Bima,KS.- Dinamika ibarat dagelan politik yang diperankan pemerintah baik itu eksekutif dan legislatif, akhir-akhir ini di Kabupaten Bima, s...
Bima,KS.-Dinamika ibarat dagelan politik yang diperankan pemerintah baik itu eksekutif dan legislatif, akhir-akhir ini di Kabupaten Bima, sungguh membelalakan mata rakyat selaku pemilik legitimasi daerah ini.
Betapa kita semua menjadi saksi bisu, suguhan sandiwara peran para antagonis yang kerjanya begitu bernafsu mengumpulkan harta haram yang sengaja dibalut senyum dengan bermodalkan senjata bersemboyan untuk dan atas nama rakyat, padahal bau penghianatan begitu viral dan diketahui publik.
Narasi prolog itulah yang tergambar disampaikan akademisi STIH Muhammadiyah Bima, Dr Ridwan, mengamati perlilaku yang diperankan legilsaltif pun eksekutif dalam hal ini Bupati Bima.
Pada wartawan, Sabtu (25/4) akademisi muda yang syarat keilmuan ini, menyebutkan, dinamika yang diperankan beberapa waktu terakhir ini, dalam membahas LKPJ, adalah contoh ketidakpatutan dan ketidakaseriusan dua lembagapemerintahan ini, membicarakan dan membahas kepentingan rakyat.
Eksekutif dalam hal ini Bupati Bima, sebutnya, sepertinya kehilangan visi dan kurang paham tentang kebutuhan rakyat, begitupun wakil rakyat yang disebutnya seperti badut yang takluk dan menghambakan kepentingan diri pada Bupati.
4 hal penting yang menjadi poin dosen STIH ini, menyikapi dinamika yang tengah mewarna disorot publik pada dua lembaga ini.
Poin pertama, soal akurasi dari dokumen LKPJ yang dinilainya tidal memiliki prinsip dan akuntabilitas yang ideal. LKPJ mestinya, diawali hasil audit dari Inspektorat. Bukan langsung dilaporkan Bupati lalu dibahas olehdean melaluo Pansusnya. Begitupun soal ketentuan hanya bicara LKPJ hanya keterangan saja. Benar adanya mekanismenya seperti itu. Tetapi setidak-tidaknya harus diatensi seserius mungkin oleh dua lembaga yang menjadi representasi rakyat ini.
Lalu poin kedua yang menjadi sorotanya, terkait etos kerja kepala.daerah yang menurutnya sudah menuru bahkan cenderung tidak memiliki semangat da visi yang jelas.
"Ini bisa dilihat dari ke-engganan Bupati hadir memenuhi undangan dewan. Hal ini adalah bentuk dan gambaran dari Bupati yang tidak lagi memiliki kepedulian membicarakan nasib rakyat yang diamanatkan pada dirinya,"sentil.doktor muda ini.
Poin berikutnya yang disampaikannya, dua lembaga ini sama sekali tidak memiliki visi handal dan tidak mampu adaptasi dengan keadaan. Maksudnya, pandemi corona bukan menjadi alasan Bupati Bima pun wakil rakyat untuk tidak menyeriusi kerja konstotusional bagi kepentingan dan kebutuhan rakyat.
Soal covud-19, sebutnya tinggal menyesuaikan dengan protal yang ada. "Jika pembahasan itu sangat penting, kan banyak cara yang bisa ditempuh? Bksa dengan menjaga jarak duduk atau kalau tidak dengan vidoconfren atau yang lain. Toh kemari ramai-ramai di ruang Bupati bersama dewan itu namanya apa. Jangan menga-ada lah,"sorotnya.
