JAKARTA, (Koran Stabilitas.Com) - Lembaga Swadaya Masyarakat Komite Anti korupsi Indonesia (LSM KAKI) menilai budaya korupsi dikalangan ...
JAKARTA, (Koran Stabilitas.Com) - Lembaga Swadaya Masyarakat Komite Anti korupsi Indonesia (LSM KAKI) menilai budaya korupsi dikalangan legislative, eksekutif dan yudikatif sulit dicegah. Dan, bahkan LSM KAKI mencatat dari anggota dewan perwakilan rakyat daerah, baik masih aktif maupun tidak, sebagai pelaku korupsi terbanyak. Tidak terkecuali dilingkungan Dewan Perwakilan Rakyat, (DPR RI) Dewan Perwakilan Daerah (DPD-RI) hingga saat ini di nilai terkorup se Asia Tenggara?
Menurut Direktur peneliti Pusat Kajian LSM KAKI, Fathullah S.Donggo.Mkom, mengungkapkan dari sekitar 126 kasus dugaan korupsi yang dihimpun, baik melalui media lokal di sejumlah daerah maupun media nasional, 89 koruptor berasal dari kalangan legislatif daerah, disusul pejabat atau mantan pejabat pemerintah daerah sebanyak 65 orang. Adapun dari swasta atau rekanan sebanyak 40 orang. Sedangkan korupsi oleh anggota atau mantan anggota DPR RI ada sembilan kasus pada tahun lalu. Sedangkan pada posisi di tahun2011 saja sebanyak 38 orang dari DPR-RI yang saat ini ramai dimunculkan disejumlah media massa dalam kasus korupsi E-KTP.
Selain korupsi anggota Dewan secara berjemaah atau merakyat, menurut Fathullah S.Donggo, atau biasa disapa Bang Fathwa ini menambahkan, kewenangan Dewan kelewat besar. ”Termasuk menentukan anggaran,” ujar Bang Fathwa. Padahal, menurutnya, berdasarkan penelitian Pusat Kajian, dugaan penyalahgunaan anggaran juga menempati peringkat pertama untuk modus korupsi pada 2008, yakni mencapai 87 kasus. Baru kemudian kasus dugaan penggelembungan sebanyak 16 kasus dan 13 kasus dugaan suap.
DPR RI Diduga Biarkan Praktik Korupsi Terus Terjadi di Parlemen
Lembaga LSM lain juga tidak kalah penting turut angkat bicara seperti diungkapkan PENELITI FORMAPPI, Lucius Karus mengatakan bahwa hingga kini DPR RI diduga membiarkan praktik korupsi terus terjadi di lembaga legislatif tersebut. Sebagai bukti, pembenahan agar anggota DPR RI tidak korupsi belum juga hadir. “Upaya dari DPR sendiri belum ada, mereka tidak merasa penting untuk melakukan pembenahan,” kata Lucius, di Jakarta.
Padahal, lanjut Lucius, DPR RI memiliki kewenangan untuk menetapkan aturan main agar para anggotanya tidak lagi menjadikan anggaran penyelenggaraan negara ini menjadi “bancakan”. “Kan mereka punya kuasa untuk membenahi melalui regulasi,” lanjut Lucius.
Menurut Lucius, dengan beredarnya sejumlah nama anggota DPR RI periode 2009-2014 yang diduga terkait dengan aliran dana e-ktp, harus segera direspon oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). “Kita harap nama-nama itu secepatnya dipastikan saja oleh KPK. Ini kan bukan nama-nama baru. Nama-nama mereka itu kan sudah mulai terungkap sejak narapidana, M Nazaruddin membeberkan sejumlah kasus sebelumnya,” ujar Lucius.
“KPK mengatakan ada sejumlah nama yang terlibat. KPK punya tanggungjawab moral untuk tidak membuat kita penasaran siapa sesungguhnya orang besar yang minimal KPK punya bukti keterlibatan yang bersangkutan dalam kasus e-ktp ini,” sambung Lucius.
Dijelaskan Lucius, kewenangan DPR RI dalam membahas seluruh anggaran penyelenggaraan negara selama ini rupanya menjadi penyebab praktik korupsi oleh legislator tidak pernah henti.
“Kekuasaan DPR bidang anggaran sungguh luar biasa. DPR mengetahui sejak awal perencana anggaran untuk seluruh kebutuhan bangsa Indonesia. Itu sebuah keistimewaan DPR. Dia punya hak fungsi pertama pembahasan anggaran. Dia punya hak menentukan apakah program itu bisa terlaksana atau tidak. Informasi ini penting buat siapa saja. Karena DPR mengetahui info awal maka bisa ditransasikannya,” jelas Lucius. (Wahyu/KS.Com)
COMMENTS