Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) KabupatenBima memang telah berakhir. Pasangan Hj. Indah Damayanti Putri (IDP) – Drs. Dahlan ditetapkan KPU Kabupaten Bima, sebagai pasangan Bupati dan Wakil Bupati Bima terpilih
Bima, KS.- Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) KabupatenBima memang telah berakhir. Pasangan Hj. Indah Damayanti Putri (IDP) – Drs. Dahlan ditetapkan KPU Kabupaten Bima, sebagai pasangan Bupati dan Wakil Bupati Bima terpilih. Rencananya, di akhir Januari 2016 ini, paslon nomor empat tersebut akan dilantik oleh Mendagri di Kantor Gubernur NTB.
Ilustrasi
Kendati KPU setempat telah tuntas melaksanakan tugasnya sebagai penyelanggara Pilkada, bukan berarti komisioner KPU setempat, bisa bernafas lega. Pasalnya, sidang kode etik di Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) dalam beberapa pecan terakhir, menggiring Ketua KPU Kabupaten Bima, Siti Nursusila ke kursi pesakitan DKPP.
Kasus apa yang membuat Ketua KPU tersebut menjadi TERADU ?. Dari data yang dihimpun Koran Stabilitas di lapangan, sidang pelanggaran kode etik yang diduga dilakukan Nur Susila atau biasa di sapa Ibu Sila tersebut, terkait rekaman pembicaraan antara Ibu Sila dengan Wakil Bupati terpilih, Drs.Dahlan (saat menjadi calon wakil bupati). Dalam rekaman tersebut, Ibu Sila berbicara dengan Dahlan terkait dokumen kesehatan, bahkan dalam rekaman itu terdengar kalimat tandatangan palsu yang disampaikan Ibu Sila ke Dahlan. Beberapa isi gugatan lain juga dilampirkan oleh para pengadu (Arifudin,SH dan Kafani,SH) ke DKPP. Antara lain, tanda terima hasil pemeriksaan kesehatan bakal calon Bupati dan Wakil Bupati Bima Tahun 2015-2020, oleh tim pemenangan Pasangan Calon (Paslon) nomor urut empat, Ahmad Yasin,SH,MH, pada hari Selasa tanggal empat Bulan Desember 2015, di KPU Kabupaten Bima.
Tanggal penyerahan hasil pemeriksaan kesehatan oleh tim pemenangan Hj. Indah Damayanti Putri - Drs. Dahlan tersebut, sangat jauh berbeda dengan jadwal yang ditentukan oleh KPU setempat. Dimana tiga paslon lainnya, menyerahkan hasil pemeriksaan kesehatan dari Rumah Sakit Umum NTB ke KPU Kabupaten Bima, pada Bulan Agustus Tahun 2015. Seperti, paslon nomor urut satu , menyerahkan hasil kesehatan pada hari Rabu tanggal 5 Agustus, paslon urut dua pada hari Rabu tanggal 5 Agustus, nomor urut tiga pun menyerahkan hari Rabu tanggal 5 Agustus. Munculnya sejumlah kejanggalan inilah, yang membuat para pengadu membawa kasus dugaan pelanggaran kode etik tersebut ke DKPP.
Bagaimana dengan kasus rekaman ?. Dalam kasus rekaman tersebut, semula Ketua KPU digugat oleh Abdurahman,SH, seorang pengacara muda asal Desa Ngali Kecamatan Belo. Namun, pada akhirnya kedua belah pihak (Ketua KPU dengan Abdurahman) membuat surat pernyataan kesepakatan damai di Kantor Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Amanah, dibawa kendali advokat senior, Sukirman Azis,SH,MH. Surat perdamaian itu di buat tanggal 15 September 2015, isi surat damai bahwa Abdurahman menyatakan siap mencabut laporan di Polres Kabupaten Bima, dengan terlapor Ketua Nur Susilawati
Lalu siapa yang melaporkan Ibu Sila ke DKPP ?. Berdasarkan jawaban TERADU (NUR SUSILA) I terhadap perkara kode etik penyelenggara pemilu nomor registrasi perkara :236/I-P/L-DKPP/2015 Tanggal 30 Nopember 2015, yang diadukan oleh para PENGADU, Arifudin,SH dan M.Kafani,SH, menyampaikan beberapa poin penting kepada Ketua DKPP, salah satunya mengenai hasil pemeriksaan kesehatan jasmani dan rohani bakal calon Wakil Bupati Bima atas nama Drs.Dahlan, yang disebutkan oleh para pengadu dalam surat pengaduannya, telah diserahkan pada tanggal 4 Agustus 2015, oleh Ketua Pokja pencalonan (Sdr Zainal Abidin,SH) yang diterima oleh penghubung pasangan bakal calon yang bersangkutan atasnama Sdr Ahmad Yasin,SH,MH.
