Kota Bima, KS.- Fraksi Golkar dan Fraksi Gerindra dari tujuh fraksi di DPRD Kota Bima, menolak Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Anggaran...
Kota Bima, KS.- Fraksi Golkar dan Fraksi Gerindra dari tujuh fraksi di DPRD Kota Bima, menolak Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Perubahan Kota Bima Tahun Angggran 2016. Penolakan dua fraksi ini disampaikan saat memberikan pandangan umum fraksi dalam rapat paripurna yang dipimpin oleh Wakil Ketua Syahbudin, Rabu (24/8) siang.
A. Saad A. Jafar anggota fraksi Golkar saat memberikan pandangan umumnya di rapat paripurna, Rabu (24/8), salah satu item penolakannya pada rencana pihak eksekutif menganggarkan dana hibah untuk pesantren di Kelurahan Kolo, Kecamatan Asakota senilai Rp700 juta.
"Pesantren di Kolo itu tidak jelas. Kenapa harus dianggarkan bantuan yang nilainya ratusan juta, sementara masih banyak pesantren yang sudah ada di Kota Bima yang jelas-jelas telah memberikan kontribusinya untuk Kota Bima selama ini tidak sefantastis itu nilai bantuannya," tegasnya.
Senada dengan yang disampaikan Fraksi Golkar. Ketua Fraksi Gerindra Sudirman DJ, SH yang menyampaikan langsung laporan pemandangan umum fraksi dengan tegas menolak RAPBD Perubahan TA. 2016 yang disampaikan pihak eksekutif.
Dikatakannya, salah satu poin penolakan pada item penganggaran Rp7,3 miliar untuk pembangunan Masjid Terapung di Amahami yang dimasukkan dalam RAPBD-P tahun 2016 ini.
"Anggaran tiang pancang masjid terapung itu terlalu mahal. Rp7,3 miliar itu uang yang sangat banyak. Dan lebih baik, uang tersebut dimanfaatkan pada hal yang lebih penting," tegas Sudirman.
Dijelaskannya, alasan fraksi Gerindra menolak pembangunan Masjid terapung tersebut karena masih banyak masjid di sejumlah Kelurahan yang masih membutuhkan perhatikan.
"Siapa yang nanti akan sholat di masjid terapung itu, sementara di sekitar pantai Amahami sudah ada banyak masjid. Seperti masjid di Kelurahan di Dara, Masjid belakang kantor Koramil, Masjid di Ulet Jaya, Musholla di Pasar Amahami dan Musholla yang ada di Pom Bensin Amahami," jelasnya, ketika dikonfirmasi kembali oleh wartawan Koran Stabilitas, Kamis (25/8) kemarin.
Dikatakannya, dalam pembangunan sebuah masjid harus melihat jumlah penduduk yang ada disekitarnya. Sementara disekitar Amahami, tidak ada banyak penduduk. Kalaupun ada, penduduknya sudah memiliki tempat ibadah atau Mushollanya masing-masing.
"Jangan sampai bangunan yang ingin dijadikan icon Kota Bima sebagai Kota Tepian Air malah tidak terurus dengan baik ke depannnya. Pihak eksekutif harus melihat sisi pentingnya sebuah pembangunan. Jika memang tidak penting, jangan dipaksakan untuk dibangun," tandasnya.
Sementara itu, sambung advokat yang sedang cuti itu, pihak eksekutif tidak menyerahkan dokumen RAPBD Perubahan Tahun 2016, sebelum rapat tersebut dimulai. Padahal, kata dia, dokumen RAPBD harus diberikan sebelum rapat pembahasan dimulai agar bisa dipelajari terlebih dahulu oleh anggota DPRD.
"Ini kebiasan eksekutif yang selama ini sudah menjadi budaya dan harus mulai dirubah," pungkas anggota dewan dua periode itu.
Ia menambahkan, kendati hanya Fraksi Gerindra dan Fraksi Golkar yang menolak RAPBD Perubahan tahun 2016 ini, diakuinya, sikap yang dipilihnya ini semata-mata melihat dari sisi kebutuhan yang penting dan mendesak bagi kesejahteraan rakyat di Kota Bima.
"Jika akhirnya terjadi voting tentang diterima dan ditolaknya RAPB-P TA. 2016 oleh tujuh fraksi di DPRD Kota Bima. Walaupun kami kalah, tapi sikap fraksi kami jelas, telah membela kepentingan rakyat," tutup mantan Ketua PKPB Kota Bima itu. (KS-08)
COMMENTS