Setelah di Kecamatan Tambora, kasus illegalloging dengan melakukan penebangan liar di Kawasan Hutan Lindung Negara kini sudah berpindah loka...
Setelah di Kecamatan Tambora, kasus illegalloging dengan melakukan penebangan liar di Kawasan Hutan Lindung Negara kini sudah berpindah lokasi di Kawasan Hutan di Kecamatan Langgudu. Bahkan, dugaan kejahatan dengan menebang Kayu jenis Sonoklir itu semakin merajalela. Masalahnya, tindakan oknum warga asal Desa Laju sudah berlangsung kurang lebih satu Tahun.Diduga kuat, ada keterlibatan oknum Pejabat di Dinas Kehutanan (Dishut),oknum Polisi Pamong Praja kecamatan dan termasuk oknum Polisi Polres Bima Kabupaten dibalik kejahatan tersebut. Celakanya, praktek tangan jahil oknum tak bertanggungjawab itu informasinya akan hijrah ke hutan yang berlokasi di Desa Pusu kecamatan tersebut.
Bima, KS.- Dugaan keterlibatan oknum aparat, baik yang ada dilingkup pemerintah daerah maupun oknum di institusi kepolisian diungkap salah seorang warga asal langgudu kepada wartawan Koran Stabilitas. Sumber yang enggan namanya dikorankan itu beralasan, selain praktek itu hingga saat ini masih berlangsung. Tapi, juga tercermin ketika mulai dari proses awal penebangan hingga pada pengakutan kayu keluar dari desa laju."Kalau tidak ada keterlibatan oknum aparat, mustahil hal ini bisa bertahan sampai saat ini. Pembiaran bukan hanya terjadi diareal penebangan, tapi bahkan juga saat di angkut keluar dari wilayah langgudu," ujarnya.
Namun sumber tak menampik, jika surat, dokumnetnya lengkap, cuman diragukan. Karena, diduga kuat dokumen itu asli tapi palsu (Aspal), yang diterbitkan oknum di dishut kecamatan."Dugaan keterlibatan oknum di dushut, selain bermain di lokasi penebangan, juga diduga bermain dalam penerbitan dokumen palsu," akunya.
Sumber juga membeberkan, pelaku illegaloging melakukan penebangan dengan membayar jasa pemilik gergaji mesin pada pagi hingga sore hari. Setelah dioleh menjadi Balok dengan beragam ukuran, malamnya diangkut dengan menggunakan Truk."Dalam sehari, ada enam truk yang mengangkut kayu hasil kejahatan tersebut. Ada truk dari desa setempat, ada juga dari kecamatan lain," tuturnya.
Disinggung soal harga, sumber mengaku pelaku menjual kayu Sonoklir itu dengan harga Rp.3 Juta Rupiah lebih per kubik. Tapi kadang juga dibawah harga itu, tergantung kesepakatan penjual dengan pembeli."Harganya sekitar 3 jutaan per satu kubik, kalau harga pasaranya mencapai Rp.4 juta lebih per kubik," tandasnya.
Mulusnya pengakutan kayu mulai dari desa tersebut hingga tujuan ke kecamatan lain, pun diungkapkan salah seorang pengusaha swasta. Pengusaha yang pernah membeli kayu di desa tersebut mengaku, terdapat beberapa tahapan yang harus dilewati mulai dari desa dimaksud hingga lokasi yang dituju."Kalau masuk wilayah kota bima, tantangan yang harus dilewati yakni mulai dari desa itu, kemudian oknum polhut, oknum pol pp dan oknum polisi di kecamatan Monta dan Woha. Terakhir, ya di Desa Panda," terangnya.
Namun untuk lolos dari itu, pengusaha asal kecamatan Wera itu mengaku harus mengeluarkan uang bernilai jutaan rupiah disetiap lokasi yang ada. Kalau empat lokasi "pemalakan", dapat menghabiskan uang hingga belasan juta rupiah."Bayangkan saja, saya harus keluarkan uang Rp. 2 juta hingga Rp.4 juta per satu titik. Kalau titik terakhir, angkanya jelas beda dong," pungkasnya. (AR-02)
COMMENTS