Poin terakhir yang disorotnya, soal sikap inverrirotas wakil rakyat. Mestinya sebagai lembaga yang setara sesuai aturan perundang-undangan, tidak semestinya menghadiri undangan Bupati. Sementara Bupati sendiri tidak mau menghadiri undangan legislatif. "Mereka (dua lembaga) itu setara secara konstitusinal.Jadi jangan bermain petak umpet yang sengaja menghina legitimasi yang diberikan rakyat. Rakyat sudah sangat mahfum apa yang tengah dimainka dua lembaga ini, semunya berorientasi kepentingan keuntungan,"duganya diujung narasi pengamatannya.(RED)
Betapa kita semua menjadi saksi bisu, suguhan sandiwara peran para antagonis yang kerjanya begitu bernafsu mengumpulkan harta haram yang sengaja dibalut senyum dengan bermodalkan senjata bersemboyan untuk dan atas nama rakyat, padahal bau penghianatan begitu viral dan diketahui publik.
Narasi prolog itulah yang tergambar disampaikan akademisi STIH Muhammadiyah Bima, Dr Ridwan, mengamati perlilaku yang diperankan legilsaltif pun eksekutif dalam hal ini Bupati Bima.
Pada wartawan, Sabtu (25/4) akademisi muda yang syarat keilmuan ini, menyebutkan, dinamika yang diperankan beberapa waktu terakhir ini, dalam membahas LKPJ, adalah contoh ketidakpatutan dan ketidakaseriusan dua lembagapemerintahan ini, membicarakan dan membahas kepentingan rakyat.
Eksekutif dalam hal ini Bupati Bima, sebutnya, sepertinya kehilangan visi dan kurang paham tentang kebutuhan rakyat, begitupun wakil rakyat yang disebutnya seperti badut yang takluk dan menghambakan kepentingan diri pada Bupati.
4 hal penting yang menjadi poin dosen STIH ini, menyikapi dinamika yang tengah mewarna disorot publik pada dua lembaga ini.
Poin pertama, soal akurasi dari dokumen LKPJ yang dinilainya tidal memiliki prinsip dan akuntabilitas yang ideal. LKPJ mestinya, diawali hasil audit dari Inspektorat. Bukan langsung dilaporkan Bupati lalu dibahas olehdean melaluo Pansusnya. Begitupun soal ketentuan hanya bicara LKPJ hanya keterangan saja. Benar adanya mekanismenya seperti itu. Tetapi setidak-tidaknya harus diatensi seserius mungkin oleh dua lembaga yang menjadi representasi rakyat ini.
Lalu poin kedua yang menjadi sorotanya, terkait etos kerja kepala.daerah yang menurutnya sudah menuru bahkan cenderung tidak memiliki semangat da visi yang jelas.
"Ini bisa dilihat dari ke-engganan Bupati hadir memenuhi undangan dewan. Hal ini adalah bentuk dan gambaran dari Bupati yang tidak lagi memiliki kepedulian membicarakan nasib rakyat yang diamanatkan pada dirinya,"sentil.doktor muda ini.
Poin berikutnya yang disampaikannya, dua lembaga ini sama sekali tidak memiliki visi handal dan tidak mampu adaptasi dengan keadaan. Maksudnya, pandemi corona bukan menjadi alasan Bupati Bima pun wakil rakyat untuk tidak menyeriusi kerja konstotusional bagi kepentingan dan kebutuhan rakyat.
Soal covud-19, sebutnya tinggal menyesuaikan dengan protal yang ada. "Jika pembahasan itu sangat penting, kan banyak cara yang bisa ditempuh? Bksa dengan menjaga jarak duduk atau kalau tidak dengan vidoconfren atau yang lain. Toh kemari ramai-ramai di ruang Bupati bersama dewan itu namanya apa. Jangan menga-ada lah,"sorotnya.
Poin terakhir yang disorotnya, soal sikap inverrirotas wakil rakyat. Mestinya sebagai lembaga yang setara sesuai aturan perundang-undangan, tidak semestinya menghadiri undangan Bupati. Sementara Bupati sendiri tidak mau menghadiri undangan legislatif. "Mereka (dua lembaga) itu setara secara konstitusinal.Jadi jangan bermain petak umpet yang sengaja menghina legitimasi yang diberikan rakyat. Rakyat sudah sangat mahfum apa yang tengah dimainka dua lembaga ini, semunya berorientasi kepentingan keuntungan,"duganya diujung narasi pengamatannya.(RED)
COMMENTS