Bebeberapa waktu lalu, tim Audit BPK RI melakukan audit pada sejumlah SKPD yang ada di Kabupaten Bima.
Bebeberapa waktu lalu, tim Audit BPK RI melakukan audit pada sejumlah SKPD yang ada di Kabupaten Bima. Termasuk, beberapa proyek baik yang bersumber dari APBN, APBD 1 maupun APBD II. Hasilnya, BPK menemukan kerugian Negara ratusan juta pada proyek pembangunan puluhan unit rumah warga Godo Kecamatan Woha. Selain itu, kerugian Negara senilai Rp. 169 juta ditemukan pada proyek pengadaan alat drum band untuk delapan sekolah dari Dana Alokasi Khusus (DAU) Tahun 2013 lalu. Untuk mengembalikan kerugian Negara itu, BPK meminta kepada beberapa Perusahaan Kontraktor untuk mengembalikan kerugian Negara hingga Desember 2014.
Upaya pengembalian kerugian Negara pada dua proyek di dua SKPD yang berbeda itu (PU dan Dikpora), sama seperti harapan Bupati Bima, Drs.H.Syafrudin, HM.Nur, M.Pd. Tapi, apabila temuan itu sudah mulai dilidik Penyidik Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Polres Bima Kota, maka pihaknya menyerahkan persoalan itu pada proses hukum yang sedang berjalan. “Kalau sudah ditangani Polisi, kita tunggu aja hasilnya. Terlepas dari urusan hukum, perlu saya tekankan temuan BPK harus segera dikembalikan hingga desember 2014 mendatang. Karena, kontraktor rumah Godo dan pengadaan Drum Band sudah menandatangani surat pernyataan kesiapan untuk mengembalikan kerugian Negara tersebut,” katanya di kebun Bupati belum lama ini.
Kerugian Negara yang sudah menjadi temuan BPK saat melakukan audit harus segera diselesaikan sesuai batas waktu yang ditentukan. Jika, itu tidak dilakukan maka untuk delapan orang kontraktor pengadaan drum band dan satu orang kontraktor rumah godo tinggal menunggu langkah selanjutya. Apakah akan direkomendasikan kepada hukum untuk dilakukan penyelidikan ataukah ada langkah lain demi menyelamatkan keuangan Negara. Namun lanjut Bupati, dari dua proyek yang menjadi temuan BPK baru satu Perusahaan yang sudah mengembalikan kerugian tersebut. Itupun, baru sebagian. “Saya berharap kerugian Negara itu dapat dikembalikan sesuai batas waktu yang telah ditentukan,” ujarnya.
Pada kesempatan itu, H.Syafrudin juga menanggapi dugaan penyalahgunaan anggaran Rp.500 juta untuk kegiatan sosialisasi Politeknik. Menurutnya, dugaan itu hanya mis komunikasi. Sebenarnya anggaran untuk kegiatan sosialisasi tidak sebesar itu. “Intinya hanya miskomunikasi, karena yang sebenarnya anggaran tidak sebesar informasi yang berkembang. Sekarang kita lagi fokus untuk persiapan pekuliahan, meski peminatnya hanya puluhan mahasiswa saja, “ tuturnya mengakhiri komentarnya.
Informasi terkuat yang diperoleh Koran Stabilitas , dari dua temuan tim audit baru satu kasus yang sudah dilakukan penyelidikan Polisi yakni dugaan korupsi pengadaan Drum Band untuk delapan SMAN di Kabupaten Bima. Bahkan, sudah ada beberapa saksi dari Dikpora Kabupaten Bima yang diperiksa sebagai saksi seputar proyek tersebut. Saksi itu yakni PPTK, Imam Sulaeman dan Bendahara Barang, Z. Sementara, temuan untuk proyek pembangunan rumah Godo belum dibidik oleh Polisi. Padahal, proyek itu diduga telah terjadi praktek korupsi. Buktinya, BPK menemukan kerugian Negara senilai ratusan juta. Sama seperti pengadaan drum band. Bedanya, sumber anggaran dan total dana yang dihabiskan untuk dua proyek tersebut.
