Ombusdman Propinsi NTB ternyata mememberikan perhatian terhadap kasus meninggalnya H. Ahmad Hasan warga Kelurahan Penatoi yang diduga karena kelalaian pihak RSUD Bima
Ombusdman Propinsi NTB ternyata mememberikan perhatian terhadap kasus meninggalnya H. Ahmad Hasan warga Kelurahan Penatoi yang diduga karena kelalaian pihak RSUD Bima dalam menjalankan tugasnya. Lembaga yang memiliki kewenangan mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik itu dalam waktu dekat akan melakukan investigasi.
Asisten Bidang Penerusan Laporan Ombudsman NTB, Aria mengaku mengetahui persoalan tersebut dari pemberitaan media, kemudian mencari tahu nomor handphone keluarga H. Ahmad yang bisa dihubungi. “Kami sudah bicara banyak dengan keluarga H. Ahmad. Dari cerita yang disampaikan, perlu kami pelajari, setelah itu melakukan langkah – langkah klarifikasi dan investigasi soal kasus ini,” ujarnya, Jumat (6/3) melalui telepon seluer.
Kata dia, yang menjadi konsen klarifikasi nanti, soal perubahan pemeriksaan darah oleh petugas laboratorium RSUD Bima. Karena berdasarkan cerita keluarga H. Ahmad, salah seorang petugas Laboratorium setempat juga nampak kebingungan saat memeriksa kembali darah yang bersangkutan setelah transfusi golongan darah B. Ditanya kembali pun oleh keluarga korban, tidak ada jawaban. “Ini semua menjadi acuan kami untuk melakukan klarifikasi dan investigasi. Langkah awal bisa kita surati dulu pihak RSUD Bima atau langsung turun ke Bima,” katanya.
Seperti diberitakan sebelumnya, H. Ahmad Hasan, Warga Kelurahan Penatoi, Rabu (4/3) malam lalu menghembuskan napas terakhir. Awalnya, tak ada yang aneh saat pria berusia 80 tahun ini tutup usia. Namun belakangan, pihak keluarga merasa aneh dengan gejala sakit yang dialami almarhum beberapa saat usai dilakukan transfusi darah di ruangan VIP B RSDU Bima.
Menurut pihak keluarga, almarhum tiba-tiba memperlihatkan gejala yang aneh sebelum meninggal. Seperti demam tinggi, tidak bisa bicara, lumpuh dan tidak bisa membuka mata. Bahkan beberapa kali tidak sadarkan diri. Padahal, sebelum transfusi darah alhmarhum tidak pernah menampakkan gejala sakit seperti itu.
Kejanggalan juga dirasakan pihak keluarga, ketika mengetahui hasil diagnosa darah yang berubah-rubah menyebabkan perubahan suhu badan H. Ahmad. Semula, saat dirawat di VIP B, darah yang di diagnosa B, dan telah di transfusi, setelah diperiksa kembali di ruangan ICU, hasil diagnosanya berubah menjadi O.
Darah yang sudah terlanjur masuk menyebabkan H. Ahmad mengalami demam tinggi. Kemudian drop beberapa kali dan meninggal Rabu Malam (4/3) sekitar pukul 21.20 WITA. "Kami juga heran, karena setahu kami golongan darah orang tua kami O, bukan B. Ko bisa darah berubah-rubah," sorot anaknya Iwan, di rumah duka.
Pertama masuk kata Iwan, hari Jumat pekan kemarin, Perawat RSUD Bima dan dr. Ali mengaku H. Hasan mengalami cairan di paru paru atau TBC. Kemudian oleh dokter spesialis bedah, meminta agar di rontgen ulang, untuk melihat cairan dalam paru-paru. Hasilnya pun, rontgen tidak bisa dibaca. "Kemudian di rontgen ulang lagi, tapi kata dokter hasil besok. Sebelum diketahui hasil, orang tua kami sudah meninggal dunia," tuturnya.
Lalu, sambungnya, hasil pemeriksaan dokter Irma, justru berbeda. H. Ahmad didiagnosa kelainan darah yang sudah berproses lebih dari dua tahun atau Leukemia, yang akan mempengaruhi tulang dan ginjal. "Kata dokter Irma, obatnya hanya ada di surabaya. Dan disuruh banyak berdoa," jelasnya.
Namun yang membuatnya bertanya, pemeriksaan darah yang selalu berubah. Dari darah yang diketahui O, kemudian berubah menjadi B, dan berubah lagi menjadi O. "Berubah dan diperiksa ulang karena memang tidak teliti. Transfusi darah yang tidak sesuai tentu membahayakan orang, bahkan bisa meninggal seperti ini. Ini kacau, jelas saja orang tua saya meninggal, karena darah yang masuk tidak sesuai dengan golongan darahnya," tegas pria yang juga PNS itu.
Pantas saja, lanjut Iwan, orang tuanya mengalami demam tinggi dan drop karena kondisi badan yang tidak bisa menerima jenis golongan darah lain untuk tubuhnya. "Ini tidak boleh terjadi, bukan karena kami tidak menerima takdir, tapi masalahnya penanganan yang tidak teliti, dan petugas lalai menyebabkan pasien meninggal," katanya.
