Ketua DPRD Kota Bima, Fery Sofian, SH menyesalkan pernyataan yang disampaikan Edy Muhlis terkait permintaan penghapusan aset oleh Pemerintah Kota Bima kepada Pemerintah Kabupaten
Kota Bima, KS.-Ketua DPRD Kota Bima, Fery Sofian, SH menyesalkan pernyataan yang disampaikan Edy Muhlis terkait permintaan penghapusan aset oleh Pemerintah Kota Bima kepada Pemerintah Kabupaten Bima pada media ini edisi sebelumnya. Pernyataan Edy yang juga Anggota DPRD Kabupaten Bima itu dianggap tidak pantas dikeluarkan anggota dewan sebagai pejabat publik karena terkesan memprovokasi masyarakat dan mengandung muatan desktruktif.
Ilustrasi aset Bangunan
“Pernyataan seperti itu sangat tidak pantas karena dia anggota dewan. Jangan seperti preman dong. Itu kan sama halnya dengan orang tidak berpendidikan saja karena tidak tahu aturan dan etika menyampaikan pendapat di ruang publik,” kritik Politisi PAN ini saat ditemui di kediamannya, Sabtu (23/5) kemarin.
Menurutnya, penyerahan aset bukanlah seperti dalam hukum privat atau dilakukan secara asal begitu saja. Melainkan melalui proses karena ada undang-undang yang mengatur. Yakni Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2002 tentang pembentukan Kota Bima. Isinya menyebutkan bahwa menyangkut aset baik bergerak maupun tidak bergerak harus sudah diserahkan satu tahun setelah Kota Bima terbentuk atau paling lambat selama lima tahun.
Aturan itu jelasnya, juga diperkuat dengan PP Nomor 78 Tahun 2007 tentang pembentukan, pembubaran dan penggabungan daerah pada pasal 12 ayat 4. Isinya juga menyebutkan bahwa daerah induk diberikan waktu paling lambat selama lima tahun untuk pindah setelah Kota Bima terbentuk. “Nah, sekarang yang terjadi justru Kota Bima yang lebih bersabar dan memberikan toleransi kepada Kabupaten Bima untuk menyerahkan aset dalam waktu yang cukup lama,” tuturnya.
Jadi tegasnya, apa yang dilakukan Walikota Bima sudah tepat dan sesuai aturan dengan bersurat kepada Pemerintah Kabupaten Bima untuk menyerahkan aset. Sebab bagaimana pun, setelah ibukota Pemerintah Kabupaten Bima pindah maka aset-aset yang ada akan dikelola oleh Pemerintah Kota Bima. Selain itu, penyerahan aset juga berdasarkan saran dari BPKP.
“Ini aturan yang berbicara bukan kemauan kita. Jadi tolong Edy bicara sesuai aturan yang berlaku. Berikan pernyataan yang santun dan beretika kalau ingin kemukakan pendapat di ruang publik. Sebab sangat konyol dia mengkritisi kepala daerah lain, tapi dia anggota dewan daerah lain. Sebagai Pimpinan Legislatif Kota Bima, saya juga merasa tersinggung,” ujarnya.
Anehnya lagi kata dia, surat dari Walikota Bima yang ditanggapi sudah salah kaprah. Sebab Walikota Bima tidak pernah mengirim surat kepada Ketua DPRD Kabupaten Bima, melainkan hanya kepada Pemerintah Kabupaten Bima. Untuk itu, dihimbaunya kepada Pemerintah Kabupaten Bima agar memberikan pencerahan kepada pejabat dan Anggota Legislatif terkait aturan masalah aset tersebut. Sehingga tidak salah menanggapi yang menyebabkan masyarakat juga salah memahami.
Fery menambahkan, pembahasan soal aset memang tidak bisa hanya dilakukan satu pihak. Namun, dua pemerintah daerah harus duduk bersama dengan Gubernur NTB untuk membicarakannya. Untuk pembahasan lebih lanjut terkait aset bernilai di atas Rp.50 Miliar juga akan melalui DPRD. “Ini yang belum dilaksanakan dan terus kita dorong,” tandasnya. (KS-13)
Ilustrasi aset Bangunan
“Pernyataan seperti itu sangat tidak pantas karena dia anggota dewan. Jangan seperti preman dong. Itu kan sama halnya dengan orang tidak berpendidikan saja karena tidak tahu aturan dan etika menyampaikan pendapat di ruang publik,” kritik Politisi PAN ini saat ditemui di kediamannya, Sabtu (23/5) kemarin.
Menurutnya, penyerahan aset bukanlah seperti dalam hukum privat atau dilakukan secara asal begitu saja. Melainkan melalui proses karena ada undang-undang yang mengatur. Yakni Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2002 tentang pembentukan Kota Bima. Isinya menyebutkan bahwa menyangkut aset baik bergerak maupun tidak bergerak harus sudah diserahkan satu tahun setelah Kota Bima terbentuk atau paling lambat selama lima tahun.
Aturan itu jelasnya, juga diperkuat dengan PP Nomor 78 Tahun 2007 tentang pembentukan, pembubaran dan penggabungan daerah pada pasal 12 ayat 4. Isinya juga menyebutkan bahwa daerah induk diberikan waktu paling lambat selama lima tahun untuk pindah setelah Kota Bima terbentuk. “Nah, sekarang yang terjadi justru Kota Bima yang lebih bersabar dan memberikan toleransi kepada Kabupaten Bima untuk menyerahkan aset dalam waktu yang cukup lama,” tuturnya.
Jadi tegasnya, apa yang dilakukan Walikota Bima sudah tepat dan sesuai aturan dengan bersurat kepada Pemerintah Kabupaten Bima untuk menyerahkan aset. Sebab bagaimana pun, setelah ibukota Pemerintah Kabupaten Bima pindah maka aset-aset yang ada akan dikelola oleh Pemerintah Kota Bima. Selain itu, penyerahan aset juga berdasarkan saran dari BPKP.
“Ini aturan yang berbicara bukan kemauan kita. Jadi tolong Edy bicara sesuai aturan yang berlaku. Berikan pernyataan yang santun dan beretika kalau ingin kemukakan pendapat di ruang publik. Sebab sangat konyol dia mengkritisi kepala daerah lain, tapi dia anggota dewan daerah lain. Sebagai Pimpinan Legislatif Kota Bima, saya juga merasa tersinggung,” ujarnya.
Anehnya lagi kata dia, surat dari Walikota Bima yang ditanggapi sudah salah kaprah. Sebab Walikota Bima tidak pernah mengirim surat kepada Ketua DPRD Kabupaten Bima, melainkan hanya kepada Pemerintah Kabupaten Bima. Untuk itu, dihimbaunya kepada Pemerintah Kabupaten Bima agar memberikan pencerahan kepada pejabat dan Anggota Legislatif terkait aturan masalah aset tersebut. Sehingga tidak salah menanggapi yang menyebabkan masyarakat juga salah memahami.
Fery menambahkan, pembahasan soal aset memang tidak bisa hanya dilakukan satu pihak. Namun, dua pemerintah daerah harus duduk bersama dengan Gubernur NTB untuk membicarakannya. Untuk pembahasan lebih lanjut terkait aset bernilai di atas Rp.50 Miliar juga akan melalui DPRD. “Ini yang belum dilaksanakan dan terus kita dorong,” tandasnya. (KS-13)
COMMENTS