Seperti dibongkar empat mantan Karyawan Bank BRI Bima, M. Ikbal Ritauldin, Chandra Adiwinata, Ade Norma dan Noerrachmat.
Kredibilitas Bank BRI Cabang Bima ternyata tak sebagus pencitraannya di masyarakat. Sebab dibalik nama besar Badan Usaha Milik Negara (BUMN) itu ternyata menyimpan banyak permasalahan yang tak terungkap ke publik. Seperti dibongkar empat mantan Karyawan Bank BRI Bima, M. Ikbal Ritauldin, Chandra Adiwinata, Ade Norma dan Noerrachmat.
Salah satu aturan yang kerap diabaikan Manajemen BRI Bima di bawah Pimpinan Cabang, Marfis Antonius itu yakni terkait jam kerja karyawan. Berdasarkan aturan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, setiap karyawan diberikan hak cuti selama 12 hari dalam setahun. “Namun yang terjadi, BRI Cabang Bima sama sekali tidak pernah memberikan kami cuti walaupun itu sehari. Selama setahun kami bekerja tanpa istraharat,” ungkap Chandra kepada koran ini, Rabu (11/2) malam didampingi tiga rekannya yang lain.
Bahkan rekannya Ikbal yang saat itu menikah, hanya diberikan cuti selama lima hari dan diwajibkan masuk kerja lagi setelah itu. Pimpinan Cabang BRI Bima beralasan, cuti 12 hari seperti amanat Undang-Undang terlalu lama dan bisa merugikan perusahaan. Kebijakan seperti itu diakui dirasakan semua karyawan, bahkan hingga di tingkat unit dan teras.
Parahnya lanjut Ade Norma, mantan karyawan lainnya. Beberapa waktu lalu, rekannya di Unit BRI Raba pernah meminta cuti beberapa hari ke Pimpinan Cabang karena alasan Bapaknya sedang sakit parah. Namun, sama sekali tidak diberikan. “Hingga Bapak teman saya itu meninggal ketika berobat di Surabaya, tidak diberikan cuti walau satu haripun. Teman saya hanya bisa pasrah tak bisa melihat Bapaknya untuk terakhir kali,” ujarnya.
Selain masalah cuti lanjutnya, hampir setiap hari karyawan bekerja melebihi jam kerja normal. Semestinya jam kerja mulai pukul 07.00 wita dan selesai pukul 17.00 wita. Namun kebijakan Pimpinan Cabang mempekerjakan semua karyawan hingga pukul 20.00 wita bahkan seringkali hingga pukul 22.00 wita. Anehnya, kelebihan jam kerja itu tak pernah dibayar dan dihitung sebagai lembur.
“Kita ini sudah seperti kerja rodi waktu jaman Jepang, tidak pernah istrahat seperti robot. Bekerja melebihi jam normal, tetapi hak kita atas kelebihan jam kerja itu tidak pernah dibayar. Kita semua siap bersaksi atas kebijakan itu dan sampai kami keluar masih tetap diberlakukan oleh Pimpinan Cabang baru ini,” tuturnya.
Keempatnya, meminta Pemerintah Daerah melalui dinas terkait dan Legislatif mengatensi persoalan yang mereka alami. Dikuatirkan, rekan-rekan mereka akan bernasib serupa. Sudah mengabdi dengan penuh tanggungjawab, tetapi tidak pernah dihargai. Justru diberhentikan sepihak dengan mengabaikan hak-hak karyawan.
“Kami juga meminta kepada Kantor Pusat dan Wilayah BRI mengevaluasi sistem kerja yang diterapkan saat ini karena menyalahi aturan ketenagakerjaan. Ini sangat tidak manusiawi dan tidak menjunjung tinggi hak-hak manusia,” tandasnya.
Pimpinan Cabang Bank BRI Bima, Marfis Antonius yang ditemui di tempat kerjanya diinformasikan sedang berada di luar daerah oleh bawahannya. Dihubungi melalui telepon seluler dan pesan singkat juga tak merespon. Sementara unsur pejabat lain di Bank BRI satupun tak ada yang berani memberikan komentar terkait masalah tudingan pemecatan sepihak tersebut. “Pak Pinca (Pimpinan Cabang) sudah keluar daerah. Langsung sama beliau saja konfirmasinya nanti,” kata Sekretaris Pinca, Dwi Eka Hardiyanti. (KS-13)
PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) |
Bahkan rekannya Ikbal yang saat itu menikah, hanya diberikan cuti selama lima hari dan diwajibkan masuk kerja lagi setelah itu. Pimpinan Cabang BRI Bima beralasan, cuti 12 hari seperti amanat Undang-Undang terlalu lama dan bisa merugikan perusahaan. Kebijakan seperti itu diakui dirasakan semua karyawan, bahkan hingga di tingkat unit dan teras.
Parahnya lanjut Ade Norma, mantan karyawan lainnya. Beberapa waktu lalu, rekannya di Unit BRI Raba pernah meminta cuti beberapa hari ke Pimpinan Cabang karena alasan Bapaknya sedang sakit parah. Namun, sama sekali tidak diberikan. “Hingga Bapak teman saya itu meninggal ketika berobat di Surabaya, tidak diberikan cuti walau satu haripun. Teman saya hanya bisa pasrah tak bisa melihat Bapaknya untuk terakhir kali,” ujarnya.
Selain masalah cuti lanjutnya, hampir setiap hari karyawan bekerja melebihi jam kerja normal. Semestinya jam kerja mulai pukul 07.00 wita dan selesai pukul 17.00 wita. Namun kebijakan Pimpinan Cabang mempekerjakan semua karyawan hingga pukul 20.00 wita bahkan seringkali hingga pukul 22.00 wita. Anehnya, kelebihan jam kerja itu tak pernah dibayar dan dihitung sebagai lembur.
“Kita ini sudah seperti kerja rodi waktu jaman Jepang, tidak pernah istrahat seperti robot. Bekerja melebihi jam normal, tetapi hak kita atas kelebihan jam kerja itu tidak pernah dibayar. Kita semua siap bersaksi atas kebijakan itu dan sampai kami keluar masih tetap diberlakukan oleh Pimpinan Cabang baru ini,” tuturnya.
Keempatnya, meminta Pemerintah Daerah melalui dinas terkait dan Legislatif mengatensi persoalan yang mereka alami. Dikuatirkan, rekan-rekan mereka akan bernasib serupa. Sudah mengabdi dengan penuh tanggungjawab, tetapi tidak pernah dihargai. Justru diberhentikan sepihak dengan mengabaikan hak-hak karyawan.
“Kami juga meminta kepada Kantor Pusat dan Wilayah BRI mengevaluasi sistem kerja yang diterapkan saat ini karena menyalahi aturan ketenagakerjaan. Ini sangat tidak manusiawi dan tidak menjunjung tinggi hak-hak manusia,” tandasnya.
Pimpinan Cabang Bank BRI Bima, Marfis Antonius yang ditemui di tempat kerjanya diinformasikan sedang berada di luar daerah oleh bawahannya. Dihubungi melalui telepon seluler dan pesan singkat juga tak merespon. Sementara unsur pejabat lain di Bank BRI satupun tak ada yang berani memberikan komentar terkait masalah tudingan pemecatan sepihak tersebut. “Pak Pinca (Pimpinan Cabang) sudah keluar daerah. Langsung sama beliau saja konfirmasinya nanti,” kata Sekretaris Pinca, Dwi Eka Hardiyanti. (KS-13)
COMMENTS