Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil) Kabupaten Bima kembali diterpa informasi soal dugaan praktek pungutan liar (pungli).
Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil) Kabupaten Bima kembali diterpa informasi soal dugaan praktek pungutan liar (pungli). Pungli diduga dilakukan salah seorang pegawai di bagian legalisir. Hal itu diungkap Arif, warga asal Kecamatan Monta. Modus yang dilakukan oleh oknum pegawai perempuan itu dengan meminta uang Rp.40 ribu sebagai jasa legalisir Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan Kartu Keluarga (KK).
Ilustrasi Pungli
Kronologinya berawal ketika Arif (42) mendatangi Kantor Disdukcapil untuk melakukan legalisir KTP dan KK untuk persyaratan anaknya yang ikut menjadi calon Anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI). Sampai di ruang legalisir, ia menyerahkan foto kopi KK dan KTP. Setelah selesai melakukan legalisir, oknum pegawai setempat meminta uang senilai Rp. 40 ribu, namun karena dianggap mahal, dirinya memprotes. ”Lalu oknum pegawai itu meminta mengalihkan dengan meminta uang ala kadarnya, bisa Rp. 10 ribu bahkan sampai Rp.20 ribu,” ungkapnya.
Arif tidak mempersoalkan jumlah uang yang diminta oleh oknum tersebut, namun dirinya heran dengan kebijakan tidak konsisten itu dengan meminta uang ala kadarnya menurut keikhklasan. Harusnya setiap dinas harus memiliki Standard Operating Procedure (SOP), agar bisa memastikan berapa besaran PAD untuk legalisir KK dan KTP. ”Ini tidak jelas SOP, bagaimana bisa kita pastikan berapa jumlah uang uyang kita kasih jika tidak ditentukan dengan peraturan yang mengingkat, kok bisa naik turun,” tanya dia.
Dia meminta, Kepala Disdukcapil harus bisa bersikap tegas terkait hal itu karena jelas akan merugikan masyarakat. Apalagi uang yang diberikan oleh masyarakat Kabupaten Bima selama ini untuk legalisir KK dan KTP, jangan sampai dimanfaatkan di luar aturan kedinasan. ”Intinya sebagai masyarakat, saya hanya ingin memperjelas saja, kalau pungutan itu dibenarkan, berapa angka pasti pungutan itu, agar tidak menimbulkan kecurigaan kami sebagai masyarakat, wajar kami mempertanyakan itu,” tegasnya.
Kepala Disdukcapil Kabupaten Bima, Drs. Andi Sirajudin yang didatangi di kantornya, Selasa (12/5) kemarin menurut pegawai setempat sudah berada di luar daerah. Sementara Sekretaris Disdukcapil, Drs. Maskur menegaskan memang benar adanya penarikan uang yang dilakukan di dinas setempat. Hal itu sudah tercantum dalam SOP. Penarikan sejumlah uang itu untuk setoran PAD yang sudah dibebankan ke Disdukcapil.
Besaran PAD yang dimulai dari tahun 2015 ini sebanyak Rp. 106.000.000 juta dengan rincian, senilai Rp. 100.000.000 juta ditarik dari kontribusi denda keterlambatan pelaporan kelahiran, dalam setiap denda kelahiran selama 60 hari hanya ditarik senilai Rp. 10 ribu. Sedangkan kontribusi legalisasi KTP, KK, Akta Capil dan surat keterangan pindah dalam satu tahun sebanyak Rp.1.500.000 juta dengan besaran penarikan Rp. 10 ribu. ”Itu kita setor sebagai PAD, jadi tidak benar ada pungutan liar di dinas kami, itu hanya salah paham saja,” elaknya. (KS-17)
Ilustrasi Pungli
Kronologinya berawal ketika Arif (42) mendatangi Kantor Disdukcapil untuk melakukan legalisir KTP dan KK untuk persyaratan anaknya yang ikut menjadi calon Anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI). Sampai di ruang legalisir, ia menyerahkan foto kopi KK dan KTP. Setelah selesai melakukan legalisir, oknum pegawai setempat meminta uang senilai Rp. 40 ribu, namun karena dianggap mahal, dirinya memprotes. ”Lalu oknum pegawai itu meminta mengalihkan dengan meminta uang ala kadarnya, bisa Rp. 10 ribu bahkan sampai Rp.20 ribu,” ungkapnya.
Arif tidak mempersoalkan jumlah uang yang diminta oleh oknum tersebut, namun dirinya heran dengan kebijakan tidak konsisten itu dengan meminta uang ala kadarnya menurut keikhklasan. Harusnya setiap dinas harus memiliki Standard Operating Procedure (SOP), agar bisa memastikan berapa besaran PAD untuk legalisir KK dan KTP. ”Ini tidak jelas SOP, bagaimana bisa kita pastikan berapa jumlah uang uyang kita kasih jika tidak ditentukan dengan peraturan yang mengingkat, kok bisa naik turun,” tanya dia.
Dia meminta, Kepala Disdukcapil harus bisa bersikap tegas terkait hal itu karena jelas akan merugikan masyarakat. Apalagi uang yang diberikan oleh masyarakat Kabupaten Bima selama ini untuk legalisir KK dan KTP, jangan sampai dimanfaatkan di luar aturan kedinasan. ”Intinya sebagai masyarakat, saya hanya ingin memperjelas saja, kalau pungutan itu dibenarkan, berapa angka pasti pungutan itu, agar tidak menimbulkan kecurigaan kami sebagai masyarakat, wajar kami mempertanyakan itu,” tegasnya.
Kepala Disdukcapil Kabupaten Bima, Drs. Andi Sirajudin yang didatangi di kantornya, Selasa (12/5) kemarin menurut pegawai setempat sudah berada di luar daerah. Sementara Sekretaris Disdukcapil, Drs. Maskur menegaskan memang benar adanya penarikan uang yang dilakukan di dinas setempat. Hal itu sudah tercantum dalam SOP. Penarikan sejumlah uang itu untuk setoran PAD yang sudah dibebankan ke Disdukcapil.
Besaran PAD yang dimulai dari tahun 2015 ini sebanyak Rp. 106.000.000 juta dengan rincian, senilai Rp. 100.000.000 juta ditarik dari kontribusi denda keterlambatan pelaporan kelahiran, dalam setiap denda kelahiran selama 60 hari hanya ditarik senilai Rp. 10 ribu. Sedangkan kontribusi legalisasi KTP, KK, Akta Capil dan surat keterangan pindah dalam satu tahun sebanyak Rp.1.500.000 juta dengan besaran penarikan Rp. 10 ribu. ”Itu kita setor sebagai PAD, jadi tidak benar ada pungutan liar di dinas kami, itu hanya salah paham saja,” elaknya. (KS-17)
COMMENTS