Bima, KS.- Dunia aktivis di Bima tercoreng dengan tingkah pongah Mukhlis, ST alias Jeger yang mengklaim diri sebagai aktivis alumnus Sulawes...
Bima, KS.- Dunia aktivis di Bima tercoreng dengan tingkah pongah Mukhlis, ST alias Jeger yang mengklaim diri sebagai aktivis alumnus Sulawesi (Makassar). Jeger memang kuliah di Kota Makassar. Logat dan gaya Jeger berbicara kerap terdengar seperti lidah orang Makasar.
Ia pun terdengar cukup aktif di bidang hukum, politik dan advokasi. Profesi yang dilakukan Jeger mungkin lebih dikenal dengan nama aktivis atau pegiat Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Jeger pun dulu pernah menerbitkan sebuah surat kabar. Walau medianya dalam keadaan ‘mati suri’ saat ini, hobinya dalam hal tulis menulis konon kabarnya dia pun sedang mengarang sebuah buku.
Kisah Jeger kali ini, sangat kontradiksi dengan identitas yang disandangnya selama ini. Rumor tentang dirinya yang diduga sering ‘bermain’ atau mencari keuntungan sendiri di balik aktivitas yang dilakukannya akhirnya pun terbukti. Pasalnya, Jeger yang diakui dirinya pun telah menggadai satu unit sepeda motor milik pemerintah dari tangan Farid selaku Kepala Sub Bagian (Kasubag) Perencanaa di sekretariat Dinas Pertanian, Tanaman Pangan dan Holtikultura (Dispertapa) Kabupaten Bima.
Bagaimana kronologis kejadian motor plat merah yang telah digadai oleh Jeger ini?
Sumber Koran Stabilitas menceritakan kejadian itu bermula saat Jeger bertandang ke kediamanan Farid. Tidak seperti biasanya, Jeger yang biasanya parlente duduk di atas roda empat. Saat itu, kedatangannya ke rumah Farid, Jeger dibonceng oleh seseorang, entah teman atau ojek.
Dijelaskannya, karena datang tidak membawa kendaraan, akhirnya Jeger pulang dengan meminjam motor dinas (plat merah) yang diberikan olleh Pemerintah untuk kendaraan operasional Farid yang juga salah seorang pejabat esselon di Dispertapa Kabupaten Bima.
“Dengar-dengar gosip di Kantor, janji si Jeger akan mengembalikan ke esokan harinya motor milik Pak Farid tersebut,” ucapnya beberapa waktu yang lalu pada Koran Stabilitas.
Ditambahkannya, setelah kurang lebih dua bulan lamanya, Jeger tidak juga mengembalikan motor dinas tersebut. Informasinya, Jeger telah menggadai motor plat merah itu dengan uang Rp2 juta.
“Kami cek soal motor dinas yang digadai ini ternyata benar. Saat ini motor tersebut ada di tangan seseorang di Talabiu, Kabupaten Bima.
Kasubag Perencanaan Sekretariat Dispertapa Kabupaten Bima Farid, di ruangan kerjanya membenarkan soal motor dinas miliknya digadai oleh Jeger. Namun sayangnya, Farid tidak mau memberikan komentar lebih jauh dari masalah ini.
Keadaan di ruangan Farid, Selasa (9/8) pagi itu terlihat ramai. Tidak hanya pendemo yang sedang menggelar aksi di depan kantor Dispertapa. Di ruangan dia pun tamu dari kalangan aktivis, pengusaha, seorang Kepala Desa bahkan orang suruhan dari anggota dewan yang menanyakan pekerjaan di Dispertapa ada di ruangan itu.
“Soal motor itu... ya karena kenal...(Farid tak melanjutkan komentarnya mungkin karena banyak tamu di ruangannya)! Sudahlah kita bicarakan yang lain saja. Soal itu gampang ntar, dan kalau bisa kita bertemu bertiga dengan dia (Jeger),” ucap Farid yang meminta berkali-kali kepada Wartawan agar tidak perlu menanyakan masalah ini lagi.
Di sisi lain, Mukhlis alias Jeger dengan tegas membantah dan tidak mengakui bahwa motor dinas itu digadai karena keinginannya senditi. Diakuinya, motor itu digadai atas keinginanya dan permintaan Farid. Dan karena yang memiliki motor menyuruh menggadaikan, dirinya langsung mencari peminat dan akhirnya motor itu di gadai senilai Rp2 juta.
"Saya gadai motor itu karena diminta mereka, mereka itu ya termasuk Farid. Uang hasil itu, pun sudah saya kasih ke Farid," tegas Jeger yang sekaligus membantah jika soal gadai motor itu mutlak kesalahan pribadinya sendiri.
Jeger melanjurkan, setelah motor itu digadai, mereka (Farid) seolah lepas tanggungjawab. Akhirnya, Jeger pun mengaku, motor yang telah digadi tersebut sudah di tebus dan kini ada ditangannya.
“Karena mereka tidak mau tanggungjawab, dari pada nama saya Jelek, motor itu sudah saya tebus sendiri. Dan sementara ini memang saya amankan sambil menunggu tanggung jawab dari mereka juga,” kilah putra asli Desa Donggobolo Kecamatan Woha Kabupaten Bima, Minggu (7/8).
Ia pun menambahkan, harga gadai motor sudah tidak Rp2 juta saja. Karena ada beban lain di balik digadaikannya motos dinas ini.
“Biaya tebus motor ini sudah di atas Rp2 juta dan saya melakukan hal ini jelas alasannya atas persetujuan Farid selaku pemilik motor. Kalau butuh uang pribadi, lebih baik saya menggadaikan mobil milik saya, dari pada menggadaikan punya orang lain yang menimbulkan masalah di kemudian hari. Apalagi ini motor dinas milik pemerintah," tutup kader Partai Demokrat itu via ponselnya. (KS-03/KS-08)
COMMENTS