Menurut Pastor Romulus Pitan, SVD selaku juru bicara pihak Gereja Santo Yusuf, sebelum pembangunan dilakukan, pihaknya sudah mendapat Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dari Dinas Tata Kota dan Perumahan (DTKP) Kota Bima.
Kota Bima, KS.- Sehubungan dengan rencana pembangunan gereja “Santo Yusuf” di Kelurahan Rabangodu Selatan yang diprotes warga Rabangodu Selatan beberapa waktu lalu, berbagai elemen terkait menggelar pertemuan bersama Walikota Bima H.M.Qurais H.Abidin, Selasa (6/9) kemarin. Pada pertemuan yang berlangsung di ruang rapat Walikota itu, dihadiri oleh Kepala Kasi Intel Kejaksaan Negeri Bima, Ketua FKUB Kota Bima, Asisten I Bidang Pemerintahan dan Kesra, Kepala Badan Kesbangpol Kota Bima, Kepala Dinas Tata Kota Bima, Kepala Kantor Sat Pol PP Kota Bima dan Camat Raba.
Menurut Pastor Romulus Pitan, SVD selaku juru bicara pihak Gereja Santo Yusuf, sebelum pembangunan dilakukan, pihaknya sudah mendapat Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dari Dinas Tata Kota dan Perumahan (DTKP) Kota Bima. Namun, begitu pembangunan hendak dimulai, ternyata ada keberatan dari masyarakat. Diakuinya, sebelumnya melaksanakan pembangunan gereja ini, pihaknya sudah berkoordinasi dengan Lurah Rabangodu Selatan. “Saat itu, Ibu Lurah menyatakan akan melakukan sosialisasi kepada ketua RT/RW, namun masih ada keberatan yang diajukan oleh beberapa orang warga,” jelasnya.
Terkait adanya keberatan ini, sambung Pastor Romulus, pihaknya memohon adanya arahan dari Walikota terkait tindakan selanjutnya dalam agenda pembangunan dan renovasi permbangunan gereja “Santo Yusuf” di Kelurahan Rabangodu Selatan.
Menanggapi keinginan Pastor, pada pertemuan tersebut, Walikota Bima menjelaskan, dalam menyikapi masalah ini perlu adanya kearifan dari semua pihak. Menurut Qurais,sisi positif dari maslaah ini bahwa tidak ada penolakan dari masyarakat pada pembangunan dan renovasi gereja “Santo Yusuf”. Hanya saja, kata dia, ada faktor psikologis di tengah-tengah masyarakat yang mayoritas umat muslim. Agar bangunan gereja tidak berlantai dua dan tidak lebih tinggi dari masjid yang ada.
“Saya paham mengenai kebutuhan umat gereja “Santo Yusuf” yang menginginkan tempat ibadah yang representatif. Intinya, tidak ada penolakan dari masyarakat mengenai rencana renovasi dan pembangunan perbaikan gereja ini. Namun mohon dipahami, kondisi psikologi ummat muslim yang mayoritas di kota ini agar pembangunan gereja tidak lebih tinggi dari mesjid yang ada di Kota Bima,” terangnya
Dalam kesimpulan pertemuan tersebut, Walikota menyebutkan 5 keputusan untuk pengurus gereja “Santo Yusuf” agar: Pertama, menyampaikan laporan kondisi kepada Keuskupan di Denpasar atau Jakarta sebagai pihak yang membawahi gereja “Santo Yusuf” sekaligus penyedia dana pembangunan gereja. Kedua, pada dasarnya masyarakat tidak menolak, namun hanya meminta agar bangunan gereja tidak berlantai dua dan tidak lebih tinggi dari masjid.
Ketiga, kami memahami bahwa pihak gereja “Santo Yusuf” sudah memiliki IMB dan dengan demikian memiliki dasar hukum. Namun tetap harus mempertimbangkan faktor psikologi masyarakat yang mayoritas beragama Islam. Ke empat, pihak gereja hendaknya melakukan musyawarah dengan masyarakat setempat dan dinas teknis yang difasilitasi oleh Lurah dan Camat, guna membahas tinggi bangunan yang diterima oleh masyarakat. Hendaknya musyawarah dilakukan sampai menghasilkan kesepakatan tertulis antara masyarakat dan pihak gereja.