Berdasarkan pad fakta-fakta yang diuraikan secara kronologis diatas, maka pembicaraan mengenai pemenuhan kelengkapan administrasi persyaratan kesehatan jasmani dan rohani dari semua bakal calon pada tanggal 05 Agustus 2015, tidak relevan lagi. Oleh Karena itu, tidak mungkin ada pembicaraan antara teradu I dengan bakal calon Wakil Bupati atas nama Dahlan, atau bakal calon lainnya mengenai pemalsuan dokumen administrasi syarat kesehatan jasmani dan rohani pada tanggal 05 Agustus 2015. Berbagai jawaban atas pengaduan para pengadu tersebut, disampaikan oleh Ibu Sila melalui jawaban atas pokok-pokok pengaduan yang diserahkan ke Ketua DKPP tanggal 29 Desember 2015 kemarin.
Bagaimana tanggapan M.Kafani,SH atas gugatan perkara pelanggaran kode etik ke DKPP tersebut ? Saat di konfirmasi Jum,at malam kemarin, dengan tegas Kafani mengatakan, kinerja Ketua KPU Kabupaten Bima, Nur Susilawati dalam menyelenggarakan Pemilukada yang berdemokrasi telah ternodai. Karena, terjadi komunikasi yang berkaitan dengan syarat-syarat penting yang tidak bisa ditolerir, apalagi melakukan pelanggaran, antara Ketua KPU dengan salah satu pasangan calon.”Komunikasi yang dibangun keduanya (Ketua KPU dengan Dahlan,red) itu, sudah melanggar kode etik. Ya, pelanggarannya harus dibuktikan secara hukum. Jika nantinya DKPP memutuskan bersalah atau apapun keputusan tersebut, maka akan dilanjutkan dengan langkah hukum lainnya,” tegasnya singkat.
Ditanya soal fakta yang terungkap selama persidangan berlangsung ?. Kafani menjelaskan, pada sidang pertama hari Selasa (29/12) dilaksanakan di Gedung Kejaksaan Agung RI, sedangkan sidang kedua dilaksanakan di Kantor Kejaksaan Tinggi NTB tanggal 04 Januari 2016. Pada sidang pertama, perintah Majelis Hakim kepada Panwaslu Kabupaten Bima, untuk menghadirkan Sdr.Akbar Tanjung selaku pihak yang merekam pembicaraan antara Ketua KPU Bima dengan Dahlan. Perintah Majelis tersebut dengan dasar, adanya pernyataan Ketua Panwaslu Kabupaten Bima, Sdr Abdullah,SH di depan persidangan memiliki surat pernyataan Sdr Akbar Tanjung (Staf Panwaslu) diatas materai, yang isinya Sdr.Akbar Tanjung tidak pernah melakukan rekaman.
Kemudian, perintah Majelis Hakim kepada Ketua KPU Kabupaten Bima, untuk juga menghadirkan Ketua KPU NTB, Sdr. Aksar Ansori, terkait dengan pernyataannya bahwa Ketua KPU Kabupaten Bima tidak melanggar kode etik. Namun, pada sidang kedua di Kejaksaan Tinggi NTB, kedua orang tersebut (Akbar Tanjung dan Aksar Ansori) tidak dihadirkan oleh masing-masing pihak. “Walaupun, pemanggilan kepada kedua belah pihak tersebut disampaikan oleh pihak DKPP secara langsung,”jelasnya.
Kata Kafani, ketidak hadiran kedua orang tersebut, bagi pihaknya (para pengadu) mencurigai adanya konspirasi yang dibuat dan dirancang sistematis, mengingat kedua orang tersebut adalah saksi kunci. Pertama, Akbar selaku perekam, sedangkan Aksar Ansori selaku pihak yang melakukan klarifikasi internal atas ulah Ketua KPU Kabupaten Bima.”Dengan ketidak hadiran kedua saksi penting kemarin, tidak ada lagi alasan bagi DKPP untuk tidak menghadirkan kedua saksi tersebut dalam proses selanjutnya. Dan kepada Ketua KPU Bima, juga Ketua Panwaslu Kabupaten Bima, agar menghadirkan saksi, sesuai perintah Majelis Hakim,” Desaknya.
Terkait dengan bukti rekaman itu sendiri, pengadu meminta melalui Majelis etik untuk dilakukan pembukaan rekaman Informatika dan Telekomatika (IT), guna mendapatkan bukti secara terbuka.”Isi komunikasi dua arah antara Ketua KPU Bima dan lawan bicaranya, akan diketahui ketika terjadi pembukaan rekaman IT. Dan isi rekaman itu, bukti atau mahkota dari segala bukti atas persoalan ini,”tandasnya.(KS-001).
