Ketua Badan Perwakilan Desa (BPD) Desa Sampungu, M.Saleh H.Ahmad memmpertanyakan penggunaan Anggaran Dana Desa (ADD) oleh Kepala Desa Sampun...
Ketua Badan Perwakilan Desa (BPD) Desa Sampungu, M.Saleh H.Ahmad memmpertanyakan penggunaan Anggaran Dana Desa (ADD) oleh Kepala Desa Sampungu, Yusran Umar untuk Tahun Anggaran (Ta) 2016 sebanyak Rp.1,387 Milyar. Pasalnya, ada indikasi kuat penggunaan ADD oleh oknum kades banyak yang direkayasa dengan cara memark-up harga belanja atau harga satuan yang merugikan warga Desa Sampungu dan Daerah Kabupaten Bima.
BIMA, KS.- Rupanya Ketua BPD dan delapan anggota BPD Desa Sampungu sudah mulai “berteriak” soal penggunaan ADD oleh Kades bersama perangkat Desanya selama ini, yang diduga banyak penyimpangan. Indikasi penyimpangan ADD itu terkuak satu persatu ketika melihat laporan pertanggungjawaban penggunaan ADD di Tahun anggaran 2016 sebanyak Rp.1,387 Milyar lebih, belum lagi di Tahun 2015 sebanyak Rp.1,118 Milyar.
Di tahun 2016 Desa sampungu mendapat dua sumber pendapatan. Yaitu, pendapatan asli Desa meliputi hasil usaha desa Rp.10Juta, hasil pengelolaan kekayaan/aset desa Rp.2,5Juta, dan pendapatan lain-lain asli desa yang sah Rp.7,5Juta, dan sumber pendapatan kedua berupa pendapatan transfer yang meliputi mendapat dana dari APBN senilai Rp.704Juta lebih, sementara dari ADD Kabupaten Bima Rp.662Juta, ditambah bantuan keuangan dari pemerintah pusat senilai Rp.11,188Juta, sehingga total keseluruhan Rp.1.387.671.257.00.
“Sekian banyak uang itu, hanya terlihat beberapa titik pembangunan yang benar-benar digunakan secara baik oleh oknum kades dan perangkat desa, lebih banyak diduga direkayasa untuk memperkaya diri sendiri,” paparnya.
M.Saleh merincikan penggunaan dana desa oleh kades di tahun 2016. Antara lain, kegiatan penyediaan alat tulis kantor Rp.6,5Juta, kegiatan penyediaan cetakan dan penggandaan Rp.2,5Juta, pembelian makanan dan minuman kegiatan desa Rp.4Juta, kegiatan penyediaan operasional lembaga/organisasi kemasyarakatan desa Rp.6Juta, untuk pemeliharaan kendaraan dinas atau motor kepala desa Rp.5Juta, kegiatan penyediaan jasa administrasi keuangan Rp.4,2Juta.
“Semua rincian penggunaan ADD diatas patut diduga kuat direkayasa. Contoh untuk perbaiki motor dinas desa saja Rp.5Juta. Nah, pihak inspektorat selaku pengawas keuangan Daerah Kabupaten bima harus teliti memeriksa laporan pertanggungjawaban keuangan desa sampungu tersebut,” pintanya.
Kegiatan lain yang diduga direkayasa laporan penggunaan ADD oleh oknum kades adalah biaya rapat koordinasi dan konsultasi ke dalam daerah Rp.14,2Juta, perbaikan pagar kantor Desa Rp.10Juta, pakaian dinas dan atribut bagi perangkat desa Rp.4,2Juta, biaya rapat penyusunan peraturan desa tentang APBDes Rp.2,501Juta, ditambah biaya penyusunan peraturan desa tentang perubahan APBDES Rp.2,801Juta, penyusunan peraturan desa tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBDes Rp.1,4Juta, penyusunan laporan realisasi pelaksanaan APBDes Rp.1,360Juta dan kegiatan penyusunan LKPPD dan LPPD Rp.1,5Juta, kegiatan penyusunan peraturan desa tentang RKPDesa Rp.1,6Juta, ditambah lagi biaya penyusunan peraturan desa tentang RPJMDesa Rp.1,560Juta.