Kelima, kesepakatan tertulis ini nantinya akan menjadi pegangan gereja untuk melanjutkan proses pembangunan dan menjadi dasar Pemerintah untuk melindungi pihak gereja
“Semoga lima poin di atas, dapat menjadi solusi dalam menyelesaikan persoalan di balik masalah pembangunan gereja “Santo Yusuf”,” tutup Qurais. (KS-08/HUM)
Menurut Pastor Romulus Pitan, SVD selaku juru bicara pihak Gereja Santo Yusuf, sebelum pembangunan dilakukan, pihaknya sudah mendapat Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dari Dinas Tata Kota dan Perumahan (DTKP) Kota Bima. Namun, begitu pembangunan hendak dimulai, ternyata ada keberatan dari masyarakat. Diakuinya, sebelumnya melaksanakan pembangunan gereja ini, pihaknya sudah berkoordinasi dengan Lurah Rabangodu Selatan. “Saat itu, Ibu Lurah menyatakan akan melakukan sosialisasi kepada ketua RT/RW, namun masih ada keberatan yang diajukan oleh beberapa orang warga,” jelasnya.
Terkait adanya keberatan ini, sambung Pastor Romulus, pihaknya memohon adanya arahan dari Walikota terkait tindakan selanjutnya dalam agenda pembangunan dan renovasi permbangunan gereja “Santo Yusuf” di Kelurahan Rabangodu Selatan.
Menanggapi keinginan Pastor, pada pertemuan tersebut, Walikota Bima menjelaskan, dalam menyikapi masalah ini perlu adanya kearifan dari semua pihak. Menurut Qurais,sisi positif dari maslaah ini bahwa tidak ada penolakan dari masyarakat pada pembangunan dan renovasi gereja “Santo Yusuf”. Hanya saja, kata dia, ada faktor psikologis di tengah-tengah masyarakat yang mayoritas umat muslim. Agar bangunan gereja tidak berlantai dua dan tidak lebih tinggi dari masjid yang ada.
“Saya paham mengenai kebutuhan umat gereja “Santo Yusuf” yang menginginkan tempat ibadah yang representatif. Intinya, tidak ada penolakan dari masyarakat mengenai rencana renovasi dan pembangunan perbaikan gereja ini. Namun mohon dipahami, kondisi psikologi ummat muslim yang mayoritas di kota ini agar pembangunan gereja tidak lebih tinggi dari mesjid yang ada di Kota Bima,” terangnya
Dalam kesimpulan pertemuan tersebut, Walikota menyebutkan 5 keputusan untuk pengurus gereja “Santo Yusuf” agar: Pertama, menyampaikan laporan kondisi kepada Keuskupan di Denpasar atau Jakarta sebagai pihak yang membawahi gereja “Santo Yusuf” sekaligus penyedia dana pembangunan gereja. Kedua, pada dasarnya masyarakat tidak menolak, namun hanya meminta agar bangunan gereja tidak berlantai dua dan tidak lebih tinggi dari masjid.
Ketiga, kami memahami bahwa pihak gereja “Santo Yusuf” sudah memiliki IMB dan dengan demikian memiliki dasar hukum. Namun tetap harus mempertimbangkan faktor psikologi masyarakat yang mayoritas beragama Islam. Ke empat, pihak gereja hendaknya melakukan musyawarah dengan masyarakat setempat dan dinas teknis yang difasilitasi oleh Lurah dan Camat, guna membahas tinggi bangunan yang diterima oleh masyarakat. Hendaknya musyawarah dilakukan sampai menghasilkan kesepakatan tertulis antara masyarakat dan pihak gereja.
Kelima, kesepakatan tertulis ini nantinya akan menjadi pegangan gereja untuk melanjutkan proses pembangunan dan menjadi dasar Pemerintah untuk melindungi pihak gereja
“Semoga lima poin di atas, dapat menjadi solusi dalam menyelesaikan persoalan di balik masalah pembangunan gereja “Santo Yusuf”,” tutup Qurais. (KS-08/HUM)
COMMENTS