Hingga Desember 2017 ini, terdapat beberapa kasus dugaan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) yang sudah dilimpahkan ke pihak Polda NTB. Antara l...
Hingga Desember 2017 ini, terdapat beberapa kasus dugaan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) yang sudah dilimpahkan ke pihak Polda NTB. Antara lain, kasus perekrutan CPNSD Kategori Dua (K2) dan termasuk Fiber Glass. Bahkan, Penyidik Tipikor Polda NTB sudah menetapkan satu orang tersangka dalam dugaan korupsi yang terindikasi telah merugikan Keuangan Negara tersebut. Namun, salah satu pejabat itu dapat bernafas lega karena tidak menjalani penahanan. Alasanya, lebih karena kooperatif (taat hukum).
BIMA, KS. – Kabid Humas Polda NTB, AKBP.Dra.Tri Budi Pangustuti saat diwawancara Wartawan Minggu (3/12) mengatakan, soal penahanan terhadap yang bersangkutan sepenuhnya berada ditangan Penyidik. Tapi sejauh ini, penyidik menilai tersangka itu sangat kooperatif (taat hukum) dan tidak dikhawatirkan melarikan diri atau bahkan menghilangkan Barang Bukti (BB). “Tidak ditahan, karena beliau tergolong taat hukum,” kata di Halaman Kantor Mapolres Bima Kota.
Soal penambahan tersangka lain dalam kasus tersebut, Tri Budi mengaku masih menunggu perkembangan proses hukum lebih lanjut. Intinya, dugaan korupsi yang menghabiskan APBD II Kabupaten Bima senilai Ratusan Juta tersebut masih dalam proses hukum lebih lanjut.”Kita tunggu saja perkembangan nya, semua unsur hukumnya masih terus dipenuhi. Berdasarkan, petunjuk dari pihak Kejaksaan. Begitupun, dengan kasus K2,” ujar Tri.
Sepertinya, dugaan korupsi yang menyeret nama salah satu pejabat berprestasi tersebut tak jauh beda dengan kasus yang melibatkan, SN Politisi Golkar. Meski terdapat perbedaan pendapat, pandangan hukum, ada yang pro agar segera ditahan, ada pula yang tidak sepakat untuk tidak ditahan. Seperti halnya kasus korupsi E-KTP, dengan tersangka SN. Pakar hukum tata negara Margarito mengungkapkan alasan KPK tidak bisa melakukan penahanan terhadap Setya Novanto setelah ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi KTP El. Menurutnya, KPK memang tidka bisa melakukan penahanan terhadap Setnov karena belum mengeluarkan surat perintah penyidikan (Sprindik). "Kan kalau tidak salah KPK sendiri belum menerbitkan sprindiknya. Penetapaan tersangka itu baru diumumkan. Karena itu memang KPK tidak dapat melakukan tindakan lebih dari itu," kata Margarito pada salah satu Media ternama di Jakarta.
Margarito melanjutkan, meskipun KPK sudah mengeluarkan Sprindik terkait penetapan tersanga Setnov, penahanan tetap diserahkan kepada lembaga antirasuah tersebut. Sebab, bisa saja KPK tidak menahan Setnov jika dianggap yang bersangkutan tidak akan menghilangkan barang bukti, melarikan diri dan lain sebagainya.
"Kalaupun sudah diterbitkan Sprindik, mengenai ditahan atau tidak ditahan, sepenuhnya terserah kepada KPK. Kalau KPK tidak menahan, itu artinya semua yang dikhawatirkan itu tidak akan terjadi. Misalnya melarikan diri, atau menghilangkan alat bukti," terang Margarito.
Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Ketua DPR RI Setya Novanto sebagai tersangka kasus pengadaan KTP-elektronik (KTP-el). KPK telah mengantongi bukti permulaan yang cukup untuk menetapkan ketua umum Partai Golkar itu sebagai tersangka baru kasus KTP-el. (KS-Anh)
Kabid HUMAS POLDA NTB AKBP. Tri Budi Pangastuti. Foto: tribratanews.polri.go.id |
BIMA, KS. – Kabid Humas Polda NTB, AKBP.Dra.Tri Budi Pangustuti saat diwawancara Wartawan Minggu (3/12) mengatakan, soal penahanan terhadap yang bersangkutan sepenuhnya berada ditangan Penyidik. Tapi sejauh ini, penyidik menilai tersangka itu sangat kooperatif (taat hukum) dan tidak dikhawatirkan melarikan diri atau bahkan menghilangkan Barang Bukti (BB). “Tidak ditahan, karena beliau tergolong taat hukum,” kata di Halaman Kantor Mapolres Bima Kota.
Soal penambahan tersangka lain dalam kasus tersebut, Tri Budi mengaku masih menunggu perkembangan proses hukum lebih lanjut. Intinya, dugaan korupsi yang menghabiskan APBD II Kabupaten Bima senilai Ratusan Juta tersebut masih dalam proses hukum lebih lanjut.”Kita tunggu saja perkembangan nya, semua unsur hukumnya masih terus dipenuhi. Berdasarkan, petunjuk dari pihak Kejaksaan. Begitupun, dengan kasus K2,” ujar Tri.
Sepertinya, dugaan korupsi yang menyeret nama salah satu pejabat berprestasi tersebut tak jauh beda dengan kasus yang melibatkan, SN Politisi Golkar. Meski terdapat perbedaan pendapat, pandangan hukum, ada yang pro agar segera ditahan, ada pula yang tidak sepakat untuk tidak ditahan. Seperti halnya kasus korupsi E-KTP, dengan tersangka SN. Pakar hukum tata negara Margarito mengungkapkan alasan KPK tidak bisa melakukan penahanan terhadap Setya Novanto setelah ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi KTP El. Menurutnya, KPK memang tidka bisa melakukan penahanan terhadap Setnov karena belum mengeluarkan surat perintah penyidikan (Sprindik). "Kan kalau tidak salah KPK sendiri belum menerbitkan sprindiknya. Penetapaan tersangka itu baru diumumkan. Karena itu memang KPK tidak dapat melakukan tindakan lebih dari itu," kata Margarito pada salah satu Media ternama di Jakarta.
Margarito melanjutkan, meskipun KPK sudah mengeluarkan Sprindik terkait penetapan tersanga Setnov, penahanan tetap diserahkan kepada lembaga antirasuah tersebut. Sebab, bisa saja KPK tidak menahan Setnov jika dianggap yang bersangkutan tidak akan menghilangkan barang bukti, melarikan diri dan lain sebagainya.
"Kalaupun sudah diterbitkan Sprindik, mengenai ditahan atau tidak ditahan, sepenuhnya terserah kepada KPK. Kalau KPK tidak menahan, itu artinya semua yang dikhawatirkan itu tidak akan terjadi. Misalnya melarikan diri, atau menghilangkan alat bukti," terang Margarito.
Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Ketua DPR RI Setya Novanto sebagai tersangka kasus pengadaan KTP-elektronik (KTP-el). KPK telah mengantongi bukti permulaan yang cukup untuk menetapkan ketua umum Partai Golkar itu sebagai tersangka baru kasus KTP-el. (KS-Anh)
COMMENTS