Sekretaris Daerah Kota Bima, Ir. H Muhamad Rum yang bertindak selaku pemimpin apel memberikan reward (penghargaan) kepada para pegawai yang mengenakan tenun bima.
Ada yang berbeda saat apel pagi rutin di Sekretariat Daerah, Kamis (28/01) pagi di halaman Kantor Walikota Bima. Sekretaris Daerah Kota Bima, Ir. H Muhamad Rum yang bertindak selaku pemimpin apel memberikan reward (penghargaan) kepada para pegawai yang mengenakan tenun bima.
Sebanyak 11 orang mendapatkan reward dan pujian karena telah menggunakan tenunan asli bima sebagaimana diatur dalam Peraturan Walikota Bima nomor 22 tahun 2013 tentang perubahan kedua atas peraturan Walikota Bima tentang Pakaian dinas pegawai negeri sipil di lingkungan pemerintah Kota Bima. Dalam pasal 27 point 2 (c) bahwa pakaian dinas hari kamis menggunakan PDH Tenun Ikat Ciri Khas Daerah Bima, kecuali bagi pegawai yang menjalankan tas operasional di lapangan yang bersifat teknis dapat menggunakan pakaian dinas lapangan.
Selain itu, tidak hanya memperhatikan kesesuaian pakaian namun juga atribut yang dikenakan seperti papan nama, pin korpri dan name tag. Hal ini dilakukan selain mendisiplinkan pegawai sesuai dengan aturan sebagaimana yang telah diatur dalam peraturan tentang pakaian dinas Pegawai Negeri Sipil (PNS), penggunaan tenun ikat ciri khas daerah bima merupakan salah satu ekspresi budaya masyarakat bima yang juga digunakan sebagai sarana bersosialisasi, serta memiliki dampak ekonomi bagi pengrajinnya. Diharapkan PNS bisa turut serta juga dalam melestasikan budaya bima.
Pemberian reward ini diharapkan Sekda, memotivasi para untuk lebih mendisiplinkan diri sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan. Demikian pula bagi para pengrajin tenun agar termotivasi memproduksi tenun ikat ciri khas bima. Saat ini, budaya menenun sudah semakin ditinggalkan karena berbagai kendala. Kendala yang kerap terjadi pada penenun adalah masalah bahan baku, serta tidak adanya regenerasi budaya yang jelas.
“Banyak generasi muda memilih untuk pergi meninggalkan tempat kelahiran mereka setelah menikah karena di luar sana lebih menjanjikan kesejahteraan dibandingkan hanya menenun,” kata Sekda dikutip dari Plt Kabag Humas dan Protokol, Ihya Gazali, S.Sos.
Daerah Bima katanya, menjadi salah satu daerah yang terkenal akan tenunan daerah juga dikenal sebagai daerah yang dulunya mengharuskan wanita untuk bisa menenun sebelum menikah. Selain itu, sedikitnya informasi di kalangan pengrajin membuat pola pikir mereka semakin menjauhi budaya menenun. Tenun mungkin berkembang di daerah luar yang sering berhubungan dengan wisatawan, tapi di daerah menenun hanya dilihat sebagai aktivitas adat, bukan untuk komoditas perdagangan. Sedangkan, adat ini semakin ditinggalkan.
Sementara kebudayaan tenun ikat semakin langka di tanah air, motif tenun justru semakin berjaya di industri fashion internasional. Namun, bukan melalui desainer Indonesia, melainkan rumah mode internasional. Tercatat, rumah mode kenamaan, Gucci, telah menggunakan tenun pada tahun 2010.
Pengembangan tenun ikat bisa menjadi berkah bagi daerah kita, Kota Bima dan khususnya pengrajin. Selain terus mengembangkan adat dan tetap menjadi sarana bersosialisasi, tenun ikat juga akan membawa kesejahteraan bagi pengrajinnya. Kehidupan pengrajin tenun bisa meningkat. (KS-13)
Ir. H Muhamad Rum memberikan reward (penghargaan) kepada para pegawai |
Selain itu, tidak hanya memperhatikan kesesuaian pakaian namun juga atribut yang dikenakan seperti papan nama, pin korpri dan name tag. Hal ini dilakukan selain mendisiplinkan pegawai sesuai dengan aturan sebagaimana yang telah diatur dalam peraturan tentang pakaian dinas Pegawai Negeri Sipil (PNS), penggunaan tenun ikat ciri khas daerah bima merupakan salah satu ekspresi budaya masyarakat bima yang juga digunakan sebagai sarana bersosialisasi, serta memiliki dampak ekonomi bagi pengrajinnya. Diharapkan PNS bisa turut serta juga dalam melestasikan budaya bima.
Pemberian reward ini diharapkan Sekda, memotivasi para untuk lebih mendisiplinkan diri sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan. Demikian pula bagi para pengrajin tenun agar termotivasi memproduksi tenun ikat ciri khas bima. Saat ini, budaya menenun sudah semakin ditinggalkan karena berbagai kendala. Kendala yang kerap terjadi pada penenun adalah masalah bahan baku, serta tidak adanya regenerasi budaya yang jelas.
“Banyak generasi muda memilih untuk pergi meninggalkan tempat kelahiran mereka setelah menikah karena di luar sana lebih menjanjikan kesejahteraan dibandingkan hanya menenun,” kata Sekda dikutip dari Plt Kabag Humas dan Protokol, Ihya Gazali, S.Sos.
Daerah Bima katanya, menjadi salah satu daerah yang terkenal akan tenunan daerah juga dikenal sebagai daerah yang dulunya mengharuskan wanita untuk bisa menenun sebelum menikah. Selain itu, sedikitnya informasi di kalangan pengrajin membuat pola pikir mereka semakin menjauhi budaya menenun. Tenun mungkin berkembang di daerah luar yang sering berhubungan dengan wisatawan, tapi di daerah menenun hanya dilihat sebagai aktivitas adat, bukan untuk komoditas perdagangan. Sedangkan, adat ini semakin ditinggalkan.
Sementara kebudayaan tenun ikat semakin langka di tanah air, motif tenun justru semakin berjaya di industri fashion internasional. Namun, bukan melalui desainer Indonesia, melainkan rumah mode internasional. Tercatat, rumah mode kenamaan, Gucci, telah menggunakan tenun pada tahun 2010.
Pengembangan tenun ikat bisa menjadi berkah bagi daerah kita, Kota Bima dan khususnya pengrajin. Selain terus mengembangkan adat dan tetap menjadi sarana bersosialisasi, tenun ikat juga akan membawa kesejahteraan bagi pengrajinnya. Kehidupan pengrajin tenun bisa meningkat. (KS-13)
COMMENTS