Keinginan besar Bupati Bima Hj. Indah Damayanti Putri,SE untuk memberikan penyertaan modal sejumlah Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) seperti ...
Bima,KS.-Fraksi PAN melelui ketua Fraksinya, Rafidin, S,SOS Menegaskan, bahwa kondisi Keuangan Daerah Kabupaten Bima sekarang sangat memprihatinkan. Selain terjadi revokusing APBD yang nilainya sangat fantastik, belum lagi belanja APBD dari total APBD Rp.1,8 Triliun tersebut hampir 70 persen dimanfaatkan untuk belanja pegawai, sedangkan untuk rakyat hanya sekitar 30 persen lebih. Artinya, jika Bupati mengambil kebijakan dengan memberikan penyertaan modal untuk sejumlah BUMD tersebut, itu membuktikan bahwa Bupati Bima tidak memiliki niat baik, tulus dan ikhlas mengabdi pada rakyat dan daerah Kabupaten Bima, sebab saat ini rakyat Kabupaten Bima diseluruh wilayah Kecamatan membutuhkan sentuhan pembangunan disegala bidang dari Pemerintah Daerah.
“Justru yang terjadi sekarang, APBD hanya untuk menjawab kebutuhan kepala Daerah, juga oknum pejabat dan pegawai tertentu, sedangkan rakyat hanya diberikan alasan bahwa anggaran tidak ada, dikarenakan covid19, padahal dana yang disisihkan oleh Pemerintah Daerah begitu banyak, yang direncanakan untuk dilakukan penyertaan modal kerja bagi BUMD-BUMD tersebut,” ungkapnya.
Keinginan besar Bupati Bima melakukan penyertaan modal terhadap BUMD diduga ada sesuatu yang terselubung, yang membuat Bupati mengambil sikap yang berbau dipaksakan. Apalagi kata Rafidin, pihak eksekutif mengajukan raperda penyertaan modal tersebut sejak Desember 2020 lalu, diujung tahun belanja APBD. Artinya, di Tahun 2020 Pemkab Bima memliki dana yang sudah disediakan sejak awal untuk diberikan pada BUMD. Namun, dengan berakhirnya masa berlaku perda nomor 2 Tahun 2019 tentang penyertaan modal, itu yang menjadi alasan tertundanya penyertaan modal terhadap BUMD-BUMD tersebut.
“Sekarang eksekutif mengajukan lagi raperda penyertaan modal untuk dibahas di dewan. Agar keinginan untuk segera memberi modal kerja terhadap BUMD BUMD tersebut segera terlaksana. Tapi bagi kami di Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN), tetap menolak kerja tidak menyetujui pemberian modal dua BUMD yaitu PDAM dan PD.Wawo, sedangkan BUMD lainnya seperti Bank NTB Syari’ah, Bank Pesisir Akbar dan Bank BPR Bima dapat disetujui namun nilai pemberian harus dibahas kembali dengan pimpinan dan anggota dewan (banggar),” jelasnya.
Bagaimana dengan PT.Dana Usaha Mandiri dan PT.Dana Sanggar Mandiri ?. Dua Perusahaan tersebutpun tidak boleh diberikan penyertaan modal, sebab dua perusahaan yang nota bene BUMD milik Pemkab Bima tersebut tidak jelas kantor dan karyawannya.”Tidak hanya saya yang bertanya dimana Kantor dankaryawan dua perusahaan terbatas tersebut, rakyatpun akan bertanya, BUMD bergerak dibidang apa yang hendak diberikan modal kerja oleh Bupati Bima tersebut. Sekali lagi saya tegaskan, agar PD.Wawo,PDAM, PT,Dana Usaha Mandiri dan PT.Dana Sanggar Mandiri tidak boleh diberikan penyertaan modal. Bila diberikan oleh Bupati, maka saya menduga kuat bupati memiliki masalah besar atas penyertaan modal disejumlah BUMD bermasalah tersebut, bahkan Bupati Bima digiring ke proses hukum nantinya,” tuturnya.
Senada juga disampaikan oleh Ketua Fraksi Partai Nasdem, Edy Muchlis. Secara tegas, mantan Ketua HMI cabang Bima ini memang sepakat untuk membehas lebih lanjut raperda penyertaan modal. Tapi sejumlah BUMD yang tidak boleh diberikan modal seperti PD.Wawo, PDAM, PT.Dana Usaha Mandiri, PT.dana Sanggar Mandiri, haram hukumnya diberikan penyertaan modal.
“Jangan sekali-kali PD.Wawo, PDAM dan perusahaan yang saya sebutkan tersebut diberikan modal kerja. Tahun 2019 lalu dua perusahaan diberikan modal Rp.400Juta untuk PD.Wawo, dan Rp.500Juta untuk PDAM. Nah, mana pertanggungjawaban uang tersebut, sampai hari ini tidak jelas penggunaannya oleh kedua BUMD tersebut. Begitu juga dengan BUMD lainnya yang tidak tau dimana kantornya, juga haram untuk disuntik modal kerja,” tegasnya seraya meminta bupati agar sadar dan bertaubat sebelum mengeluarkan kebijakan yang merugikan rakyat dan daerah tersebut.
Kata Edy, penyertaan modal terhadap BUMD itu tidak boleh dilakukan setiap tahun. Kalau tiap tahun diberikan, maka patut dipertanyakan kebijakan kepala daerah tersebut. Sebab modus bagu penyalahgunaan jabatan dan keuangan daerah sekarang salah satunya penyertaan modal untuk BUMD.”Namanya saja penyertaan modal, endingnya korupsi APBD bermodus penyertaan modal BUMD,” pungkasnya.(KS-Mul)
COMMENTS