Menurut Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Bima Drs. TG. HM. Saleh Ismail, masih tergolong ringan, sehingga para pelaku pengedar barang haram tersebut tidak jerah dan semakin berulah.
Kota Bima, KS.– Sanksi bagi pengkonsumsi dan juga mengedar Minuman keras (miras) menurut Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Bima Drs. TG. HM. Saleh Ismail, masih tergolong ringan, sehingga para pelaku pengedar barang haram tersebut tidak jerah dan semakin berulah.
HM. Saleh saat ditemui beberapa waktu lalu mengatakan, sudah jelas islam melarang keras umat muslim terlibat dalam bisnis haram tersebut, selain dapat merusak kesehatan diri sendiri juga dapat membawah korban bagi orang lain. “Saya harap lembaga tertinggi negara ini untuk merevisi ulang UUD tentang sanksi bagi pelaku pengedar miras tersebut, agar ada titik jerahnya,” ujarnya berharap.
Selain ketua MUI Kota Bima, tanggap itu juga datang dari Kasi Operasi dan Ketertiban Umum Sat Pol PP Kota Bima Arahman. Ia juga mengakui kalau sanksi bagi pelaku pengedar miras masih tergolong ringan sehingga pelaku masih berulah. “Dengan aturan yang ada saat ini, tidak membuat pelaku dan pengedar miras jerah, karena memang sanksi sangat ringan,”akunya.
Ia berharap kepada lembaga legislative untuk memikirkan pembuatan peraturan daerah tentang miras, yang didalamnya memuat sanksi berat bagi pelaku baik yang mengkonsumsi maupun yang mengedarkannya. ”Sanksi dari pemerintah yakni Peraturan Daerah (Perda) dinilai lemah, malahan membuat pelaku makin menjadi-jadi, kalau saja mencatumkan denda hingga ratusan juta bagi pengedarnya, tentu saja pelaku berpikir panjang untuk terlibat pada bisnis haram tersebut. Saya sepakat dengan pernyataan Ketua MUI Kota Bima agar lembaga hukum merevisi kembali UUD tentang miras,” ujarnya.
Lanjut Arahman, Kota Bima ini bagi orang lain adalah kota segi tiga emas sehingga bagi pengedar dan pemakai, menjadikan Kota Bima ini sebagai daerah transit dan kita perlu pertanyaan kinerja pihak yang berwenang yang bertugas diperbatasan kota/kabupaten, pelabuhan, pelayaran dan bandara sebagai tempat masuknya barang haram. (KS – 05)
HM. Saleh saat ditemui beberapa waktu lalu mengatakan, sudah jelas islam melarang keras umat muslim terlibat dalam bisnis haram tersebut, selain dapat merusak kesehatan diri sendiri juga dapat membawah korban bagi orang lain. “Saya harap lembaga tertinggi negara ini untuk merevisi ulang UUD tentang sanksi bagi pelaku pengedar miras tersebut, agar ada titik jerahnya,” ujarnya berharap.
Selain ketua MUI Kota Bima, tanggap itu juga datang dari Kasi Operasi dan Ketertiban Umum Sat Pol PP Kota Bima Arahman. Ia juga mengakui kalau sanksi bagi pelaku pengedar miras masih tergolong ringan sehingga pelaku masih berulah. “Dengan aturan yang ada saat ini, tidak membuat pelaku dan pengedar miras jerah, karena memang sanksi sangat ringan,”akunya.
Ia berharap kepada lembaga legislative untuk memikirkan pembuatan peraturan daerah tentang miras, yang didalamnya memuat sanksi berat bagi pelaku baik yang mengkonsumsi maupun yang mengedarkannya. ”Sanksi dari pemerintah yakni Peraturan Daerah (Perda) dinilai lemah, malahan membuat pelaku makin menjadi-jadi, kalau saja mencatumkan denda hingga ratusan juta bagi pengedarnya, tentu saja pelaku berpikir panjang untuk terlibat pada bisnis haram tersebut. Saya sepakat dengan pernyataan Ketua MUI Kota Bima agar lembaga hukum merevisi kembali UUD tentang miras,” ujarnya.
Lanjut Arahman, Kota Bima ini bagi orang lain adalah kota segi tiga emas sehingga bagi pengedar dan pemakai, menjadikan Kota Bima ini sebagai daerah transit dan kita perlu pertanyaan kinerja pihak yang berwenang yang bertugas diperbatasan kota/kabupaten, pelabuhan, pelayaran dan bandara sebagai tempat masuknya barang haram. (KS – 05)
COMMENTS