Publik menitip harapan besar kepada pihak Kepolisian yang menangani dugaan korupsi proyek yang dijadikan temuan BPK, dapat segera dituntaskan. Masalahnya, banyak berkas dugaan korupsi di meja Kepolisian yang belum dilimpahkan pada Kejaksaan Negeri Raba Bima. Antara lain, dugaan korupsi sampan fiber glass, skandal dugaan korupsi PGRI Kabupaten Bima dan yang disinyalir sudah ada penetapan tersangka yakni penanganan dugaan korupsi APBN Tahun 2012 Dikpora. Untuk kasus itu, Polisi diduga sudah menetapkan empat Kepsek dari Kecamatan Langgudu sebagai tersangka. Hanya saja, penetapan tersangka tidak dilakukan penahanan. Padahal, dugaan korupsi merupakan Tindak Pidana Khusus (Pidsus).
Entah apa alasan dibalik lambatnya penanganan dugaan korupsi pada Lembaga Kepolisian, tidak diketahui secara jelas. Bisa jadi kekurangan penyidik, ataukah bisa disebabkan minimnya anggaran. Tapi informasi terkuat yang diperoleh Koran ini, institusi Kepolisian diduga menganggarkan dana sebesar Rp.400 juta pertahun untuk biaya penanganan kasus Tindak Pidana Korupsi. Memang untuk mengungkap dugaan korupsi tidak semudah menyelesaikan kasus pidana lainya, karena dibutuhkan telaah, analisa dan hasil audit dari tim ahli. Hal itu dibutuhkan, untuk mengetahui kerugian Negara akibat praktek tersebut. Salah satu metode penanganan untuk mengungkap siapa pelaku utama dibalik dugaan korupsi pengadaan drum band tersebut adalah dengan memanggil delapan kontraktor sebagai pihak ketiga. Sebab, proyek yang menghabiskan APBD II senilai Rp.800 juta diduga dikoordinir satu orang. Maksudnya, nama-nama perusahaan itu hanya digunakan sebagai salah satu persyaratan untuk mendapat proyek tersebut. Semoga penanganan sejumlah berkas kasus korupsi yang “tidur” di meja Kepolisian itu. Sehingga, , tidak hanya sekedar dijadikan atensi, tapi benar-benar dintutaskan sesuai komitmen moral lembaga hukum. (KS-09)
Upaya pengembalian kerugian Negara pada dua proyek di dua SKPD yang berbeda itu (PU dan Dikpora), sama seperti harapan Bupati Bima, Drs.H.Syafrudin, HM.Nur, M.Pd. Tapi, apabila temuan itu sudah mulai dilidik Penyidik Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Polres Bima Kota, maka pihaknya menyerahkan persoalan itu pada proses hukum yang sedang berjalan. “Kalau sudah ditangani Polisi, kita tunggu aja hasilnya. Terlepas dari urusan hukum, perlu saya tekankan temuan BPK harus segera dikembalikan hingga desember 2014 mendatang. Karena, kontraktor rumah Godo dan pengadaan Drum Band sudah menandatangani surat pernyataan kesiapan untuk mengembalikan kerugian Negara tersebut,” katanya di kebun Bupati belum lama ini.
Kerugian Negara yang sudah menjadi temuan BPK saat melakukan audit harus segera diselesaikan sesuai batas waktu yang ditentukan. Jika, itu tidak dilakukan maka untuk delapan orang kontraktor pengadaan drum band dan satu orang kontraktor rumah godo tinggal menunggu langkah selanjutya. Apakah akan direkomendasikan kepada hukum untuk dilakukan penyelidikan ataukah ada langkah lain demi menyelamatkan keuangan Negara. Namun lanjut Bupati, dari dua proyek yang menjadi temuan BPK baru satu Perusahaan yang sudah mengembalikan kerugian tersebut. Itupun, baru sebagian. “Saya berharap kerugian Negara itu dapat dikembalikan sesuai batas waktu yang telah ditentukan,” ujarnya.
