Dugaan pemalsuan ijin Kos-kosan menjadi ijin Perhotelan hingga memicu reaksi penolakan warga Kelurahan Sarae Kecamatan Rasanae Barat Kota Bima, jadi perhatian serius dari sejumlah kalangan
Kota Bima, KS. – Dugaan pemalsuan ijin Kos-kosan menjadi ijin Perhotelan hingga memicu reaksi penolakan warga Kelurahan Sarae Kecamatan Rasanae Barat Kota Bima, jadi perhatian serius dari sejumlah kalangan. Salah satunya, Lembaga Bantuan Hukum Rakyat Pulau Sumbawa (LBH-RPS). Bahkan, LBH yang tengah mengawal ketat proses hukum dugaan korupsi tersebut, meminta dengan tegas kepada Institusi Penegak Hukum untuk membidik sekaligus melakukan Penyelidikan atas praktek dugaan kejahatan dimaksud. Sebab, penerbitan ijin usaha hotel yang berlokasi di Lingkungan Saleko Kelurahan Sarae diduga kuat melenceng dari aturan main sesungguhnya. Sehingga,terindikasi sebagai tindak kejahatan pelanggaran hukum.
Ilustrasi
Ketua LBH RPS, Furkan, MH menyampaikan, selain dugaan pemalsuan ijin hingga peningkatan status usaha, dari ijin kos-kosan meningkat ke ijin perhotelan. Tapi, juga terdapat aroma pelanggaran lain menyangkut penerbitan ijin. Maksudnya, ijin sudah diterbitkan, sementara bahan,dokumen masih dalam proses pengurusan. Artinya, ada aroma pelanggaran dibalik penerbitan ijin tersebut, mulai dari dugaan pemalsuan ijin hingga ijin itu diterbitkan. “Masa ijin diterbitkan ditengah dokumen dalam proses, mana ada aturan semacam itu. Karenanya, saya minta aparat penegak hukum untuk menyelidiki dugaan tersebut. Selain itu, saya pun meminta Pemkot untuk mengambil sikap, bila perlu bentuk tim untuk mencari tahu kebenaran atas persoalan yang sudah mencuat ke permukaan,” tegasnya.
Furkan yang juga Dosen pada Perguruan Tinggi Swasta (PTS-STKIP Tamsis) itu menjelaskan, terdapat alur, prosedural, dan dasar hukum terkait ijin usaha hotel. Seperti, harus berbadan Hukum dengan membuat Akta Pendirian oleh Notaris, ada Pengesahan Badan Hukum Perseroan dari MenHum & HAM RI atas Akta Pendirian dimaksud, Surat Keterangan Domisili Perusahaan,Membuat Surat Keterangan Domisili Perusahaan di Kantor Kelurahan tempat Badan Hukum berkedudukan.
Namun, dalam pengurusan Surat Keterangan Domisili Perusahaan di Kelurahan minta petugas untuk sekalian meminta cap persetujuan dari Kecamatan. Selain itu, juga terdapat tahapan menyangkut Pajak dan SIUP dengan melengkapi beberapa persyaratan. Antara lain, Salinan Akte Pendirian, Surat Izin Mendirikan Bangunan ( IMB ) Nomor Pokok Wajib Pajak ( NPWP ) Perusahaan, Daftar Riwayat Hidup Pimpinan Perusahaan dan Tenaga Ahli,Proposal Pendirian Perusahaan,Salinan Izin Undang-undang Ganguan (HO),Laporan Penyelesaian Pembangunan Hotel ( Khusus Bagi Hotel yang baru ), Penyusunan Studi Dampak Lingkungan ( AMDAL / UKL, UPL ).
”Mengurus ijin usaha hotel tak semudah itu, tidak seperti yang diduga terjadi di Kota Bima, dokumen masih dalam proses. Tapi, ijin sudah diterbitkan, jangan-jangan tahapan-tahapan tersebut belum dilewati dan dilengkapi,” duganya.
Selain itu lanjutnya, terdapat Prosedur Pelayanan, Surat Permohonan diterima, diagendakan pada bagian Tata Usaha dan diberikan kepada Kepala Dinas untuk didisposisi.
