Sejumlah Anggota DPRD Kabupaten Bima, mempertanyakan hak keuangan anggota DPRD yang dipotong oleh bagian keuangan Sekretariat Dewan (Setwan) Kabupaten Bima.
Sejumlah Anggota DPRD Kabupaten Bima, mempertanyakan hak keuangan anggota DPRD yang dipotong oleh bagian keuangan Sekretariat Dewan (Setwan) Kabupaten Bima. Mereka keberatan jika uang yang menjadi hak mereka dipotong tanpa alasan jelas dari bagian keuangan maupun Sekretaris Dewan (Sekwan). Mereka bahkan menuding ada kejahatan keuangan yang mengarah ke tindakan korupsi dalam lingkungan Setwan.

DPRD Kabupaten Bima
Pernyataan itu disampaikan sejumlah anggota DPRD Kabupaten Bima, usai menerima uang SPPD untuk konsultasi enam Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) di Mataram dan Jakarta. Hari itu mereka hanya menerima uang Rp.11 Juta dari yang seharusnya diterima sebanyak Rp.20.800.000,-. “Hak keuangan kita yang sudah diatur dalam Peraturan Bupati (Perbup) tentang perjalan dinas, dipotong tanpa ada penjelasan. Apa dasarnya, sehingga hak kita dipotong begitu saja oleh bagian keuangan,” tutur pimpinan Komisi I, Masdin SP yang didampingi sejumlah Anggota DPRD lainnya kepada Koran ini.
Dijelaskannya, berdasarkan Perbup tentang perjalanan dinas anggota DPRD Kabupaten Bima, untuk biaya hotel di Mataram sebesar Rp.2.700.000/malam dikali 3 malam menjadi Rp.8.100.000, biaya pesawat Bima Mataram PP sebesar Rp.1.800.000, lumsum Rp.500 ribu/hari dikali 3 hari menjadi Rp.1.5 juta. Jika anggota DPRD berada di Mataram selama 3 hari, maka hak keuangan yang harusnya diterima sebanyak Rp.11.400.000.
Kemudian untuk di Jakarta, Biaya pesawat Mataram Jakarta PP sebesar Rp.3.400.000, Biaya Hotel RP.1 juta/hari dikali 4 hari menjadi Rp.4 juta, Lumsum selama 4 hari sebanyak Rp.2 Juta, dan yang harusnya diterima sebanyak Rp.9.400.000. Jika dijumlahkan uang SPPD yang harunya mereka terima selama 7 hari sebanyak Rp.20.800.000.
Jika dipotong 30 porsen untuk biaya hotel/malam selama 7 hari, anggaran yang mestinya diterima sebanyak Rp.15.150.000, namun yang diterima hanya Rp.11 juta. Lalu kemana sisanya Rp.4.150.000.” Hak keuangan anggota DPRD itu harus dijamin, tidak boleh diatur seenaknya oleh pihak Setwan karena sudah diatur dalam Perbup. Anggota DPRD juga ingin menginap dihotel mewah, kenapa harus diatur lagi sama Setwan, ” tandasnya.
Dirinya menduga ada tindakan kejahatan korupsi dalam lembaga DPRD Kabupaten Bima. Karena tidak ada trasparansi dalam pengelolaan keuangan, terutama yang menyangkut hak keuangan anggota DPRD. “Bagaimana mau mengawasi dan mengoreksi orang lain, sementara di lembaga DPRD sendiri tidak benar masalah pengelolaan keuangannya,” tegasnya.
Anggota DPRD lain, Wahidin kepada Koran ini menyampaikan, bahwa Setwan ditugaskan untuk membantu seluruh Anggota DPRD, termasuk masalah keuangannya. Kalau alasannya tidak ada anggaran yang tersedia, itu tidak mungkin. Karena menurutnya, Anggota DPRD yang mengetuk palu masalah anggaran, dan semuanya sudah direncakan matang-matang. “Harus diberikan hak kita sebagai anggota DPRD, karena anggaranya sudah tersedia,” ujarnya.
Sementara itu, Sekwan DPRD Kabupaten Bima, Drs.H.Supratman AS yang dikonfirmasi menjelaskan, anggaran yang diberikan itu berdasarkan hitungan rill cost, bahkan ada lebihnya setelah dipotong 30 porsen untuk biaya hotel dari Rp.2.700.000 menjadi Rp.1.900.000. “Mana ada harga hotel di Mataram Rp.2.700.000. Maksimalnya, Rp.500 ribu. Kalau kita kasih semua, bisa nggak dipertanggungjawabkan setelah pulangnya,” jelasnya.
Lanjutnya, Jika ada kekurangan setelah melakukan konsultasi enam Raperda tersebut, akan ditambahkan setelah pulangnya. Namun jika ada kelebihan anggaran yang tidak sesuai dengan Bil hotel dan pesawat, apakah Anggota DPRD mau mengembalikan uang yang lebih tersebut. Sehingga satu-satunya cara untuk mengindari temuan tersebut, dengan membatasi biaya perjalanan, dan harus real cost (hitungan nyata).
