Kota Bima, KS.- Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) Bima,Minggu (21/8), menggelar kegiatan Mudzakarah Tokoh Umat (MTU) edisi yang kedua di aul...
Kota Bima, KS.- Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) Bima,Minggu (21/8), menggelar kegiatan Mudzakarah Tokoh Umat (MTU) edisi yang kedua di aula kantor Yayasan Islam (YASIM) Bima. Ketua HTI Bima Muhamad Ayyubi mengungkapkan, pada kegiatan MTU ke 2 ini, agenda yang dibahas terkait Rancangan Undang-undang Anti Terorisme di Indonesia. Menurutnya, dalam mengawal Rancanangan Undang-undang Anti Terorisme ini ada beberapa poin penting yang harus ditekankan.
Kata Ayubi, pembicara pertama Muhammad Faisal (Pengamat Kebijakan Publik) pada pertemuan itu mengkritik pada pasal-pasal yang dinilai bisa menimbulkan multitafsir. Kata dia, pada pasal 12B ayat (1) jika perbuatan tersebut dimaksudkan untuk melepaskan wilayah atau daerah lain dari suatu negara sahabat untuk seluruhnya atau sebagian dari kekuasaan pemerintah yang di negara tersebut atau jika perbuatan tersebut dimaksudkan untuk meniadakan atau mengubah secara tidak sah bentuk pemerintahan negara sahabat atau daerahnya lain. Sedangkan pada ayat (3) dijelaskan, dipidana dengan pidana yang sama sebagaimana dimaksud pada ayat pertama.
“Muhammad Faisal menanyakan bagaimana bisa membantu separatisme negara lain dipidana sementara melakukan separatisme di dalam negeri tidak dianggap tindakan pidana?” ungkap Ayyubi.
Sementara itu, Ayuubi yang juga menjadi pembicara kedua dalam pertemuan tersebut menjelaskan, ketidakjelasan definisi terorisme selama ini menyebabkan penanganan kasus terorisme menjadi ambigu. Menurut pria asal Kota Surabaya itu, kecenderungan mengikuti definisi terorisme yang dipaksakan oleh kepentingan Amerika Serikat (AS), lebih banyak menyerang kelompok-kelompok yang tidak setuju kepada kebijakan AS.
“Misalnya ada kelompok yang menginginkan Penerapan Syariat Islam, dan menginginkan penegakan Khilafah. Cenderung dicapsebagai organisasi atau kelompom teroris. Padahal dua ide islam tersebut, sudah menjadi kesepakatan ulama ahlus sunnah wal jamaah,” ungkap dia.
Dia menambahkan, pertemuan tokoh ummat yang menjadi peserta yang hadir di pertemuan tersebut, sepakat jika draft dalam RUU tersebut melahirkan multitafsir dan rawan menimbulkan keresahan dalam masyarakat sebagaimana masa Kopkamtib tempo dulu.
Dari pantauan Wartawan Koran Stabilitas, selain dihadiri beberapa tokoh ummat Islam, hadir pula unsur aparat dari Dandim 1608 Bima, anggota Polres Bima Kota dan beberapa orang awak media. (KS-08)
COMMENTS