Setelah didisposisi,Kepala Dinas dikembalikan ke bagian Tata Usaha, Kepala bagian Tata Usaha mendisposisi surat dimaksud untuk Kasubdin yang terkait. Kemudian, Staf bagian Tata Usaha mengekspedisi surat tersebut lalu didistribusikan ke Subdin yang menangani pelayanan Izin Hotel. Namun sebutnya, prosedural pelayanan tak sampai disitu saja. Karena, setelah diterima surat tersebut disampaikan kepada Kasubdin,selanjutnya didisposisikan ke Kepala Seksi untuk seterusnya diproses. Praktis, sebelum membangun harus dilakukan peninjauan lokasi dengan melibatkan, instansi terkait antara lain : Dinas Kesehatan, Dinas Pariwisata, Bappeda ( Pertimbangan lewat SITU ) dan Dinas Pekerjaan Umum ( IMB ), kalau di Kota Bima Dinas Tata Kota. “Apabila layak dan disetujui maka Dinas Perhubungan dan Parawisata atas kepala daerah, mengeluarkan Izin Prinsip membangun masa berlaku Surat Izin Prinsip 3 tahun. Setelah selesai membangun Hotel, Surat Izin Usaha Hotel dapat diterbitkan dan diberikan kepada Pemohon,” terangnya.
Ia menyampaikan, tahapan pendaftaran usaha hotel sesuai Pasal 7 Permenbudpar 86/2010), permohonan pendaftaran usaha pariwisata, pemeriksaan berkas permohonan pendaftaran usaha pariwisata, pencantuman ke dalam Daftar Usaha Pariwisata, penerbitan Tanda Daftar Usaha Pariwisata; dan pemutakhiran Daftar Usaha Pariwisata. Jadi imbuhnya, setelah Tanda Daftar Usaha Pariwisata telah diterbitkan oleh Bupati, Walikota, atau Gubernur dan diberikan kepada pengusaha, usaha hotel sudah dapat dijalankan. “Apabila terdapat suatu perubahan kondisi terhadap hal yang tercantum di dalam Daftar Usaha Pariwisata, pengusaha wajib mengajukan permohonan pemutakhiran Daftar Usaha Pariwisata secara tertulis kepada Bupati, Walikota, atau Gubernur,” jelasnya.
Perlu diketahui, apabila pengusaha (Pasal 19 ayat (1) Permenbudpar 86/2010) maka akan terkena sanksi pembatasan kegiatan usaha dan/atau pembekuan sementara kegiatan usaha sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, atau tidak menyelenggarakan kegiatan usaha secara terus-menerus untuk jangka waktu 6 (enam) bulan atau lebih. “Dalam hal ini, walikota atau Gubernur dapat membekukan sementara Tanda Daftar Usaha Pariwisata yang telah diterbitkan,” pungkasnya seraya kembali meminta agar pemkot segera mengambil sikap tegas soal dugaan pelanggaran tersebut. (KS-03)
Ilustrasi
Ketua LBH RPS, Furkan, MH menyampaikan, selain dugaan pemalsuan ijin hingga peningkatan status usaha, dari ijin kos-kosan meningkat ke ijin perhotelan. Tapi, juga terdapat aroma pelanggaran lain menyangkut penerbitan ijin. Maksudnya, ijin sudah diterbitkan, sementara bahan,dokumen masih dalam proses pengurusan. Artinya, ada aroma pelanggaran dibalik penerbitan ijin tersebut, mulai dari dugaan pemalsuan ijin hingga ijin itu diterbitkan. “Masa ijin diterbitkan ditengah dokumen dalam proses, mana ada aturan semacam itu. Karenanya, saya minta aparat penegak hukum untuk menyelidiki dugaan tersebut. Selain itu, saya pun meminta Pemkot untuk mengambil sikap, bila perlu bentuk tim untuk mencari tahu kebenaran atas persoalan yang sudah mencuat ke permukaan,” tegasnya.
Furkan yang juga Dosen pada Perguruan Tinggi Swasta (PTS-STKIP Tamsis) itu menjelaskan, terdapat alur, prosedural, dan dasar hukum terkait ijin usaha hotel. Seperti, harus berbadan Hukum dengan membuat Akta Pendirian oleh Notaris, ada Pengesahan Badan Hukum Perseroan dari MenHum & HAM RI atas Akta Pendirian dimaksud, Surat Keterangan Domisili Perusahaan,Membuat Surat Keterangan Domisili Perusahaan di Kantor Kelurahan tempat Badan Hukum berkedudukan.
