Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM) Kelurahan Penanae kini ikut mengkritisi kebijakan Lurah setempat.
Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM) Kelurahan Penanae kini ikut mengkritisi kebijakan Lurah setempat. Menyusul persoalan pertanggungjawaban anggaran Seleksi Tilawatil Qur’an (STQ) tingkat Kelurahan Penanae. Menurut LPM, Lurah setempat tidak transparan terkait segala macam program pemerintahan, apalagi terkait anggaran.
Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM)
Selain itu, pihak kelurahan selama ini dituding tidak pernah melibatkan LPM pada sejumlah kegiatan. “Menurut saya pribadi tidak ada untungnya Musrenbang yang digelar di bawah kepemimpinan Iskandar selama dia memimpin kelurahan sejak 2013 silam, hanya menghabiskan anggaran dan dinikmati oleh diri oknum Lurah saja,” tuding Ketua LPM Penanae, Wahyudin, kemarin.
Menurut Wahyudin, Lurah tidak menyampaikan laporan kepada LPM sebagai mitra pemerintah terkait program dan anggaran kegiatan selama ini. Pemberitahuan secara lisan dan tertulis melalui surat sebagai bentuk koordinasi juga jarang dilakukan. “Sebenranya antara antara LPM dengan lurah tidak pernah miskomunikasi. Hanya saja Lurah kerja sendiri tanpa koordinasi dengan kami,” akunya.
Ia juga menyesalkan, pernyataan Lurah setempat yang menyebut LPM sebagai Lembaga Provokator Masyarakat. Menurutnya, pernyataan itu telah melecehkan lembaga resmi yang dibentuk pemerintah. “Saya sudah merekam pernyataan resmi oknum lurah itu yang mengatakan lembaga ini adalah Lembaga Provokator pada MTQ tingkat kecamatan belum lama ini. Dan yang terpenting pelecehan lembaga ini sudah dilaporkan pada LPM tingkat propinsi NTB dan tingkat pusat,” ungkapnya.
Ia juga mengaku mendengar pernyataan oknum Lurah pada salah satu media belum lama ini yang terkesan memprovokasi warga Penanae untuk mendemo LPM. Persoalan lain yang disorot yakni terkai sikap oknum Lurah yang membuat surat penggunduran diri Bendahara Pengeluaran Kelurahan Penanae bernama Siti Hamisa. “Masa seorang lurah yang membuat surat penggunduran dirinya dan Siti Hamisa hanya dimintai tanda tangan. Ini sama halnya ada unsur pemaksaan, yang seharusnya pengguduran diri Hamisa dibuat oleh diri pribadinya tanpa paksaan dari orang lain maupun pihak tertentu,” sorotnya.
Lurah Penanae, Iskandar, S.Sos yang dikonfirmasi belum lama ini mengatakan, Musrenbang merupakan kegiatan rutin setiap tahun dan ada anggaran khususnya sesuai DPA. “Dia (Wahyudin, red) bukan atasan saya dan dia hanya mitra dan tidak usah mengontrol terkait segala keuangan tersebut dan semua itu ada pertanggung jawabannya dan ada pihak Inspektoral yang mengaudit,” katanya saat ditemui di ruang kerjanya.
Menanggapi soal surat pengguduran diri Siti Hamisa, Iskandar membenarkan membuat konsepnya. Namun mengaku punya alasan jelas sebagai dasar hukum, tetapi dirinya tidak ingin membeberkan ke publik karena kuatir akan berimbas pada persoalan lain yang terjadi pada Siti Hamisa. “Tidak usah diketahui oleh LPM terkait interen kantor ini, pergantian bendahara seharusnya setiap tahun. Namun Siti Hamisa sudah menjabat bendahara selama tiga tahun berturut-turut,” jelasnya singkat. (KS-04)
Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM)
Selain itu, pihak kelurahan selama ini dituding tidak pernah melibatkan LPM pada sejumlah kegiatan. “Menurut saya pribadi tidak ada untungnya Musrenbang yang digelar di bawah kepemimpinan Iskandar selama dia memimpin kelurahan sejak 2013 silam, hanya menghabiskan anggaran dan dinikmati oleh diri oknum Lurah saja,” tuding Ketua LPM Penanae, Wahyudin, kemarin.
Menurut Wahyudin, Lurah tidak menyampaikan laporan kepada LPM sebagai mitra pemerintah terkait program dan anggaran kegiatan selama ini. Pemberitahuan secara lisan dan tertulis melalui surat sebagai bentuk koordinasi juga jarang dilakukan. “Sebenranya antara antara LPM dengan lurah tidak pernah miskomunikasi. Hanya saja Lurah kerja sendiri tanpa koordinasi dengan kami,” akunya.
Ia juga menyesalkan, pernyataan Lurah setempat yang menyebut LPM sebagai Lembaga Provokator Masyarakat. Menurutnya, pernyataan itu telah melecehkan lembaga resmi yang dibentuk pemerintah. “Saya sudah merekam pernyataan resmi oknum lurah itu yang mengatakan lembaga ini adalah Lembaga Provokator pada MTQ tingkat kecamatan belum lama ini. Dan yang terpenting pelecehan lembaga ini sudah dilaporkan pada LPM tingkat propinsi NTB dan tingkat pusat,” ungkapnya.
Ia juga mengaku mendengar pernyataan oknum Lurah pada salah satu media belum lama ini yang terkesan memprovokasi warga Penanae untuk mendemo LPM. Persoalan lain yang disorot yakni terkai sikap oknum Lurah yang membuat surat penggunduran diri Bendahara Pengeluaran Kelurahan Penanae bernama Siti Hamisa. “Masa seorang lurah yang membuat surat penggunduran dirinya dan Siti Hamisa hanya dimintai tanda tangan. Ini sama halnya ada unsur pemaksaan, yang seharusnya pengguduran diri Hamisa dibuat oleh diri pribadinya tanpa paksaan dari orang lain maupun pihak tertentu,” sorotnya.
Lurah Penanae, Iskandar, S.Sos yang dikonfirmasi belum lama ini mengatakan, Musrenbang merupakan kegiatan rutin setiap tahun dan ada anggaran khususnya sesuai DPA. “Dia (Wahyudin, red) bukan atasan saya dan dia hanya mitra dan tidak usah mengontrol terkait segala keuangan tersebut dan semua itu ada pertanggung jawabannya dan ada pihak Inspektoral yang mengaudit,” katanya saat ditemui di ruang kerjanya.
Menanggapi soal surat pengguduran diri Siti Hamisa, Iskandar membenarkan membuat konsepnya. Namun mengaku punya alasan jelas sebagai dasar hukum, tetapi dirinya tidak ingin membeberkan ke publik karena kuatir akan berimbas pada persoalan lain yang terjadi pada Siti Hamisa. “Tidak usah diketahui oleh LPM terkait interen kantor ini, pergantian bendahara seharusnya setiap tahun. Namun Siti Hamisa sudah menjabat bendahara selama tiga tahun berturut-turut,” jelasnya singkat. (KS-04)
COMMENTS