Pemerintah yang anti terhadap kritikan adalah ciri dari pemerintahan tirani. Nalar kritis dari setiap anak bangsa tidak bisa dielakan di era demokrasi saat ini.
Pemerintah yang anti terhadap kritikan adalah ciri dari pemerintahan tirani. Nalar kritis dari setiap anak bangsa tidak bisa dielakan di era demokrasi saat ini. Sadar atau tidak kritikan merupakan hal yang penting untuk evaluasi perjalanan pemerintahan yang baik dan benar di bangsa ini, termaksud Pemerintah Kota Bima. Demikian pendapat Koordinator Bidang Keummatan Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa (HMI), Farid Saputra.
Himpunan Mahasiswa Islam (HMI)
Menurut dia, pemangku kekuasaan harusnya memberikan atensi khusus bagi setiap elemen yang mengontrol setiap aspek kebijakan yang diterbitkan. Farid juga menyesalkan terkait Pemerintah Kota Bima yang melaporkan Koran Stabilitas ke Polda NTB. Kebijakan itu dinilai merupakan sikap yang berlebihan dan tidak patut untuk dilakukan.
Apalagi laporan tersebut disebabkan pemberitaan yang kritis dan tajam disajikan oleh media tersebut. “Itu sesungguhnya adalah upaya memasung kebebasan. Padahal media massa merupakan salah satu dari empat pilar demokrasi,” kritiknya.
Pemerintah kota terangnya, tidak semestinya risih terhadap pemberitaan yang disajikan oleh media massa. Jika memang dalam menjalankan pemerintah tidak ada masalah, tanpa ada masalah atau kejadian-kejadian yang mengundang perhatian publik. “Mempolisikan media massa justru menegaskan bahwa pemerintah kota terjerat dalam masalah besar dan serius,” sorotnya melalui siaran pers, kemarin.
Beberapa informasi yang menjadi tranding topic lanjutnya, seputar problem yang ada di pemerintah kota bima, di antaranya dugaan korupsi ditubuh Pemkot Bima yang melibatkan pejabat teras Kota Bima, sewa rumah dinas Walikota dan Wakil Walikota ratusan juta dan visi pemerintah yang tidak jelas orientasinya. Terkait itu, Walikota Bima menurutnya, harusnya bersikap arif dan bijak menilai setiap pemberitaan media massa, elemen mahasiswa dan pemuda yang kritis. Disisi lain, kita perlu mendukung komitmen Walikota Bima dalam pemberantasan korupsi, dengan satu slogan yang selaras bukan janji tapi bukti.
“Jika memang Walikota menginginkan pemeritahan yang dipimpinnya bebas dari tindakan korup. Namun itu hanyalah janji, buktinya Pemkot dirundung dengan dugaan korupsi dan salah satu pejabat pemkot sudah ditetapkan sebagai tersangka. Apalagi tersangka yang di duga korupsi tersebut masih juga menjabat sebagai salah satu kepala dinas di lingkup Pemkot. Kenapa masih juga di percaya?, dan ada apa dengan Pak Wali?,” tanya dia.
Ditegaskannnya, penanganan pemberatasan korupsi ujung tombaknya ada pada penegak hukum. Untuk itu publik perlu mendukung dan mendorong penaganan hukum tanpa pandang bulu. “Saya berharap semua elemen yang memiliki peran kontrol, baik akademisi, aktivis mahasiswa, LSM maupun yang lainya agar bangun dari tidur nyenyak dan mimpi indah. Dan melakukan sebuah gerak perubahan. Karena DPRD bukan lagi menjadi tempat untuk menggantungkan harapan untuk melaksanakan fungsi kontrol,” harapnya. (KS-13)
Himpunan Mahasiswa Islam (HMI)
Menurut dia, pemangku kekuasaan harusnya memberikan atensi khusus bagi setiap elemen yang mengontrol setiap aspek kebijakan yang diterbitkan. Farid juga menyesalkan terkait Pemerintah Kota Bima yang melaporkan Koran Stabilitas ke Polda NTB. Kebijakan itu dinilai merupakan sikap yang berlebihan dan tidak patut untuk dilakukan.
Apalagi laporan tersebut disebabkan pemberitaan yang kritis dan tajam disajikan oleh media tersebut. “Itu sesungguhnya adalah upaya memasung kebebasan. Padahal media massa merupakan salah satu dari empat pilar demokrasi,” kritiknya.
Pemerintah kota terangnya, tidak semestinya risih terhadap pemberitaan yang disajikan oleh media massa. Jika memang dalam menjalankan pemerintah tidak ada masalah, tanpa ada masalah atau kejadian-kejadian yang mengundang perhatian publik. “Mempolisikan media massa justru menegaskan bahwa pemerintah kota terjerat dalam masalah besar dan serius,” sorotnya melalui siaran pers, kemarin.
Beberapa informasi yang menjadi tranding topic lanjutnya, seputar problem yang ada di pemerintah kota bima, di antaranya dugaan korupsi ditubuh Pemkot Bima yang melibatkan pejabat teras Kota Bima, sewa rumah dinas Walikota dan Wakil Walikota ratusan juta dan visi pemerintah yang tidak jelas orientasinya. Terkait itu, Walikota Bima menurutnya, harusnya bersikap arif dan bijak menilai setiap pemberitaan media massa, elemen mahasiswa dan pemuda yang kritis. Disisi lain, kita perlu mendukung komitmen Walikota Bima dalam pemberantasan korupsi, dengan satu slogan yang selaras bukan janji tapi bukti.
“Jika memang Walikota menginginkan pemeritahan yang dipimpinnya bebas dari tindakan korup. Namun itu hanyalah janji, buktinya Pemkot dirundung dengan dugaan korupsi dan salah satu pejabat pemkot sudah ditetapkan sebagai tersangka. Apalagi tersangka yang di duga korupsi tersebut masih juga menjabat sebagai salah satu kepala dinas di lingkup Pemkot. Kenapa masih juga di percaya?, dan ada apa dengan Pak Wali?,” tanya dia.
Ditegaskannnya, penanganan pemberatasan korupsi ujung tombaknya ada pada penegak hukum. Untuk itu publik perlu mendukung dan mendorong penaganan hukum tanpa pandang bulu. “Saya berharap semua elemen yang memiliki peran kontrol, baik akademisi, aktivis mahasiswa, LSM maupun yang lainya agar bangun dari tidur nyenyak dan mimpi indah. Dan melakukan sebuah gerak perubahan. Karena DPRD bukan lagi menjadi tempat untuk menggantungkan harapan untuk melaksanakan fungsi kontrol,” harapnya. (KS-13)
COMMENTS