Kota Bima, KS.- Kasus pengadaan tanah di Pemkot Bima yang menyeret tersangka tunggal H. Syahrullah, SH (Saat ini menjabat sebagai Kadis Dis...
Kota Bima, KS.- Kasus pengadaan tanah di Pemkot Bima yang menyeret tersangka tunggal H. Syahrullah, SH (Saat ini menjabat sebagai Kadis Dishubkominfo Kota Bima) yang sudah di P21, untuk tahap kedua masih nongkrong di meja penyidik polisi Polres Bima Kota.
Dalam Pemberitaan Koran Stabilitas sebelumnya (edisi Jum’at, 30 Juli 2016) Kepala Satuan (Kasat) Reserse dan Kriminal (Reskrim) Polres Bima Kota, Antonious F. Gea, SH. S.I.K mengatakan rencana penyerahan barang bukti dan tersangka (P21 tahap kedua) dalam kasus ini setelah ada sinyal dari pihak Kejaksaan. Diakuinya, jaksa akan menerima tahap dua dan langsung akan menggelar persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) di Mataram.
”Kami sudah melakukan kordinasi dengan pihak Kejaksaan. Tanggapan dari pihak Kejaksaan, kasus ini tidak akan lama di proses oleh Jaksa dan akan segera dilakukan persidangan di Pengadilan Tipikor. Dan tahap dua kasus ini masih menunggu sinyal dari mereka," ujar Kasat muda itu, beberapa waktu yang lalu.
Dikonfirmasi kembali, Anton mengaku telah berkordinasi dengan pihak Kejaksaan. Kata Anton, jaksa ingin tahap dua dilakukan di Mataram.
“Atas keinginan Jaksa, kami sedang mempersiapkan hal tersebut,” tandasnya, Jum’at (5/8) pekan lalu.
Menaggapi keadaan tersebut, Ketua Aliansi Perjuangan Integritas (API) NTB Sudirman alias Topan mengatakan, kasus yang menyeret Kadis Dishubkominfo Kota Bima saat ini (H. Sahrullah, red) terlalu dibuat rumit oleh pihak Kejaksaan. Diakuinya, kasus ini sudah di P21 sejak bulan Ramadhan lalu. Namun, tahap dua penyerahan berkas dan tersangkanya, seolah tidak mau di terima oleh pihak Kejaksaan.
“Saya heran dengan Jaksa yang tidak mau menjemput bola dalam kasus korupsi pengadaan tanah oleh Pemkot Bima ini. KPK sudah memfasilitasi kasus ini, tanah obyek kasus ini pun sudah disita oleh polisi. Malah Jaksanya yang seharusnya pro aktif bukan membuat runyam dalam perjalanan proses hukum di kasus ini,” jelas mantan aktifis Ibukota Negara (Jakarta) itu.
Ditambahkannya, keinginan pihak Kejaksaan dalam proses tahap dua di Mataram itu aneh.
“Kenapa ngak terima tahap dua di Bima, kenapa harus di Mataram lagi? Apa ada aturannya seperti itu. Jangan dibuat-buatlah. Jika seperti ini akan muncul dugaan pihak Kejaksaan sudah ‘masuk angin’. Kami harap tahap dua kasus ini segera terealisasi. Urusan bawa tersangka di pengadilan tipikor di Mataram memang itu sudah menjadi kewajiban pihak Kejaksaan,” tandas dia via ponselnya, Selasa (9/8) kemarin.
Ia pun menambahkan, keberadaan pejabat eselon dua di Pemkot Bima sebagai calon terdakwa agar dievaluasi oleh Walikota apalagi terlibat masalah korupsi. “Mempertahakan pejabat bermasalah dan calon terdakwa yang akan duduk di kursi pesakitan, akan melahirkan preseden buruk untuk Walikota sendiri baik di mata rakyatnya maupun di mata Pemerintah Pusat,” tutup Topan.
Di sisi lain, Kepala kantor Kejaksaan Negeri (Kejari) Raba Bima yang berhasil ditemui di kantornya enggan memberikan komentarnya. Saat di temui oleh Wartawan Koran Stabilitas ketika turun dari mobilnya. Eko menanggapi tidak ingin di wawancara.
“Kami rapat dulu, mau rapat, belum bisa,” tepis Eko dan berjalan masuk ke ruangannya, Selasa (9/8) pagi kemarin. (KS-08)
COMMENTS