Hasil panen petani Desa Sampungu Kecamatan Soromandi Kabupaten Bima tahun ini turun drastis. Biasanya petani mendapatkan hasil panen sebanyak 30 hingga 40 karung setiap satu lahan
Hasil panen petani Desa Sampungu Kecamatan Soromandi Kabupaten Bima tahun ini turun drastis. Biasanya petani mendapatkan hasil panen sebanyak 30 hingga 40 karung setiap satu lahan pertanian. Namun, musim tanam tahun ini petani hanya mendapatkan 5 hingga 10 karung perhektar. Menurunnya hasil panen itu jelas saja membuat para petani merugi karena tidak sebanding dengan biaya yang dikeluarkan sejak mulai menanam.
Anggota Badan Permusyawaratan Dewa (BPD) Sampungu, Jufrin Tala kepada Koran Stabilitas beberapa waktu lalu membenarkan keadaan petani di Desa Sampungu saat ini tengah merugi lantaran hasil panen tidak memuaskan. Kondisi itu diindikasi karena cuaca ekstrim beberapa waktu lalu pada saat padi sedang berbulir. “Mungkin cuaca buruk itu yang mempengaruhi hasil pertanian masyarakat Sampungu,” jelasnya.
Padahal, Musim Tanam (MT) 2014 lalu hasil pertanian masyarakatnya sangat memuaskan. Perhektar mencapai 30 hingga 40 karung yang dihasilkan, tapi MT 2015 hasilnya menurun drastis. Atas kondisi itu, Ia sangat mengharapkan perhatian khusus dari Pemerintah Daerah Kabupaten Bima agar bisa melihat keadaan masyarakat Sampungu. ”Masyarakat kami butuh perhatian dari pemerintah agar bisa membantu meringankan beban kerugian yang dialami masyarakat,” harapnya.
Selain itu, Ia juga menyayangkan sikap pengecer pupuk yang menaikan harga pupuk ke petani. Padahal pemerintah sudah menetapkan harga pupuk bersubsidi untuk petani. Namun, pengecer pupuk malah mencari keutungan haram dalam bisnis itu. Harga pupuk yang dijual ke masyarakat mencampai Rp.160 ribu padahal harga aslinya sesuai HET hanya senilai Rp. 90ribu lebih. Hal ini juga sangat berpengaruh pada peningkatan hasil produksi padi petani. “Saya menyayangkan ulah oknum pengecer yang mencari keutungan lebih dari petani,” ujar Jufrin.
Senada dengan itu, Sekretaris Desa Sampungu, Aslim Abdullah mengaku ada kenaikan harga pupuk bersubsidi di Desa Sampungu. Ia mengharapkan adanya pengawasan ketat dari pemerintah terkait kenaikan harga pupuk bersubsidi. Sebab kenaikan harga pupuk juga sangat berpengaruh pada peningkatan hasil prosuksi padi. Apalagi disisi lain, petani dituntut untuk menyukseskan swasembada pangat 20 persen sementara kebutuhan mereka tidak diperhatikan.”Pemerintah Daerah harus bisa melihat nasib masyrakaat saya sekarang ini, tahun ini mereka merugi besar karena hasil pertanian tidak memuaskan,” imbuhnya.
Menurutnya, kondisi petani di Sampungu saat ini sangat memprihatinkan. Gagal panen akan membuat mereka harus membeli beras dengan harga miring. Untuk membeli beras secara kredit bisa mencapai Rp. 1 juta lebih. Hal ini juga diharapkan menjadi perhatian khusus oleh pemerintah daerah agar bisa memberikan bantuan untuk meringankan beban masyarakatnya yang mayoritas petani. ”Harga beras bisa mereka beli dengan harga tinggi, saya berharap agar pemerintah bisa mengatasi masalah ini,”harapnya. (KS-17)
Anggota Badan Permusyawaratan Dewa (BPD) Sampungu, Jufrin Tala kepada Koran Stabilitas beberapa waktu lalu membenarkan keadaan petani di Desa Sampungu saat ini tengah merugi lantaran hasil panen tidak memuaskan. Kondisi itu diindikasi karena cuaca ekstrim beberapa waktu lalu pada saat padi sedang berbulir. “Mungkin cuaca buruk itu yang mempengaruhi hasil pertanian masyarakat Sampungu,” jelasnya.
Padahal, Musim Tanam (MT) 2014 lalu hasil pertanian masyarakatnya sangat memuaskan. Perhektar mencapai 30 hingga 40 karung yang dihasilkan, tapi MT 2015 hasilnya menurun drastis. Atas kondisi itu, Ia sangat mengharapkan perhatian khusus dari Pemerintah Daerah Kabupaten Bima agar bisa melihat keadaan masyarakat Sampungu. ”Masyarakat kami butuh perhatian dari pemerintah agar bisa membantu meringankan beban kerugian yang dialami masyarakat,” harapnya.
Selain itu, Ia juga menyayangkan sikap pengecer pupuk yang menaikan harga pupuk ke petani. Padahal pemerintah sudah menetapkan harga pupuk bersubsidi untuk petani. Namun, pengecer pupuk malah mencari keutungan haram dalam bisnis itu. Harga pupuk yang dijual ke masyarakat mencampai Rp.160 ribu padahal harga aslinya sesuai HET hanya senilai Rp. 90ribu lebih. Hal ini juga sangat berpengaruh pada peningkatan hasil produksi padi petani. “Saya menyayangkan ulah oknum pengecer yang mencari keutungan lebih dari petani,” ujar Jufrin.
Senada dengan itu, Sekretaris Desa Sampungu, Aslim Abdullah mengaku ada kenaikan harga pupuk bersubsidi di Desa Sampungu. Ia mengharapkan adanya pengawasan ketat dari pemerintah terkait kenaikan harga pupuk bersubsidi. Sebab kenaikan harga pupuk juga sangat berpengaruh pada peningkatan hasil prosuksi padi. Apalagi disisi lain, petani dituntut untuk menyukseskan swasembada pangat 20 persen sementara kebutuhan mereka tidak diperhatikan.”Pemerintah Daerah harus bisa melihat nasib masyrakaat saya sekarang ini, tahun ini mereka merugi besar karena hasil pertanian tidak memuaskan,” imbuhnya.
Menurutnya, kondisi petani di Sampungu saat ini sangat memprihatinkan. Gagal panen akan membuat mereka harus membeli beras dengan harga miring. Untuk membeli beras secara kredit bisa mencapai Rp. 1 juta lebih. Hal ini juga diharapkan menjadi perhatian khusus oleh pemerintah daerah agar bisa memberikan bantuan untuk meringankan beban masyarakatnya yang mayoritas petani. ”Harga beras bisa mereka beli dengan harga tinggi, saya berharap agar pemerintah bisa mengatasi masalah ini,”harapnya. (KS-17)
COMMENTS