Sukirman Azis, MH mengklaim jika Kerugian Negara (Total Loss) sebanyak Rp.600 juta lebih dalam kasus tersebut dinilai tidak masuk akal.
Kota Bima, KS.- Penasehat Hukum, H, Syahrullah SH MH, tersangka kasus pengadaan tanah Pemkot Bima, Sukirman Azis, MH angkat bicara terkait kasus yang menjarat Kliennya. Ia mengklaim jika Kerugian Negara (Total Loss) sebanyak Rp.600 juta lebih dalam kasus tersebut dinilai tidak masuk akal.

Ilustrasi
Hal itu disampaikannya di ruangan Kantor Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Amanah di Rabadompu, Senin (24/8). Pengacara senior ini mendukung langkah yang diambil oleh Jaksa dalam kasus itu, agar Kepolisian menelaah kasus itu dengan cermat sehingga kasus itu belum di P21.
Kerugian Negara (Total Loss) menurutnya tidak masuk akal. BPKP tidak maksimal memperhitungkan kerugian kasus itu. Padahal Inspektorat Kota Bima pernah menghitung kerugian kasus itu, namun tidak menemukan adanya kerugian. Tapi Polisi ragu dengan hitungan Inspektorat dan meminta BPKP untuk menghitung kembali, hasilnya ditemukan kerugian Negara Rp. 600 Juta lebih.
“Bagaimana mungkin ada total loss dalam kasus ini. Kami sangat meragukan hitungan BPKP. Metode apa yang mereka gunakan hingga bisa hitung kerugian sebanyak itu,” ujarnya didampingi tersangka, H Syahrullah.
Jika ada kerugian Negara dalam kasus itu, berarti tidak ada transaksi yang dilakukan Pemkot dengan pemilik tanah. Apalagi dari waktu ke waktu, harga tanah bisa saja berubah-rubah. Bahkan saat ini, harga tanah yang dipermasalahkan itu ditaksir dengan harga Rp. 40 Juta. “Banyak kerancuan dalam kasus ini, kami melihat kasus ini dipaksakan untuk menjerat klien kami. Jika ada dendam pribadi dengan klien kami, jangan dengan cara seperti ini,” pungkasnya.
Ia juga menegaskan saat ini tanah yang dipermasalahkan sudah disewakan oleh Pemkot Bima kepada warga. Ini menandakan hitungan BPKP dengan adanya Kerugian Negara (Total Loss) perlu dipertanyakan lagi. Karena tanah tersebut bisa dimanfaatkan dan digunakan untuk kepentingan. “Tapi apapun yang terjadi, kita akan tetap ikuti proses hukum ini,” tandasnya. (KS-17)

Ilustrasi
Hal itu disampaikannya di ruangan Kantor Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Amanah di Rabadompu, Senin (24/8). Pengacara senior ini mendukung langkah yang diambil oleh Jaksa dalam kasus itu, agar Kepolisian menelaah kasus itu dengan cermat sehingga kasus itu belum di P21.
Kerugian Negara (Total Loss) menurutnya tidak masuk akal. BPKP tidak maksimal memperhitungkan kerugian kasus itu. Padahal Inspektorat Kota Bima pernah menghitung kerugian kasus itu, namun tidak menemukan adanya kerugian. Tapi Polisi ragu dengan hitungan Inspektorat dan meminta BPKP untuk menghitung kembali, hasilnya ditemukan kerugian Negara Rp. 600 Juta lebih.
“Bagaimana mungkin ada total loss dalam kasus ini. Kami sangat meragukan hitungan BPKP. Metode apa yang mereka gunakan hingga bisa hitung kerugian sebanyak itu,” ujarnya didampingi tersangka, H Syahrullah.
Jika ada kerugian Negara dalam kasus itu, berarti tidak ada transaksi yang dilakukan Pemkot dengan pemilik tanah. Apalagi dari waktu ke waktu, harga tanah bisa saja berubah-rubah. Bahkan saat ini, harga tanah yang dipermasalahkan itu ditaksir dengan harga Rp. 40 Juta. “Banyak kerancuan dalam kasus ini, kami melihat kasus ini dipaksakan untuk menjerat klien kami. Jika ada dendam pribadi dengan klien kami, jangan dengan cara seperti ini,” pungkasnya.
Ia juga menegaskan saat ini tanah yang dipermasalahkan sudah disewakan oleh Pemkot Bima kepada warga. Ini menandakan hitungan BPKP dengan adanya Kerugian Negara (Total Loss) perlu dipertanyakan lagi. Karena tanah tersebut bisa dimanfaatkan dan digunakan untuk kepentingan. “Tapi apapun yang terjadi, kita akan tetap ikuti proses hukum ini,” tandasnya. (KS-17)
COMMENTS