“Rincian pengunaan tersebut pun, saya menilai ada rekayasa. Saya juga minta kepada pihak inspektorat agar meminta kwitansi belanja sebagaimana yang tertulis dalam laporan penggunaan ADD oleh kades sampungu tersebut,” paparnya.
Indikasi penyimpangan lain yang bernilai tinggi adalah pembuatan papan informasi desa dianggarkan Rp.20Juta, kegiatan pembangunan atau pemeliharaan jalan desa Rp.225Juta dengan dua titik kegiatan yang hingga sekarang diperikiran menghabiskan anggaran Rp.100Juta lebih, namun oleh kades mencantumkan anggaran Rp.225Juta .
“Ada dua titik kegiatan Rp.225Juta itu, antara lain pembukaan jalan tani So Dali Rp.150Juta dan Rp.75Juta jalan lingkungan dana malingga. Tolong cek fisik di lapangan dan minta bukti sewa alat berat oleh kades sampungu, supaya mengetahui berapa nilai sesungguhnya yang dihabiskan untuk anggaran dua kegiatan tersebut,” paparnya.
Belum lagi untuk pemeliharaan saluran irigasi desa Rp.98Juta, pembangunan drainase di Dusun Wadu Mpori RT 16 Rp.30Juta, padahal di lokasi itu hanya beberapa juta saja menghabiskan anggaran, namun oleh kades melaporkan Rp.30Juta. begitu juga dengan laporan penggunaan anggaran untuk jambanisasi desa Rp.68,2Juta sebanyak 67 unit, tiap unit dianggarakan Rp.1Juta, fakta lapangan hanya beberapa ratus ribu perunitnya.
“Ironisnya lagi, kades malaporkan penggunaan ADD Rp.75Juta untuk pembangunan lima unit rumah tidak layak huni, dengan masing-masing dianggarkan Rp.15Juta, padahal di lokasi hannya menghabiskan anggaran sekitar Rp.5Juta lebih,” ungkapnya.
Tak hanya itu, kades juga menganggarkan biaya normalisasi sungai di Sori Nae, tepatnya dibagian sayap kiri ujung barat jembatan Rp.25Juta, padahal saat itu kades menghadirkan alat berat di lokasi untuk pembukaan ruas jalan usaha tani dan jalan lingkungan, sehingga dimanfaatkan untuk meratakan tanah disamping jembatan itu, dengan menghabiskan anggaran sekitar Rp.3Juta sampai Rp.5Juta, namun dilaporkan Rp.25Juta.”Sungguh kejam sekali kades sampungu, banyak melaporkan secara fiktif penggunaan ADD sebanyak Rp.13,87Milyar Tahun 2016,” ungkapnya lagi.
Di akhir komentarnya, M.Saleh yang didampingi sejumlah anggota BPD lainnya mengungkap juga soal pengadaan kambing 41 ekor dengan anggaran perekor Rp.1Juta, total yang dihabiskan Rp.41Juta, belanja makanan balita kurang giji Rp.12Juta, padahal tidak ada kegiatan tersebut. Pengadaan lima pis pukat masing-masing Rp.600Ribu sebanyak 15 pis menjadi Rp.9Juta, dan pengadaan mesin ketinting lima paket Rp.12,5Juta, dengan anggaran masing-masing Rp.2,5Juta, sedangkan harga di toko diatas Rp.1Juta lebih.
“Ditambah belanja mesin pompa air dua buah Rp.10Juta, sementara harga paling tinggi mesin pompa air Rp.3,9Juta perunitnya, begitu juga mesin semprot lima unit dianggarkan masing-masing Rp.2Juta, padahal harga semprot di Toko maksimal Rp.1,5Juta perunitnya, termasuk belanja garam beryodium untuk masyarakat dianggarkan Rp.5Juta oleh kades, padahal hanya beberapa warga yang dibagi,” tandasnya.
Bagaimana tanggapan Kades Sampungu atas adanya indikasi penyalahgunaan ADD tersebut ?. Hingga berita ini ditulis belum berhasil dikonfirmasi, namun melalui Kaurnya, Gufran mengaku tidak tahu soal penggunaan ADD.”Saya saja dipekerjakan seperti kuli oleh kades dengan upah Rp.100ribu perhari. Sementara soal berapa uang yang digunakan untuk semua kegiatan oleh kades sendiri secara langsung, dan tidak pernah saya melihat ada warga yang diajak untuk kerjasama,” kata Gufran.
