Pembangunan Masjid Terapung senilai Rp.12 Milyar oleh salah seorang kontraktor asal etnis tionghoa yang berlokasi di Pinggir Pantai Amahami,...
Pembangunan Masjid Terapung senilai Rp.12 Milyar oleh salah seorang kontraktor asal etnis tionghoa yang berlokasi di Pinggir Pantai Amahami, mulai menuai protes keras dari warga Kelurahan Dara, dimana masjid itu dibangun di wilayah Kelurahan setempat. Alasannya, di Kota Bima saat ini masih terlihat berantakan dan tak terurus pembangunan Masjid Raya Al Muwahidin, namun niat baik Pemerintah Kota Bima untuk menyelesaikan pembangunan masjid bersejarah itu, nyaris tak terlihat sedikitpun, justru Pemkot lebih focus membangun masjid baru dengan alokasi anggaran yang sangat fantastis.
KOTA BIMA, KS.- Humas STKIP Bima, Herman M.Pd menyatakan menolak keras pembangunan masjid terapung yang diinginkan oleh Walikota Bima, HM Qurais H.Abidin tersebut. Masalahnya, di Wilayah Amahami terdapat sebuah musholah, tepatnya di belakang koramil Rasanae, sementara disebelah timur terminal dara terdapat sebuah masjid, dan cabang lampu merah terdapat juga sebuah masjid.
”Lokasi yang ingin dibangun masjid sekarang tidak jauh dari tiga masjid itu. Lantas apa tujuan Walikota Bima membangun masjid terapung disana, kalau bukan adanya indikasi ingin mengejar sesuatu untuk memenuhi kepentingan pribadi walikota Bima dan kontraktor,” jelas Herman kepada sejumlah wartawan di Kantor Setda Kabupaten Bima, Kamis siang kemarin.
Parahnya lagi kata Herman, yang membuat gambar pembangunan masjid terapung adalah program study teknik sipil Uneversitas Kristen Petra di Surabaya. Ini salah satu bentuk tamparan keras bagi warga Kota Bima atas kebijakan pemerintah Kota Bima yang dinilai tidak mementingkan kepentingan rakyat, melainkan kepentingan golongan dan etnis tertentu.
|”Saya secara tegas akan melakukan aksi mengajak mahasiswa STKIP Bima untuk menolak pembangunan masjid terapung tersebut. Kenapa masjid raya dibiarkan tak terurus oleh pemkot, sementara dana yang dibutuhkan untuk menyelesaikan bangunan masjid rakyak tidak sampai Rp.5Milyar, sedangkan untuk membangun masjid baru oleh pemkot menyediakan anggaran Rp.12Milyar,” paparnya.
Pada kesempatan itu, Dosen senior di STKIP Bima ini juga mempertanyakan keterbukaan dan transparansi tender proyek masjid terapung tersebut. Pasalnya, pagu proyek Rp.12Milyar lebih, hanya dipotong 0,2 persen dari pagu dana oleh pihak rekanan dan dimenangkan oleh pihak Lembaga pelelangan di Pemerintah Kota Bima.”Saya menduga kuat, bahwa terjadi dugaan korupsi berjamaah dalam kaitan proyek masjit terapung. Memang belum pencairan dana, sehingga belum ada kerugian Negara, tapi cara pelelangan dan banyaknya anggaran untuk membangun sebuah masjid tersebut, sudah jelas ada indikasi korupsi sistematis yang dilakukan oleh pihak terkait di pemkot dan rekanan,” duganya.
Karena itu, diharapkan kepada pihak kejaksaan Negeri Raba Bima, juga pihak Kepolisian Kota bima agar tidak tinggal diam dalam masalah ini.”Saya minta tender proyek masjid terapung dilidik sejak sekarang oleh pihak penegak hukum,” harapnya.(KS-IB02)
![]() |
Humas STKIP Bima, Herman M.Pd |
KOTA BIMA, KS.- Humas STKIP Bima, Herman M.Pd menyatakan menolak keras pembangunan masjid terapung yang diinginkan oleh Walikota Bima, HM Qurais H.Abidin tersebut. Masalahnya, di Wilayah Amahami terdapat sebuah musholah, tepatnya di belakang koramil Rasanae, sementara disebelah timur terminal dara terdapat sebuah masjid, dan cabang lampu merah terdapat juga sebuah masjid.
”Lokasi yang ingin dibangun masjid sekarang tidak jauh dari tiga masjid itu. Lantas apa tujuan Walikota Bima membangun masjid terapung disana, kalau bukan adanya indikasi ingin mengejar sesuatu untuk memenuhi kepentingan pribadi walikota Bima dan kontraktor,” jelas Herman kepada sejumlah wartawan di Kantor Setda Kabupaten Bima, Kamis siang kemarin.
Parahnya lagi kata Herman, yang membuat gambar pembangunan masjid terapung adalah program study teknik sipil Uneversitas Kristen Petra di Surabaya. Ini salah satu bentuk tamparan keras bagi warga Kota Bima atas kebijakan pemerintah Kota Bima yang dinilai tidak mementingkan kepentingan rakyat, melainkan kepentingan golongan dan etnis tertentu.
|”Saya secara tegas akan melakukan aksi mengajak mahasiswa STKIP Bima untuk menolak pembangunan masjid terapung tersebut. Kenapa masjid raya dibiarkan tak terurus oleh pemkot, sementara dana yang dibutuhkan untuk menyelesaikan bangunan masjid rakyak tidak sampai Rp.5Milyar, sedangkan untuk membangun masjid baru oleh pemkot menyediakan anggaran Rp.12Milyar,” paparnya.
Pada kesempatan itu, Dosen senior di STKIP Bima ini juga mempertanyakan keterbukaan dan transparansi tender proyek masjid terapung tersebut. Pasalnya, pagu proyek Rp.12Milyar lebih, hanya dipotong 0,2 persen dari pagu dana oleh pihak rekanan dan dimenangkan oleh pihak Lembaga pelelangan di Pemerintah Kota Bima.”Saya menduga kuat, bahwa terjadi dugaan korupsi berjamaah dalam kaitan proyek masjit terapung. Memang belum pencairan dana, sehingga belum ada kerugian Negara, tapi cara pelelangan dan banyaknya anggaran untuk membangun sebuah masjid tersebut, sudah jelas ada indikasi korupsi sistematis yang dilakukan oleh pihak terkait di pemkot dan rekanan,” duganya.
Karena itu, diharapkan kepada pihak kejaksaan Negeri Raba Bima, juga pihak Kepolisian Kota bima agar tidak tinggal diam dalam masalah ini.”Saya minta tender proyek masjid terapung dilidik sejak sekarang oleh pihak penegak hukum,” harapnya.(KS-IB02)
COMMENTS