Namun, dalam pengurusan Surat Keterangan Domisili Perusahaan di Kelurahan minta petugas untuk sekalian meminta cap persetujuan dari Kecamatan. Selain itu, juga terdapat tahapan menyangkut Pajak dan SIUP dengan melengkapi beberapa persyaratan. Antara lain, Salinan Akte Pendirian, Surat Izin Mendirikan Bangunan ( IMB ) Nomor Pokok Wajib Pajak ( NPWP ) Perusahaan, Daftar Riwayat Hidup Pimpinan Perusahaan dan Tenaga Ahli,Proposal Pendirian Perusahaan,Salinan Izin Undang-undang Ganguan (HO),Laporan Penyelesaian Pembangunan Hotel ( Khusus Bagi Hotel yang baru ), Penyusunan Studi Dampak Lingkungan ( AMDAL / UKL, UPL ).
”Mengurus ijin usaha hotel tak semudah itu, tidak seperti yang diduga terjadi di Kota Bima, dokumen masih dalam proses. Tapi, ijin sudah diterbitkan, jangan-jangan tahapan-tahapan tersebut belum dilewati dan dilengkapi,” duganya.
Selain itu lanjutnya, terdapat Prosedur Pelayanan, Surat Permohonan diterima, diagendakan pada bagian Tata Usaha dan diberikan kepada Kepala Dinas untuk didisposisi.
Setelah didisposisi,Kepala Dinas dikembalikan ke bagian Tata Usaha, Kepala bagian Tata Usaha mendisposisi surat dimaksud untuk Kasubdin yang terkait. Kemudian, Staf bagian Tata Usaha mengekspedisi surat tersebut lalu didistribusikan ke Subdin yang menangani pelayanan Izin Hotel. Namun sebutnya, prosedural pelayanan tak sampai disitu saja. Karena, setelah diterima surat tersebut disampaikan kepada Kasubdin,selanjutnya didisposisikan ke Kepala Seksi untuk seterusnya diproses. Praktis, sebelum membangun harus dilakukan peninjauan lokasi dengan melibatkan, instansi terkait antara lain : Dinas Kesehatan, Dinas Pariwisata, Bappeda ( Pertimbangan lewat SITU ) dan Dinas Pekerjaan Umum ( IMB ), kalau di Kota Bima Dinas Tata Kota. “Apabila layak dan disetujui maka Dinas Perhubungan dan Parawisata atas kepala daerah, mengeluarkan Izin Prinsip membangun masa berlaku Surat Izin Prinsip 3 tahun. Setelah selesai membangun Hotel, Surat Izin Usaha Hotel dapat diterbitkan dan diberikan kepada Pemohon,” terangnya.
Ia menyampaikan, tahapan pendaftaran usaha hotel sesuai Pasal 7 Permenbudpar 86/2010), permohonan pendaftaran usaha pariwisata, pemeriksaan berkas permohonan pendaftaran usaha pariwisata, pencantuman ke dalam Daftar Usaha Pariwisata, penerbitan Tanda Daftar Usaha Pariwisata; dan pemutakhiran Daftar Usaha Pariwisata. Jadi imbuhnya, setelah Tanda Daftar Usaha Pariwisata telah diterbitkan oleh Bupati, Walikota, atau Gubernur dan diberikan kepada pengusaha, usaha hotel sudah dapat dijalankan. “Apabila terdapat suatu perubahan kondisi terhadap hal yang tercantum di dalam Daftar Usaha Pariwisata, pengusaha wajib mengajukan permohonan pemutakhiran Daftar Usaha Pariwisata secara tertulis kepada Bupati, Walikota, atau Gubernur,” jelasnya.
Perlu diketahui, apabila pengusaha (Pasal 19 ayat (1) Permenbudpar 86/2010) maka akan terkena sanksi pembatasan kegiatan usaha dan/atau pembekuan sementara kegiatan usaha sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, atau tidak menyelenggarakan kegiatan usaha secara terus-menerus untuk jangka waktu 6 (enam) bulan atau lebih. “Dalam hal ini, walikota atau Gubernur dapat membekukan sementara Tanda Daftar Usaha Pariwisata yang telah diterbitkan,” pungkasnya seraya kembali meminta agar pemkot segera mengambil sikap tegas soal dugaan pelanggaran tersebut. (KS-03)
COMMENTS