Senada juga disampaikan Sirajudin salah satu kaur Desa Sampungu.”Saya pun menjadi kurir setiap kegiatan masyarakat seperti bangun jamban dan deker. Warga tidak ada yang terlibat mengerjakan, semua pengeloaan uang desa oleh kades sendiri,” terangnya.(KS-IB02)
BIMA, KS.- Rupanya Ketua BPD dan delapan anggota BPD Desa Sampungu sudah mulai “berteriak” soal penggunaan ADD oleh Kades bersama perangkat Desanya selama ini, yang diduga banyak penyimpangan. Indikasi penyimpangan ADD itu terkuak satu persatu ketika melihat laporan pertanggungjawaban penggunaan ADD di Tahun anggaran 2016 sebanyak Rp.1,387 Milyar lebih, belum lagi di Tahun 2015 sebanyak Rp.1,118 Milyar.
Di tahun 2016 Desa sampungu mendapat dua sumber pendapatan. Yaitu, pendapatan asli Desa meliputi hasil usaha desa Rp.10Juta, hasil pengelolaan kekayaan/aset desa Rp.2,5Juta, dan pendapatan lain-lain asli desa yang sah Rp.7,5Juta, dan sumber pendapatan kedua berupa pendapatan transfer yang meliputi mendapat dana dari APBN senilai Rp.704Juta lebih, sementara dari ADD Kabupaten Bima Rp.662Juta, ditambah bantuan keuangan dari pemerintah pusat senilai Rp.11,188Juta, sehingga total keseluruhan Rp.1.387.671.257.00.
“Sekian banyak uang itu, hanya terlihat beberapa titik pembangunan yang benar-benar digunakan secara baik oleh oknum kades dan perangkat desa, lebih banyak diduga direkayasa untuk memperkaya diri sendiri,” paparnya.
M.Saleh merincikan penggunaan dana desa oleh kades di tahun 2016. Antara lain, kegiatan penyediaan alat tulis kantor Rp.6,5Juta, kegiatan penyediaan cetakan dan penggandaan Rp.2,5Juta, pembelian makanan dan minuman kegiatan desa Rp.4Juta, kegiatan penyediaan operasional lembaga/organisasi kemasyarakatan desa Rp.6Juta, untuk pemeliharaan kendaraan dinas atau motor kepala desa Rp.5Juta, kegiatan penyediaan jasa administrasi keuangan Rp.4,2Juta.
“Semua rincian penggunaan ADD diatas patut diduga kuat direkayasa. Contoh untuk perbaiki motor dinas desa saja Rp.5Juta. Nah, pihak inspektorat selaku pengawas keuangan Daerah Kabupaten bima harus teliti memeriksa laporan pertanggungjawaban keuangan desa sampungu tersebut,” pintanya.
Kegiatan lain yang diduga direkayasa laporan penggunaan ADD oleh oknum kades adalah biaya rapat koordinasi dan konsultasi ke dalam daerah Rp.14,2Juta, perbaikan pagar kantor Desa Rp.10Juta, pakaian dinas dan atribut bagi perangkat desa Rp.4,2Juta, biaya rapat penyusunan peraturan desa tentang APBDes Rp.2,501Juta, ditambah biaya penyusunan peraturan desa tentang perubahan APBDES Rp.2,801Juta, penyusunan peraturan desa tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBDes Rp.1,4Juta, penyusunan laporan realisasi pelaksanaan APBDes Rp.1,360Juta dan kegiatan penyusunan LKPPD dan LPPD Rp.1,5Juta, kegiatan penyusunan peraturan desa tentang RKPDesa Rp.1,6Juta, ditambah lagi biaya penyusunan peraturan desa tentang RPJMDesa Rp.1,560Juta.
“Rincian pengunaan tersebut pun, saya menilai ada rekayasa. Saya juga minta kepada pihak inspektorat agar meminta kwitansi belanja sebagaimana yang tertulis dalam laporan penggunaan ADD oleh kades sampungu tersebut,” paparnya.
Indikasi penyimpangan lain yang bernilai tinggi adalah pembuatan papan informasi desa dianggarkan Rp.20Juta, kegiatan pembangunan atau pemeliharaan jalan desa Rp.225Juta dengan dua titik kegiatan yang hingga sekarang diperikiran menghabiskan anggaran Rp.100Juta lebih, namun oleh kades mencantumkan anggaran Rp.225Juta .