Ilustrasi
Kendati KPU setempat telah tuntas melaksanakan tugasnya sebagai penyelanggara Pilkada, bukan berarti komisioner KPU setempat, bisa bernafas lega. Pasalnya, sidang kode etik di Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) dalam beberapa pecan terakhir, menggiring Ketua KPU Kabupaten Bima, Siti Nursusila ke kursi pesakitan DKPP.
Kasus apa yang membuat Ketua KPU tersebut menjadi TERADU ?. Dari data yang dihimpun Koran Stabilitas di lapangan, sidang pelanggaran kode etik yang diduga dilakukan Nur Susila atau biasa di sapa Ibu Sila tersebut, terkait rekaman pembicaraan antara Ibu Sila dengan Wakil Bupati terpilih, Drs.Dahlan (saat menjadi calon wakil bupati). Dalam rekaman tersebut, Ibu Sila berbicara dengan Dahlan terkait dokumen kesehatan, bahkan dalam rekaman itu terdengar kalimat tandatangan palsu yang disampaikan Ibu Sila ke Dahlan. Beberapa isi gugatan lain juga dilampirkan oleh para pengadu (Arifudin,SH dan Kafani,SH) ke DKPP. Antara lain, tanda terima hasil pemeriksaan kesehatan bakal calon Bupati dan Wakil Bupati Bima Tahun 2015-2020, oleh tim pemenangan Pasangan Calon (Paslon) nomor urut empat, Ahmad Yasin,SH,MH, pada hari Selasa tanggal empat Bulan Desember 2015, di KPU Kabupaten Bima.
Tanggal penyerahan hasil pemeriksaan kesehatan oleh tim pemenangan Hj. Indah Damayanti Putri - Drs. Dahlan tersebut, sangat jauh berbeda dengan jadwal yang ditentukan oleh KPU setempat. Dimana tiga paslon lainnya, menyerahkan hasil pemeriksaan kesehatan dari Rumah Sakit Umum NTB ke KPU Kabupaten Bima, pada Bulan Agustus Tahun 2015. Seperti, paslon nomor urut satu , menyerahkan hasil kesehatan pada hari Rabu tanggal 5 Agustus, paslon urut dua pada hari Rabu tanggal 5 Agustus, nomor urut tiga pun menyerahkan hari Rabu tanggal 5 Agustus. Munculnya sejumlah kejanggalan inilah, yang membuat para pengadu membawa kasus dugaan pelanggaran kode etik tersebut ke DKPP.
Bagaimana dengan kasus rekaman ?. Dalam kasus rekaman tersebut, semula Ketua KPU digugat oleh Abdurahman,SH, seorang pengacara muda asal Desa Ngali Kecamatan Belo. Namun, pada akhirnya kedua belah pihak (Ketua KPU dengan Abdurahman) membuat surat pernyataan kesepakatan damai di Kantor Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Amanah, dibawa kendali advokat senior, Sukirman Azis,SH,MH. Surat perdamaian itu di buat tanggal 15 September 2015, isi surat damai bahwa Abdurahman menyatakan siap mencabut laporan di Polres Kabupaten Bima, dengan terlapor Ketua Nur Susilawati
Lalu siapa yang melaporkan Ibu Sila ke DKPP ?. Berdasarkan jawaban TERADU (NUR SUSILA) I terhadap perkara kode etik penyelenggara pemilu nomor registrasi perkara :236/I-P/L-DKPP/2015 Tanggal 30 Nopember 2015, yang diadukan oleh para PENGADU, Arifudin,SH dan M.Kafani,SH, menyampaikan beberapa poin penting kepada Ketua DKPP, salah satunya mengenai hasil pemeriksaan kesehatan jasmani dan rohani bakal calon Wakil Bupati Bima atas nama Drs.Dahlan, yang disebutkan oleh para pengadu dalam surat pengaduannya, telah diserahkan pada tanggal 4 Agustus 2015, oleh Ketua Pokja pencalonan (Sdr Zainal Abidin,SH) yang diterima oleh penghubung pasangan bakal calon yang bersangkutan atasnama Sdr Ahmad Yasin,SH,MH.
