Kelurahan Penaraga yang ikut jadi korban saat itu. Termasuk dua anak dibawa umur itu,” jelasnya.
Kata dia, warga Penaraga bernama Agus Merdeka, saat itu diketahui pergi ke Tanjung untuk mengerjakan las pagar. Diapun, ikut disweeping dan mengalami luka tembak dari aparat. Hal itu menandakan, sikap premanisme yang patut dipertanyakan. ”Dengan adanya hal ini, kami minta Polisi bebaskan suami kami,” ujarnya.
Ketua LPM Kelurahan Tanjung Hasanudin mengaku, warganya saat ini yang masih di Mataram ada enam orang. Mereka adalah Dedi Aryanto, Dedi Romansya, Imam Syafrudin, Agus Merdeka warga Kelurahan Penaraga, Mapet, Rusli dan Andi Panca yang masih dibawah umur itu. Untuk korban penembakan saat sweeping terjadi, atas nama Asraf (14) Senin kemarin telah tiba di kediamannya yang ada di Kelurahan Tanjung. ”Intinya, kami minta warga kami dipulangkan,” pintanya.
Pihaknya tidak pernah mengetahui bahwa warganya akan langsung ditahan seperti itu. Apakah mereka tersangkut kasus bentrokan atau kasus yang mana. Kalaupun mereka terluka, itu akibat ulah Polisi yang secara membabi buta melakukan sweeping dan menembak masyarakat bahkan anak kecil. ”Masyarakat punya kewajiban untuk meminta haknya, Polisi jangan pernah berbuat sesuka hati yang sehingga menyalah guinakan kekuasaan dan wewenangnya,” sorotnya. (KS-05)
Dewi Anggriani misalnya, isteri Dari Dedi Romansyah ini merasa sangat kecewa dan tidak terima atas ulah brutal aparat Kepolisian saat itu. Sebab, tindakan yang terkesan kriminalitas itu diperlihatkan aparat tanpa merasa belas kasihan terhadap warga yang seharusnya mereka lindungi. ”Bagaimana saya tidak kesal dan benci terhadap prilaku mereka pak, tidak hanya suami saya yang dewasa. Anak dibawa umur yang saat itu tengah main game saja ditembak oleh Polisi,” ujarnya kesal saat mendatangi sejumlah wartawan di kantin Pemkot Bima Selasa (13/1) siang.
Menurutnya, tindakan itu sangat tidak mencerminkan rasa kemanusiaan. Sebab, Polisi adalah pengayom, pelindung dan pelayan masyarakat. Kalaupun masyarakat berbuat salah atas peristiwa bentrok yang terjadi itu, Polisi harus mampu memberikan pemahaman dan melakukan tugasnya sesuai SOP yang ada. ”Sweeping yang dilakukan Polisi dulu, sangat jauh dari SOP nya dan tidak relefan dengan ketentaun yang ada,” sorotnya.
Di tempat yang sama, keluarga korban lainnya, Mujna mengatakan, suaminya Mapet, hingga saat ini masih ditahan oleh pihak Polda NTB. Ia merasa sangat kecewa dan heran atas sikap penegakan hukum yang dilakukan Polisi. Sebab yang ia tahu, suaminya ke Mataram hanya untuk dirujuk karena kakinya terluka akibat hantaman timah panas saat sweeping dilakukan Polisi usai bentrok terjadi. ”Kami ini tidak mengerti tentang hukum, tapi kejelasan dari Polisi kami harapkan untuk mengetahui kenapa suami kami bisa ditahan,” ungkapnya.
Dalam pemahamannya, dirujuknya suami tercinta betul-betul untuk berobat di rumah sakit Mataram, tapi malah dikeluarkan dan dibawa ke Polda NTB. ”Tidak ada orang Dara, semuanya orang Tanjung dan satu orang warga Kelurahan Penaraga yang ikut jadi korban saat itu. Termasuk dua anak dibawa umur itu,” jelasnya.
Kata dia, warga Penaraga bernama Agus Merdeka, saat itu diketahui pergi ke Tanjung untuk mengerjakan las pagar. Diapun, ikut disweeping dan mengalami luka tembak dari aparat. Hal itu menandakan, sikap premanisme yang patut dipertanyakan. ”Dengan adanya hal ini, kami minta Polisi bebaskan suami kami,” ujarnya.
Ketua LPM Kelurahan Tanjung Hasanudin mengaku, warganya saat ini yang masih di Mataram ada enam orang. Mereka adalah Dedi Aryanto, Dedi Romansya, Imam Syafrudin, Agus Merdeka warga Kelurahan Penaraga, Mapet, Rusli dan Andi Panca yang masih dibawah umur itu. Untuk korban penembakan saat sweeping terjadi, atas nama Asraf (14) Senin kemarin telah tiba di kediamannya yang ada di Kelurahan Tanjung. ”Intinya, kami minta warga kami dipulangkan,” pintanya.
Pihaknya tidak pernah mengetahui bahwa warganya akan langsung ditahan seperti itu. Apakah mereka tersangkut kasus bentrokan atau kasus yang mana. Kalaupun mereka terluka, itu akibat ulah Polisi yang secara membabi buta melakukan sweeping dan menembak masyarakat bahkan anak kecil. ”Masyarakat punya kewajiban untuk meminta haknya, Polisi jangan pernah berbuat sesuka hati yang sehingga menyalah guinakan kekuasaan dan wewenangnya,” sorotnya. (KS-05)
COMMENTS