Pada kesempatan itu, H.Syafrudin juga menanggapi dugaan penyalahgunaan anggaran Rp.500 juta untuk kegiatan sosialisasi Politeknik. Menurutnya, dugaan itu hanya mis komunikasi. Sebenarnya anggaran untuk kegiatan sosialisasi tidak sebesar itu. “Intinya hanya miskomunikasi, karena yang sebenarnya anggaran tidak sebesar informasi yang berkembang. Sekarang kita lagi fokus untuk persiapan pekuliahan, meski peminatnya hanya puluhan mahasiswa saja, “ tuturnya mengakhiri komentarnya.
Informasi terkuat yang diperoleh Koran Stabilitas , dari dua temuan tim audit baru satu kasus yang sudah dilakukan penyelidikan Polisi yakni dugaan korupsi pengadaan Drum Band untuk delapan SMAN di Kabupaten Bima. Bahkan, sudah ada beberapa saksi dari Dikpora Kabupaten Bima yang diperiksa sebagai saksi seputar proyek tersebut. Saksi itu yakni PPTK, Imam Sulaeman dan Bendahara Barang, Z. Sementara, temuan untuk proyek pembangunan rumah Godo belum dibidik oleh Polisi. Padahal, proyek itu diduga telah terjadi praktek korupsi. Buktinya, BPK menemukan kerugian Negara senilai ratusan juta. Sama seperti pengadaan drum band. Bedanya, sumber anggaran dan total dana yang dihabiskan untuk dua proyek tersebut.
Publik menitip harapan besar kepada pihak Kepolisian yang menangani dugaan korupsi proyek yang dijadikan temuan BPK, dapat segera dituntaskan. Masalahnya, banyak berkas dugaan korupsi di meja Kepolisian yang belum dilimpahkan pada Kejaksaan Negeri Raba Bima. Antara lain, dugaan korupsi sampan fiber glass, skandal dugaan korupsi PGRI Kabupaten Bima dan yang disinyalir sudah ada penetapan tersangka yakni penanganan dugaan korupsi APBN Tahun 2012 Dikpora. Untuk kasus itu, Polisi diduga sudah menetapkan empat Kepsek dari Kecamatan Langgudu sebagai tersangka. Hanya saja, penetapan tersangka tidak dilakukan penahanan. Padahal, dugaan korupsi merupakan Tindak Pidana Khusus (Pidsus).
Entah apa alasan dibalik lambatnya penanganan dugaan korupsi pada Lembaga Kepolisian, tidak diketahui secara jelas. Bisa jadi kekurangan penyidik, ataukah bisa disebabkan minimnya anggaran. Tapi informasi terkuat yang diperoleh Koran ini, institusi Kepolisian diduga menganggarkan dana sebesar Rp.400 juta pertahun untuk biaya penanganan kasus Tindak Pidana Korupsi. Memang untuk mengungkap dugaan korupsi tidak semudah menyelesaikan kasus pidana lainya, karena dibutuhkan telaah, analisa dan hasil audit dari tim ahli. Hal itu dibutuhkan, untuk mengetahui kerugian Negara akibat praktek tersebut. Salah satu metode penanganan untuk mengungkap siapa pelaku utama dibalik dugaan korupsi pengadaan drum band tersebut adalah dengan memanggil delapan kontraktor sebagai pihak ketiga. Sebab, proyek yang menghabiskan APBD II senilai Rp.800 juta diduga dikoordinir satu orang. Maksudnya, nama-nama perusahaan itu hanya digunakan sebagai salah satu persyaratan untuk mendapat proyek tersebut. Semoga penanganan sejumlah berkas kasus korupsi yang “tidur” di meja Kepolisian itu. Sehingga, , tidak hanya sekedar dijadikan atensi, tapi benar-benar dintutaskan sesuai komitmen moral lembaga hukum. (KS-09)
COMMENTS