Berdasarkan pad fakta-fakta yang diuraikan secara kronologis diatas, maka pembicaraan mengenai pemenuhan kelengkapan administrasi persyaratan kesehatan jasmani dan rohani dari semua bakal calon pada tanggal 05 Agustus 2015, tidak relevan lagi. Oleh Karena itu, tidak mungkin ada pembicaraan antara teradu I dengan bakal calon Wakil Bupati atas nama Dahlan, atau bakal calon lainnya mengenai pemalsuan dokumen administrasi syarat kesehatan jasmani dan rohani pada tanggal 05 Agustus 2015. Berbagai jawaban atas pengaduan para pengadu tersebut, disampaikan oleh Ibu Sila melalui jawaban atas pokok-pokok pengaduan yang diserahkan ke Ketua DKPP tanggal 29 Desember 2015 kemarin.
Bagaimana tanggapan M.Kafani,SH atas gugatan perkara pelanggaran kode etik ke DKPP tersebut ? Saat di konfirmasi Jum,at malam kemarin, dengan tegas Kafani mengatakan, kinerja Ketua KPU Kabupaten Bima, Nur Susilawati dalam menyelenggarakan Pemilukada yang berdemokrasi telah ternodai. Karena, terjadi komunikasi yang berkaitan dengan syarat-syarat penting yang tidak bisa ditolerir, apalagi melakukan pelanggaran, antara Ketua KPU dengan salah satu pasangan calon.”Komunikasi yang dibangun keduanya (Ketua KPU dengan Dahlan,red) itu, sudah melanggar kode etik. Ya, pelanggarannya harus dibuktikan secara hukum. Jika nantinya DKPP memutuskan bersalah atau apapun keputusan tersebut, maka akan dilanjutkan dengan langkah hukum lainnya,” tegasnya singkat.
Ditanya soal fakta yang terungkap selama persidangan berlangsung ?. Kafani menjelaskan, pada sidang pertama hari Selasa (29/12) dilaksanakan di Gedung Kejaksaan Agung RI, sedangkan sidang kedua dilaksanakan di Kantor Kejaksaan Tinggi NTB tanggal 04 Januari 2016. Pada sidang pertama, perintah Majelis Hakim kepada Panwaslu Kabupaten Bima, untuk menghadirkan Sdr.Akbar Tanjung selaku pihak yang merekam pembicaraan antara Ketua KPU Bima dengan Dahlan. Perintah Majelis tersebut dengan dasar, adanya pernyataan Ketua Panwaslu Kabupaten Bima, Sdr Abdullah,SH di depan persidangan memiliki surat pernyataan Sdr Akbar Tanjung (Staf Panwaslu) diatas materai, yang isinya Sdr.Akbar Tanjung tidak pernah melakukan rekaman.
Kemudian, perintah Majelis Hakim kepada Ketua KPU Kabupaten Bima, untuk juga menghadirkan Ketua KPU NTB, Sdr. Aksar Ansori, terkait dengan pernyataannya bahwa Ketua KPU Kabupaten Bima tidak melanggar kode etik. Namun, pada sidang kedua di Kejaksaan Tinggi NTB, kedua orang tersebut (Akbar Tanjung dan Aksar Ansori) tidak dihadirkan oleh masing-masing pihak. “Walaupun, pemanggilan kepada kedua belah pihak tersebut disampaikan oleh pihak DKPP secara langsung,”jelasnya.
Kata Kafani, ketidak hadiran kedua orang tersebut, bagi pihaknya (para pengadu) mencurigai adanya konspirasi yang dibuat dan dirancang sistematis, mengingat kedua orang tersebut adalah saksi kunci. Pertama, Akbar selaku perekam, sedangkan Aksar Ansori selaku pihak yang melakukan klarifikasi internal atas ulah Ketua KPU Kabupaten Bima.”Dengan ketidak hadiran kedua saksi penting kemarin, tidak ada lagi alasan bagi DKPP untuk tidak menghadirkan kedua saksi tersebut dalam proses selanjutnya. Dan kepada Ketua KPU Bima, juga Ketua Panwaslu Kabupaten Bima, agar menghadirkan saksi, sesuai perintah Majelis Hakim,” Desaknya.
Terkait dengan bukti rekaman itu sendiri, pengadu meminta melalui Majelis etik untuk dilakukan pembukaan rekaman Informatika dan Telekomatika (IT), guna mendapatkan bukti secara terbuka.”Isi komunikasi dua arah antara Ketua KPU Bima dan lawan bicaranya, akan diketahui ketika terjadi pembukaan rekaman IT. Dan isi rekaman itu, bukti atau mahkota dari segala bukti atas persoalan ini,”tandasnya.(KS-001).
Assalamualaikum...
BalasHapusMau tanya, bagaimana kelanjutan persidangan Ketua KPU Kab. Bima di DKPP, apa sudah ada putusan dan apa hasil putusanya? Kemudian masalah ijazah IDP, apa akan dibawa ke PTUN atau dilaporkan ke Polisi?
Terimakasih Sebelumya