“Itulah yang menjadi menjadi temuan BPK pada tahun lalu, sehingga kita tidak bisa menyerahkan semuanya. Lagi pula perjalan anggota DPRD ini, tidak sekali atau dua kali, tetapi masih banyak, dan itu butuh anggaran, sementara anggaran yang tersedia, cukup untuk 12 kali selama satu tahun,” tegasnya. (KS-02)

DPRD Kabupaten Bima
Pernyataan itu disampaikan sejumlah anggota DPRD Kabupaten Bima, usai menerima uang SPPD untuk konsultasi enam Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) di Mataram dan Jakarta. Hari itu mereka hanya menerima uang Rp.11 Juta dari yang seharusnya diterima sebanyak Rp.20.800.000,-. “Hak keuangan kita yang sudah diatur dalam Peraturan Bupati (Perbup) tentang perjalan dinas, dipotong tanpa ada penjelasan. Apa dasarnya, sehingga hak kita dipotong begitu saja oleh bagian keuangan,” tutur pimpinan Komisi I, Masdin SP yang didampingi sejumlah Anggota DPRD lainnya kepada Koran ini.
Dijelaskannya, berdasarkan Perbup tentang perjalanan dinas anggota DPRD Kabupaten Bima, untuk biaya hotel di Mataram sebesar Rp.2.700.000/malam dikali 3 malam menjadi Rp.8.100.000, biaya pesawat Bima Mataram PP sebesar Rp.1.800.000, lumsum Rp.500 ribu/hari dikali 3 hari menjadi Rp.1.5 juta. Jika anggota DPRD berada di Mataram selama 3 hari, maka hak keuangan yang harusnya diterima sebanyak Rp.11.400.000.
Kemudian untuk di Jakarta, Biaya pesawat Mataram Jakarta PP sebesar Rp.3.400.000, Biaya Hotel RP.1 juta/hari dikali 4 hari menjadi Rp.4 juta, Lumsum selama 4 hari sebanyak Rp.2 Juta, dan yang harusnya diterima sebanyak Rp.9.400.000. Jika dijumlahkan uang SPPD yang harunya mereka terima selama 7 hari sebanyak Rp.20.800.000.
Jika dipotong 30 porsen untuk biaya hotel/malam selama 7 hari, anggaran yang mestinya diterima sebanyak Rp.15.150.000, namun yang diterima hanya Rp.11 juta. Lalu kemana sisanya Rp.4.150.000.” Hak keuangan anggota DPRD itu harus dijamin, tidak boleh diatur seenaknya oleh pihak Setwan karena sudah diatur dalam Perbup. Anggota DPRD juga ingin menginap dihotel mewah, kenapa harus diatur lagi sama Setwan, ” tandasnya.
Dirinya menduga ada tindakan kejahatan korupsi dalam lembaga DPRD Kabupaten Bima. Karena tidak ada trasparansi dalam pengelolaan keuangan, terutama yang menyangkut hak keuangan anggota DPRD. “Bagaimana mau mengawasi dan mengoreksi orang lain, sementara di lembaga DPRD sendiri tidak benar masalah pengelolaan keuangannya,” tegasnya.
Anggota DPRD lain, Wahidin kepada Koran ini menyampaikan, bahwa Setwan ditugaskan untuk membantu seluruh Anggota DPRD, termasuk masalah keuangannya. Kalau alasannya tidak ada anggaran yang tersedia, itu tidak mungkin. Karena menurutnya, Anggota DPRD yang mengetuk palu masalah anggaran, dan semuanya sudah direncakan matang-matang. “Harus diberikan hak kita sebagai anggota DPRD, karena anggaranya sudah tersedia,” ujarnya.
Sementara itu, Sekwan DPRD Kabupaten Bima, Drs.H.Supratman AS yang dikonfirmasi menjelaskan, anggaran yang diberikan itu berdasarkan hitungan rill cost, bahkan ada lebihnya setelah dipotong 30 porsen untuk biaya hotel dari Rp.2.700.000 menjadi Rp.1.900.000. “Mana ada harga hotel di Mataram Rp.2.700.000. Maksimalnya, Rp.500 ribu. Kalau kita kasih semua, bisa nggak dipertanggungjawabkan setelah pulangnya,” jelasnya.
Lanjutnya, Jika ada kekurangan setelah melakukan konsultasi enam Raperda tersebut, akan ditambahkan setelah pulangnya. Namun jika ada kelebihan anggaran yang tidak sesuai dengan Bil hotel dan pesawat, apakah Anggota DPRD mau mengembalikan uang yang lebih tersebut. Sehingga satu-satunya cara untuk mengindari temuan tersebut, dengan membatasi biaya perjalanan, dan harus real cost (hitungan nyata).
“Itulah yang menjadi menjadi temuan BPK pada tahun lalu, sehingga kita tidak bisa menyerahkan semuanya. Lagi pula perjalan anggota DPRD ini, tidak sekali atau dua kali, tetapi masih banyak, dan itu butuh anggaran, sementara anggaran yang tersedia, cukup untuk 12 kali selama satu tahun,” tegasnya. (KS-02)
COMMENTS