“Ada dua titik kegiatan Rp.225Juta itu, antara lain pembukaan jalan tani So Dali Rp.150Juta dan Rp.75Juta jalan lingkungan dana malingga. Tolong cek fisik di lapangan dan minta bukti sewa alat berat oleh kades sampungu, supaya mengetahui berapa nilai sesungguhnya yang dihabiskan untuk anggaran dua kegiatan tersebut,” paparnya.
Belum lagi untuk pemeliharaan saluran irigasi desa Rp.98Juta, pembangunan drainase di Dusun Wadu Mpori RT 16 Rp.30Juta, padahal di lokasi itu hanya beberapa juta saja menghabiskan anggaran, namun oleh kades melaporkan Rp.30Juta. begitu juga dengan laporan penggunaan anggaran untuk jambanisasi desa Rp.68,2Juta sebanyak 67 unit, tiap unit dianggarakan Rp.1Juta, fakta lapangan hanya beberapa ratus ribu perunitnya.
“Ironisnya lagi, kades malaporkan penggunaan ADD Rp.75Juta untuk pembangunan lima unit rumah tidak layak huni, dengan masing-masing dianggarkan Rp.15Juta, padahal di lokasi hannya menghabiskan anggaran sekitar Rp.5Juta lebih,” ungkapnya.
Tak hanya itu, kades juga menganggarkan biaya normalisasi sungai di Sori Nae, tepatnya dibagian sayap kiri ujung barat jembatan Rp.25Juta, padahal saat itu kades menghadirkan alat berat di lokasi untuk pembukaan ruas jalan usaha tani dan jalan lingkungan, sehingga dimanfaatkan untuk meratakan tanah disamping jembatan itu, dengan menghabiskan anggaran sekitar Rp.3Juta sampai Rp.5Juta, namun dilaporkan Rp.25Juta.”Sungguh kejam sekali kades sampungu, banyak melaporkan secara fiktif penggunaan ADD sebanyak Rp.13,87Milyar Tahun 2016,” ungkapnya lagi.
Di akhir komentarnya, M.Saleh yang didampingi sejumlah anggota BPD lainnya mengungkap juga soal pengadaan kambing 41 ekor dengan anggaran perekor Rp.1Juta, total yang dihabiskan Rp.41Juta, belanja makanan balita kurang giji Rp.12Juta, padahal tidak ada kegiatan tersebut. Pengadaan lima pis pukat masing-masing Rp.600Ribu sebanyak 15 pis menjadi Rp.9Juta, dan pengadaan mesin ketinting lima paket Rp.12,5Juta, dengan anggaran masing-masing Rp.2,5Juta, sedangkan harga di toko diatas Rp.1Juta lebih.
“Ditambah belanja mesin pompa air dua buah Rp.10Juta, sementara harga paling tinggi mesin pompa air Rp.3,9Juta perunitnya, begitu juga mesin semprot lima unit dianggarkan masing-masing Rp.2Juta, padahal harga semprot di Toko maksimal Rp.1,5Juta perunitnya, termasuk belanja garam beryodium untuk masyarakat dianggarkan Rp.5Juta oleh kades, padahal hanya beberapa warga yang dibagi,” tandasnya.
Bagaimana tanggapan Kades Sampungu atas adanya indikasi penyalahgunaan ADD tersebut ?. Hingga berita ini ditulis belum berhasil dikonfirmasi, namun melalui Kaurnya, Gufran mengaku tidak tahu soal penggunaan ADD.”Saya saja dipekerjakan seperti kuli oleh kades dengan upah Rp.100ribu perhari. Sementara soal berapa uang yang digunakan untuk semua kegiatan oleh kades sendiri secara langsung, dan tidak pernah saya melihat ada warga yang diajak untuk kerjasama,” kata Gufran.
Senada juga disampaikan Sirajudin salah satu kaur Desa Sampungu.”Saya pun menjadi kurir setiap kegiatan masyarakat seperti bangun jamban dan deker. Warga tidak ada yang terlibat mengerjakan, semua pengeloaan uang desa oleh kades sendiri,” terangnya.(KS-IB02)
COMMENTS