Dia pun meminta pihak RSUD bertanggunjawab atas apa yang menimpa orang tuanya. Dan lebih berhati-hati dalam mengambil tindakan. Karena tidak menutup kemungkinan, akan dialami oleh pasien lain. Perawat di VIP B yang berusaha dihubungi, hanya bisa menjelaskan jika transfusi darah berdasarkan hasil pemeriksaan Laboratorium RSUD Bima dan menyarankan agar konfirmasi di bagian Laboratorium. (KS-13)
Asisten Bidang Penerusan Laporan Ombudsman NTB, Aria mengaku mengetahui persoalan tersebut dari pemberitaan media, kemudian mencari tahu nomor handphone keluarga H. Ahmad yang bisa dihubungi. “Kami sudah bicara banyak dengan keluarga H. Ahmad. Dari cerita yang disampaikan, perlu kami pelajari, setelah itu melakukan langkah – langkah klarifikasi dan investigasi soal kasus ini,” ujarnya, Jumat (6/3) melalui telepon seluer.
Kata dia, yang menjadi konsen klarifikasi nanti, soal perubahan pemeriksaan darah oleh petugas laboratorium RSUD Bima. Karena berdasarkan cerita keluarga H. Ahmad, salah seorang petugas Laboratorium setempat juga nampak kebingungan saat memeriksa kembali darah yang bersangkutan setelah transfusi golongan darah B. Ditanya kembali pun oleh keluarga korban, tidak ada jawaban. “Ini semua menjadi acuan kami untuk melakukan klarifikasi dan investigasi. Langkah awal bisa kita surati dulu pihak RSUD Bima atau langsung turun ke Bima,” katanya.
Seperti diberitakan sebelumnya, H. Ahmad Hasan, Warga Kelurahan Penatoi, Rabu (4/3) malam lalu menghembuskan napas terakhir. Awalnya, tak ada yang aneh saat pria berusia 80 tahun ini tutup usia. Namun belakangan, pihak keluarga merasa aneh dengan gejala sakit yang dialami almarhum beberapa saat usai dilakukan transfusi darah di ruangan VIP B RSDU Bima.
Menurut pihak keluarga, almarhum tiba-tiba memperlihatkan gejala yang aneh sebelum meninggal. Seperti demam tinggi, tidak bisa bicara, lumpuh dan tidak bisa membuka mata. Bahkan beberapa kali tidak sadarkan diri. Padahal, sebelum transfusi darah alhmarhum tidak pernah menampakkan gejala sakit seperti itu.
Kejanggalan juga dirasakan pihak keluarga, ketika mengetahui hasil diagnosa darah yang berubah-rubah menyebabkan perubahan suhu badan H. Ahmad. Semula, saat dirawat di VIP B, darah yang di diagnosa B, dan telah di transfusi, setelah diperiksa kembali di ruangan ICU, hasil diagnosanya berubah menjadi O.
Darah yang sudah terlanjur masuk menyebabkan H. Ahmad mengalami demam tinggi. Kemudian drop beberapa kali dan meninggal Rabu Malam (4/3) sekitar pukul 21.20 WITA. "Kami juga heran, karena setahu kami golongan darah orang tua kami O, bukan B. Ko bisa darah berubah-rubah," sorot anaknya Iwan, di rumah duka.
Pertama masuk kata Iwan, hari Jumat pekan kemarin, Perawat RSUD Bima dan dr. Ali mengaku H. Hasan mengalami cairan di paru paru atau TBC. Kemudian oleh dokter spesialis bedah, meminta agar di rontgen ulang, untuk melihat cairan dalam paru-paru. Hasilnya pun, rontgen tidak bisa dibaca. "Kemudian di rontgen ulang lagi, tapi kata dokter hasil besok. Sebelum diketahui hasil, orang tua kami sudah meninggal dunia," tuturnya.
Lalu, sambungnya, hasil pemeriksaan dokter Irma, justru berbeda. H. Ahmad didiagnosa kelainan darah yang sudah berproses lebih dari dua tahun atau Leukemia, yang akan mempengaruhi tulang dan ginjal. "Kata dokter Irma, obatnya hanya ada di surabaya. Dan disuruh banyak berdoa," jelasnya.
Namun yang membuatnya bertanya, pemeriksaan darah yang selalu berubah. Dari darah yang diketahui O, kemudian berubah menjadi B, dan berubah lagi menjadi O. "Berubah dan diperiksa ulang karena memang tidak teliti. Transfusi darah yang tidak sesuai tentu membahayakan orang, bahkan bisa meninggal seperti ini. Ini kacau, jelas saja orang tua saya meninggal, karena darah yang masuk tidak sesuai dengan golongan darahnya," tegas pria yang juga PNS itu.
Pantas saja, lanjut Iwan, orang tuanya mengalami demam tinggi dan drop karena kondisi badan yang tidak bisa menerima jenis golongan darah lain untuk tubuhnya. "Ini tidak boleh terjadi, bukan karena kami tidak menerima takdir, tapi masalahnya penanganan yang tidak teliti, dan petugas lalai menyebabkan pasien meninggal," katanya.
Dia pun meminta pihak RSUD bertanggunjawab atas apa yang menimpa orang tuanya. Dan lebih berhati-hati dalam mengambil tindakan. Karena tidak menutup kemungkinan, akan dialami oleh pasien lain. Perawat di VIP B yang berusaha dihubungi, hanya bisa menjelaskan jika transfusi darah berdasarkan hasil pemeriksaan Laboratorium RSUD Bima dan menyarankan agar konfirmasi di bagian Laboratorium. (KS-13)
COMMENTS